32. 'Hari Pertempuran'

22 7 0
                                    


***

Padang Alash adalah nama tempat di mana peperangan antara kubu tujuh suami Xavier beserta sang Ayah akan segera berlangsung dalam hitungan beberapa hari ke depan. Suatu gambaran yang telah menjadi ciri khas tempat tersebut adalah kondisi tanah gersang berpasir & hamparannya yang luas mirip gurun yang seolah menolak kehadiran makhluk untuk hidup di sana.

Ribuan tenda dengan bendera berlambang milik kubu Vietch terlihat berderet mengerumuni sebagian medan luas padang yang di kungkung oleh benteng kayu raksasa mengelilinginya.

"Aku tidak menyangka mediasi beberapa hari lalu akan gagal & mengantarkanku pada takdir yang tak pernah aku bayangkan ini," Vietch berucap di tengah desiran angin malam yang menerpa wajahnya.

Seperti padang gurun pada umumnya, suhu di sana relatif berbeda dengan dataran lain. Suhu akan terasa dua kali lipat lebih panas bak neraka pada saat siang hari, & akan terasa dua kali lipat lebih dingin pada saat malam tiba.

Sebuah gerakan terdengar mendekat satu langkah di belakangnya.

"Aku pun menyayangkan hal ini, mereka ternyata masih tidak mau mengerti dengan isyarat cinta & ketegasan yang kau berikan, Kakak."

Pandangan Vietch menerawang, memandangi permukaan padang kosong berwarna coklat keemasan yang terhampar luas sejauh mata memandang. Bayangan pertumpahan darah & pembantaian tergambar samar di benaknya, membuat kedua mata yang semula terbuka itu memejam rapat & tertunduk sedih.

Di situasi yang sama sepasang mata cantik terlihat menerawang jauh menatap cahaya bintang yang terhampar membentangi langit malam. Semilir angin kecil menerbangkan helaian rambutnya yang legam & terurai.

"Tempat ini adalah tempat dimana seorang Dewa perang luluh oleh perjuangan & pengorbanan tiga orang kesatria yang mencintai putrinya."

Pandangan Xavier teralihkan saat sang Raja Timur berujar. Sebuah senyum simpul di terimanya, saat ia menoleh ke arah belakang dimana Aillard berada.

"Apa kau pernah mendengarnya?" lanjut Aillard.

Xavier menggeleng ringan & kembali menempatkan pandangannya ke posisi semula.

"Aku hanya pernah mendengar jika tempat ini merupakan saksi sebuah hukuman cinta terlarang tak bernorma yang tidak pernah berhasil sama sekali."

"Sepertinya sekelompok orang memiliki penafsiran berbeda tentang hal demikian."

Suara lain muncul, menyela percakapan yang terjadi.

"Maaf, apa aku mengganggu kalian?"

Aillard menoleh & tersenyum dengan kedatangan Garren, sementara Xavier terlihat berdiam & membuang pandangannya dengan canggung. Melihat reaksi sang Ratu, Garren hanya tersenyum getir saja.

"Ah, sepertinya iya. Aku minta maaf pada kalian."

"Tidak masalah," jawab Aillard. "Apa hal yang membawamu datang kemari, Pangeran?"

"Ada beberapa hal penting yang harus kami diskusikan denganmu untuk persiapan perang, Yang Mulia."

"Ah, baiklah kalau begitu." Aillard pun segera bergegas.

Sebelum mengikuti langkah Aillard yang telah lebih dulu pergi, sejenak Garren menoleh & menatap sosok wanita yang di cintainya terlihat begitu acuh & tak mau berbicara akibat rasa kekecewaannya.

"Aku tahu mungkin ini terlambat, tapi ... kami akan berusaha menghancurkan dinding pembatas yang kau buat untuk kami secepat mungkin, aku berjanji padamu!"

Xavier tak bergeming, ia sama sekali tak memberikan reaksi atau sekedar berkata untuk membalas. Rasa sedih & kecewa akan penghinaan terus saja hadir, setiap kali ia melihat sosok ke lima suaminya itu muncul di hadapannya.

XAVIER & THE 7 PRINCES OF THE WINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang