Part 22 : Ketiga kalinya

366 13 0
                                    

Happy Reading🍣

.

.

.


"Pembangunan hotel ini harus sudah selesai dalam jangka tiga tahun kedepan, dan ingat aku tak ingin ada penghianat dalam bisnis miliku!" ucap seorang pria yang diyakini sebagai pimpinan dari bebèrapa bawahan yang sedang menunduk patuh.

Setelah terjadi kecurangan dalam pembangunan hotel miliknya beberapa bulan silam yang membuat dirinya rugi besar, sungguh ia bersumpah akan menebas mereka yang berkorupsi didepan seluruh pekerja jika berani membuatnya rugi lagi kali ini.

"Baik tuan, saya pastikan pembangunan ini selesai dalam waktu tiga tahun kedepan," ucap Project Maneger.

♧♧♧

Gabrio dan Brannen kini berdiri di depan tangga yang menghubungkan lantai satu ke lantai selanjutnya. Kedua remaja itu berada dalam mode siap sedia, dimana Gabrio di sisi kiri dan Brannen di sisi kanan.

"Jika kau kalah, kau akan jadi babu ku." Brannen menyeringai manatap Gabrio.

"Begitupun sebaliknya." Gabrio ikut menatap sepupunya. Cih liat saja ia pastikan ia akan menang, dan ia akan menjadikan Brannen babunya seharian penuh.

"Tu-tuan muda, bagaimana jika Tuan besar tau?" Seorang pengawal yang akan menjadi peniup peluit nampak gugup, samar terjadi sesuatu pasti ia akan kena amuk tuan besarnya itu.

"Sutt kalo om nggak buka suara mereka tidak akan tau," ucap Brannen.

Carlote, wanita itu telah pergi setelah selesai menyuapi sang ponakan, suaminya meminta dirinya untuk menjemput anak mereka yang lain di bandara, karena penerbangan mereka yang terpisah membuat mereka tidak bersama.

"Itung sekarang om!" Seru Brannen pada pengawal di sampingnya.

Dengan terpaksa pengawal itu berancang-ancang meniup benda kecil yang bisa saja membunuh dirinya.

PRITT

Kedua remaja itu mulai menaiki tangga dengan kemampuan mereka masing-masih. Karena tangga mansion yang cukup lebar mampu menampung dua remaja yang sedang beradu itu.

"Haha...aku lebih unggul." Ucap Brannen kegirangan ketika dirinya berada di tiga strip diatas Gabrio.

Gabrio yang tak terima kemudian mempercepat larinya, pokoknya ia tak mau kalau sampai jadi babu sepupu minus akhlaknya itu.

Karena tangga mansion yang cukup panjang hingga menghubungkan ke lantai empat mereka berdua mulai mengurangi kecepatan masing-masing.

"Hahh...hah...aku mulai capai." Keluh Gabrio.

"Dasar lemah" Cibir Brannen.

Namun di sisa-sisa tenaganya Gabrio kembali memacu tenaganya, hal itu membuat Brannen yang awalnya nampak santai karena dirasa sang sepupu memperlambat larinya jadi ia bisa sedikit bersantai, namun siapa sangka sepupunya kini mengungguli dirinya.

"Sialan!" Batin Brannen tak terima. Dirinya yang tipikal ambis tentu saja tak menerima yang namanya kekalahan.

Di detik-detik terakhir Gabrio hampir berhasil mendaratkan kakinya di anak tangga terakhir, namun naas nasibnya, siapa sangka jika sosok itu muncul secara tiba-tiba bertepatan saat dirinya hampir sampai.

Ini salahnya, seharusnya ia tak menatap kebelakang untuk melihat sejauh mana sepupunya itu mengejar dirinya. Ya, seharusnya memang begitu, jangan pernah melihat kebelakang dan teruslah melihat kedepan.

BRUKK

Gabrio merasakan tubuhnya yang mulai hilang kendali, ia rasa tubuhnya melayang dan ia sudah siap atas apa yang akan terjadi selanjutnya.

Menggelinding dari tangga lantai empat bukanlah nasib yang baik, akankah ia akam mati konyol untuk ketiga kalinya? Tenggelam, hampir di terkam hewan buas, dan menggelinding dari tangga.

"Astaga aku tak mau mati konyol!"

Sekarang dirinya hanya bisa pasrah dan menunggu waktu.

"GABRIOO!" Teriak Brannen yang melihat sepupu manisnya itu akan segera jatuh. Sial, jantungnya berdegub dengan kencang. Bagaimana jika terjadi sesuatu kepada sepupunya itu?, hah tamat riwayatnya.

"Martin, i'm coming." Gabrio menutup matanya rapat-rapat.

Tunggu kenapa tubuhnya tidak jadi menggelinding?

Betapa terkejutnya saat sebuah tangan kekar nan berotor itu menahan tubuhnya yang hampir limbung. Seperkian detik kemudian Gabrio mulai tersadar dan menatap siapa gerangan yang menyelamatkannya.

Mata tajam itu.

"Kak Ken?" Gabrio menatap Kenzo yang sedang menatapnya juga. Ia takut jika sewaktu-waktu kakaknya itu berubah pikiran untuk melepaskan cekalannya pada dirinya. Bisa mati beneran dirinya.

Dengan cepat ia membenarkan posisi agar lebih aman dan sedikit menghindar dari kakak sulungnya itu. Kenzo yang sedari tadi diam tak berniat untuk bersuara.

"ASTAGA KAU HAMPIR MATI BOCAH!" Teriakan Brannen berhasil menarik atensi semua makhluk di dalam mansion baik maid maupun pengawal. Dan tentu saja seorang lelaki beranama Mike Nicholas Wasikowska.

"Kau tak apa?" Brannen membolak-balikan tubuh sepupunya, ia takut anak itu lecet. Tamat riwayatnya karena telah membuat lecet anak kesayangan mommynya.

Gabrio masih linglung saat dirinya hampir COD an bersama martin. Ia hanya mengangguk samar menjawab pertanyaan sang sepupu.

"Apa yang kalian lakukan?" Mike bertanya kepada Adik dan sepupunya.

"Dia hampir ja-jatuh kak." Cicit Brannen tak berani menatap kakak sulungnya.

"Anak nakal harus dihukum." Mike menyeringai kearah dua remaja yang kini hanya bisa menunduk.

Sekilas Gabrio melihat Kakak sulungnya mulai menjauh tanpa berniat sekedar bertanya keadaan dirinya. Kecewa, tapi ia bisa apa?

Huh setidaknya ia harus mengucapkan terima kasih pada kakaknya nanti, jika kakaknya itu tidak menahan tubuhnya sudah pasti dirinya sedang sekarat di ruangan serba putih itu.

Memikirkannya saja sudah membuatnya bergeridik ngeri.

"Tunggu di ruang keluarga sampai papah dan daddy pulang." Ucap Mike, lalu melenggang pergi dari TKP.

Brannen menatap sepupunya yang menunduk diam, ia merasa bersalah karena membuat sepupunya dalam masalah.

"Gabrio, aku minta maaf. Karenaku kau hampir jatuh dan karenaku juga kau kena masalah." Ucap Brannen bersungguh-sungguh.

Gabrio yang tadinya menunduk kini mendongak dangan menatap sepupunya. Tak ada jawaban yang ia berikan setelah mendengar permintaan maaf dari Brannen.

"Sudahlah ini juga salahku yang kurang hati-hati." Gabrio tersenyum manis kepada Brannen. Eneh apa yang anak itu pikirkan, bagaimana bisa seseorang yang hampir meregang nyawa terlihat tanpa beban?

"Lagi pula aku sudah menerima tantangan ini dan itu artinya aku sudah mengambil konsekuensi yang ku dapatkan nantinya." Gabrio merangkul sepupunya yang terdiam.

"Setidaknya kita dihukum berdua hahaha." Anak itu tertawa lepas begitu saja, walau jauh dalam lubuk hatinya berkata jika ia tidak baik-baik saja. Ia takut hukuman apa yang akan ia terima nanti.



Selamat malam mingguan,

.

.

Yang jomblo sabar ya...aku juga soalnya... mending baca Aviothic aja, banyak yang jadi cowo idaman contohnya mas Xavier😚🤸‍♀️

AVIOTHICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang