Part 26 : makan cimol

393 16 0
                                        

Happy Reading🦚
.



.


.


.

"Anak itu mulai berani rupa nya."

"Hmm, aku akan mengawasinya, dan tolong handle Papah," ucap Xavier pada Jerdan.

"Aku tak mau adiku masuk kedalam red room." Jerdan mengangguk dan membiarkan Xavier pergi dari ruangannya.

Xavier meminta bantuan kepada Jerdan untuk mengetahui posisi dimana adiknya berada saat ini. Karena Jerdan merupakan salah satu mata-mata terbaik keluarga ini.

"Rupanya kau mulai luluh dengan bocah itu ya?" Jerdan terkekeh pelan.

♧♧♧

Sosok bertopi itu hanya diam ketika bocah di sampingnya ini terus saja mengoceh bak anak burung sembari memuji makanan yang dimakannya. Telinganya mulai penggang dan ia berpikir untuk duduk sedikit jauh dari bocah itu.

"Mau kemana?" Gabrio memandangi sosok itu yang memilih duduk sedikit jauh dari tempatnya. Sontak ia mencium bau ketiaknya takut jika sosok itu pindah karena bau ketek nya.

"Nggak bau kok," ucapnya lirih.

Entahlah ia tak peduli, saat ini ia hanya ingin menikmati cimol yang tentunya dibelikan sosok itu lewat paksaanya.

"Makan cimol udah, yang belum apalagi ya?" Anak itu tampak berpikir hal apalagi yang akan ia coba lagi nantinya.

Karena berpikir terlalu keras, sampai-sampai ia tak menyadari jika ada orang dibelakangnya.

"Sudah puas mainnya hm?"

Mendengar suara yang tak asing mampu membuat anak itu tersentak kaget. Hampir saja cimol yang sedang dikunyah hampir landing ke tenggorokan.

"Awashh...," ringisnya saat telinga kanannya mendapat sentilan manja sang kakak.

"Apa yang kau lakukan disini, Gabrio Karazu!"

"Hehe Kak Vier, mau cimol?" Gabrio menunjukkan plastik berisi cimol miliknya. Siapa tahu luluhan?

"Pulang sekarang!" Xavier segera mecekal lengan adiknya untuk segera ia bawa ke dalam mobil. Waktunya tak banyak, ayolah tolong mengerti dirinya!

"Tu-tunggu kak," ucapnya menahan Xavier agar tidak menyeretnya. Kemana sosok itu pergi?

"Apa yang kau cari?" Xavier menatap adiknya yang terlihat bingung.

"Gabrio!" Sentak Xavier ketika adiknya menghiraukan panggilannya.

"Tadi dia disini" batinnya.

""Ayo!" Xavier kembali menarik adiknya untuk segera pergi dari sana.

Gabrio masuk kedalam mobil milik Xavier, anak itu tampak gelisah seperti memikirkan sesuatu, dirasa ada yang aneh Xavier kembali bertanya pada adiknya ada apa gerangan?

"Ada yang mengganggu pikiranmu?"

"Kau nampak gelisah sedari tadi," Xavier sekilas menengok adiknya itu.

"Umm tidak, aku hanya teringat cimol ku tadi." Anak itu menautkan jemarinya untuk menetralisir kegugupan yang sedang ia alami.

Sedangkan Xavier hanya mengangguk samar dan kembali melanjutkan perjalanan pulang. Teringat cimol yang dikatakan adiknya tadi ia sedikit merasa bersalah, seplastik cimol milik adiknya harus tercecer di tanah karena tarikannya.

"Kau menginginkannya lagi?" tanya Xavier.

"Hah apa?" Gabrio menatap Xavier sekilas.

"Cimol," ucap Xavier.

Gabrio sekarang paham kemana arah tujuan kakaknya itu, pasti kakaknya merasa bersalah kepadanya, karena cimolnya tadi jatuh semua.
Anak itu nampak diam sejenak, memikirkan kembali rasa cimol yang begitu kenyal, ah sedih sekali jika dibayangkan.

"Iya aku mau cimol lagi."

Xavier menghentikan mobilnya sejenak dan segera memutar balik kearah pedagang cimol tadi. Setidaknya tidak akan ada rasa bersalah lagi setelah ini.

♧♧♧

"Janji loh ya, pokoknya harus bawa oleh-oleh buat aku!"

"Kalo sudah sampai jangan lupa kabarin."

"Jangan lupa makan."

"Jangan lupa tidur."

"Jangan lupa napas juga!" Brannen terus saja menasehati si sulung layaknya seperti seorang kekasih. Entah dari mana kecerewetan itu muncul.

"Kau ini cerewet sekali, cocok menjadi kekasihku." Mike menoel dagu sang adik. Sontak hal itu mendapat pelototan tajam dari sang empu.

"NAJISS!" ucap Brannen sembari memukul Mike dengan tenaga super powernya meskipun tidak sakit sama sekali bagi seorang Mike.

"Aduh...aduhhh...,"

"Mom lihatlah anakmu itu, nakal sekali!" Mike mengadu kepada Carlote atas tingkah laku sang adik.

"Hah...kalian berhentilah!" ucap Carlote jengah melihat tingkah anak-anaknya.

"Mike cepat berangkat sekarang juga!" Carlote mendorong badan bongsor anak sulungnya itu agar segera pergi.

"Aku di usir?" Mike menatap mommynya dengan melas.

"Pergilah," ucap Jerdan yang baru saja muncul akibat mendengar kekisruhan anak-anaknya.

Mendengar perintah Jerdan, Mike segera pergi meninggalkan mansion, namun sebelum itu ia menyempatkan mengecup pipi Carlote dan terakhir menjitak kepala si bungsu.

"ARGHH SIALAN KAU!" Teriak Brannen tak terima mendapat jitakan dari si sulung, saat hendak mengejar Mike tangannya ditahan oleh kembarannya, Graiden.

"Diamlah." Graiden yang sedari tadi diam menyaksikan drama kecil si sulung dan si bungsu akhirnya speak up.

Brannen menatap sekilas sosok yang mirip sekali visualnya dengan dirinya lalu segera pergi disertai sentakan dari cekalan Graiden.

"Anak itu benar-benar susah diatur jika sudah marah," ucap Carlote diangguki Gŕaiden.

"Tenangkan dia," ucap Jerdan kepada Graiden.
.

.

.

.

Sebuah mobil hitam memasuki pekarangan mansion diikuti beberapa mobil berwarna senda dari belakang. Jerdan yang belum memiliki niatan masuk kedalam mansion, hanya melihat siapa gerangan yang datang kemari.

"Tamu tidak diundang rupa nya." Jerdan menatap lurus pada sosok pria yang baru saja turun dari mobil.

"Banyak sekali orang mengatakan bila tak kenal maka tak sayang." Pria itu mendekat kearah Jerdan yang nampak santai menghisap cerutu miliknya.

"Benar begitu?" Jerdan masih saja diam enggan menyahuti pria yang sudah berdiri tepat depannya.

"Jadi...mari kembali berkenalan." Pria itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Diamlah, aku muak dengan drama kecilmu itu!" Jerdan menghiraukan sosok yang sedang ada didepannya dan kembali masuk kedalam mansion.

"Ah adik sangat menggemaskan." Pria itu menjabat tangan nya sendiri ketika tidak mendapat respon dari sang lawan bicara.




Selamat awal bulan, semoga tambah sabar menghadpi ujian hidup ini☺


💜

AVIOTHICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang