Happy Reading🐺
.
.
.
.
Jerdan baru saja pulang setelah menyelesaikan beberapa kekacauan dikantor miliknya. Rasa kesal dan emosi begitu ketara ketika kembali mengingat kerakusan tikus-tikus pemakan uangnya. Namun itu semua sirna ketika ia tak sengaja melihat anak dan keponakannya tidur bersama di karpet berbulu.
Didekatinya ketiga manusia yang sedang tertidur sambil berpelukan, ah mungkin lebih tepatnya kedua kurcaci kecil yang memeluk sebuah tiang listrik. Brannen terlihat tidur mendusal pada ketiak Xavier sedangkan Gabrio memeluk leher Xavier dengan kaki yang menumpang diatas perut Xavier.
Jika dilihat lucu juga, namun mengingat kembali kenakalan mereka membuatnya mendengus tak suka, bayangkan saja ikan yang ia besarkan seperti anak sendiri harus tewas ditangan anak kandungnya sendiri. Sudah tewas dijadikan ikan bakar pula.
"Anak itu seperti ditempeli ulat bulu." Suara lembut itu mengalun membuat Jerdan mengangguk setuju. Disampingnya terdapat Kazuna dengan selimut tebal untuk anak-anaknya. Kasihan jika mereka kedinginan meskipun mustahil jika itu terjadi. Di dalam ruang keluarga ini dilengkapi dengan sistem penghangat ruangan.
"Brannen menjadikan ikan peliharaanku menjadi ikan bakar." Kazuna hanya tersenyum lalu mendekati ketiga manusia yang sedang menyelami alam mimpi bersama.
"Aku melihat tadi Xavier menghukum mereka berdua, kau yang memintanya?" Kazuna menatap Jerdan yang masih berdiri. Jerdan pun hanya mengangguk karena memang ia yang meminta Xavier untuk memberi hukuman untuk pencuri ikan selama ia masih membereskan masalahnya.
"Aku akan pergi bersih-bersih." Jerdan segera berlalu meninggalkan ruang keluarga. Tubuhnya sudah sangat lengket butuh dibersihkan.
.
.
.
"Bagaimana hari mu, belum terkena stroke kan?
"Tak usah bertele-tele!" Pria itu nampak acuh dengan kehadiran pria yang ia temui beberapa hari yang lalu. Jika datang untuk mengecewakan lebih baik tak perlu!
"Jika kau datang kemari karena urusan tak penting lebih baik pulang saja. Aku sangat sibuk." Pria itu hendak pergi namun tertahan karena ucapan pria yang masih duduk di belakangnya.
"Meskipun terkait tentang persetujuan?" Pria itu nampak tersenyum remeh sekarang. Mudah sekali mengait sebuah ikan dengan umpan murahan.
"Ku kira kau akan senang baiklah aku pul-" ucapannya terhenti ketika pria didepannya ini berbalik badan menghadapnya.
"Aku akan pulang~"
Baru saja berdiri dirinya sudah disuguhi moncong revolver milik orang itu. Tidak seru mainnya tembak-tembakan. "Kau akan kehilangan sesuatu yang berharga jika kau menembaku." Di dekatinya moncong revolver milik pria itu hingga menempel sempurna di kening miliknya.
"Kau takut?" Pria didepannya ini sama sekali tak menggubris pertanyaannya.
"KATAKAN AOKI!" bentaknya kepada pria yang baru saja ia panggil dengan nama Aoki.
"Sangat tidak sopan memanggil ku dengan teriakan keras mu itu." Pria itu memberengut tak suka.
"Katakan apa mau mu?!" Sekali lagi pria itu bertanya dengan penekanan disetiap kata nya.
"Ck, kau bisa bergabung dalam keanggotaan yang selama ini kau impikan itu. Grandholy telah menyetujui permintaan mu untuk bergabung bersama."
"Tapi kuingatkan sekali lagi. Ketika kau sudah bergabung tak semudah membalikan telapak tangan untuk keluar dari sana. Meskipun kau sampai meraung-raung itu tak akan mempan." Pria bernama Aoki itu memberi wejangan pada pria didepannya sebelum pria itu benar-benar ingin masuk kedalam aliansi Grandholy.
"Tak masalah. Tujuanku untuk bergabung bukanlah untuk keluar."
"Bagus jika kau sudah yakin. Dan ada satu hal lagi yang harus kau tahu." Aoki menatap pria didepannya ini dengan raut tenangnya.
"Jika sewaktu-waktu kau ingin berkhianat maka kau harus siap untuk kehilangan seluruh keturunan keluarga mu." Pria itu masih tak bergeming sambil memandangi Aoki yang mengeluarkan sebuah kertas berwarna emas dengan beberapa pernyataan yang tercantum didalamnya.
"Tanda tangani ini dan semuanaya akan selesai." Aoki menyodorkan kertas tadi dan sebuah bolpoint dengan warna yang senada pula.
"Keberanian cukup menantang." Pria itu kembali menyodorkan kertas yang sudah ia tanda tangani.
"Baiklah untuk langkah terakhir, tusukan jari mu disini." Aoki menyodorkan sebuah kompas yang terlihat sudah berumur. Dilihat dari tampilannya saja sudah menandakan jika barang itu terlihat nampak kuno.
"Apa lagi ini?" Pria itu menatap kompas kuno yang disodorkan padanya.
"Lakukan saja, ini salah satu syarat untuk bergabung." Dengan tak sabaran Aoki meraih tangan kiri pria itu lalu menancapkan jempol pria itu ke sebuah jarum yang berada ditengah-tengah kompas tadi.
"AARGHH SIALAN APA YANG KAU LAKUKAN?!" Bentaknya karena merasa sesuatu menusuk jempol tangannya. Sial! Jempolnya mengeluarkan darah sekarang!
"Darahmu akan menjadi salah satu tanda ketergabunganmu kedalam aliansi ini." Aoki kembali memasukan kompas kuno tadi kedalam saku miliknya.
"Kenapa harus kompas usang seperti itu yang kau tusukan pada jempol ku? Bagaimana jika aku terkena tetanus bodoh!" Maki pria itu pada Aoki yang nampak berusaha mengambil sebuah kotak hitam kecil dari dalam saku celananya.
"Kompas beguna untuk menunjukan arah mata angin, seperti halnya Grandholy sendiri yang mampu menunjukan mata angin bagi siapa saja yang mau bergabung dibawah naungannya."
"Baiklah kita sudahi hari ini. Datanglah ke pesta perayaan para petinggi sekaligus kau akan dikenalkan juga sebagai anggota baru." Aoki memberikan kotak hitam tadi peda pria dihadapannya ini. Lega sekali tugasnya telah selesai, ia akan mengambil cuti karena seminggu ini bekerja terlalu berat.
"Pakai itu sebagai identitas keanggotaan."
Pin keanggotaan Grandholy. Hanya para petinggi yang memilikinya. Grandholy memiliki simbol naga sebagai bukti kekuatan nyata selama masa kepemimpinanya.
Naga melambangkan kekuatan, kesuburan, dan kekuasaan. Seperti hal nya Grandholy yang mampu memegang kekuasaan selama bertahun-tahun lamanya, memberi kesuburan bagi pengikutnya dan kekuatan yang memumpuni.
.
.
💜
KAMU SEDANG MEMBACA
AVIOTHIC
Teen FictionMencari kebebasan yang tak pernah ia dapatkan, seorang remaja yang terjebak didalam sangkar emas buatan keluargannya sendiri. Bisakah mereka mengerti akan dirinya yang haus akan kebebasan?, cukup selama ini ia diam dengan segala aturan yang diberika...