Part 23 : Menjemput dia

330 14 0
                                    

Happy Reading🍓

.














.





Kazuna terus merengek kepada suaminya agar menyudahi hukuman pada anak bungsunya dan juga keponakannya. Ia tak tega melihat anaknya yang berdiri di tengah-tengah luasnya lapangan area tembak.

"Biarkan saja," ucap Victor acuh.

"Honey, sudahi saja hukumanmu hum." Kazuna terus saja merengek dan terus menempeli layaknya ulat bulu.

Victor yang mendengar rengekan istrinya hanya bisa menghela napas kasar. Istrinya itu terlalu memanjakan anak bungsunya.

Meski dirinya juga memanjakan sang anak namun tetap saja jika seseorang melakukan kesalahan sudah selayaknya untuk dihukum tidak terkecuali anak bungsunya itu sendiri.

"Dengar, anak itu sudah membuat kesalahan, sepatutnya sudah layak untuk dihukum."

"Kau tak bisa terus melindunginya, ada saatnya ia harus mempertanggungjawabkan kesalahannya." Ucap Victor memberikan penjelasan agar istrinya itu bisa paham.

"Hah, baiklah kau bisa melanjutkan hukumanmnya." Kazuna akhirnya mengalah dan membiarkan bungsunya menjalani hukuman dari sang suami.

"Lalu bagaimana dengan Brannen?" Tanya Kazuna yang memikirkan nasib keponakannya.

"Tenang saja, Jerdan mengizinkan anaknya mendapat hukumannya." Ucap Victor.

.

.

.

Kedatangan Carlote di bandara untuk menjemput sang anak, disambut baik oleh bawahan Jerdan yang memang sedari tadi sudah berada disana dengan penyamaran yang tidak mencolok.

"Pendaratan?"

"Kurang lebih lima menit lagi nyonya." Ucap salah satu pengawal.

"Baiklah aku akan menunggu saja disini."

Wanita cantik itu setia menunggu kedatangan sang anak, dengan ditemani beberapa pengawal yang berada di sisi kanan maupun kirinya, maupun yang tersebar di sekeliling.

"Aih aku akan ke toilet sebentar," Ucap Carlote.

"Kalian tak perlu mengikutiku, tunggu saja disini." Carlote lebih dulu berucap untuk menghentikan aksi bawahan suaminya, ia tau betul tabiat antek-antek milik suaminya. Kemanapun selalu di awasi.

Ia bukan buronan.

"Tapi nyonya tu-" pengawal itu kembali diam saat mendapat pelototan tajam milik nyonya besarnya.

Hah, jika sudah begini mau bagaimana lagi?

Maju kena mundur kena.

"Baik nyonya."

.

.

.

"Pergilah terlebih dahulu, aku akan segera menyusul." Sosok itu segera meninggalkan pria bertopi yang berada dihadapannya saat ini.

Sedangkan pria bertopi itu masih diam memandangi laki-laki yang berbicara persekian menit dengannya hingga benar-benar lenyap dari pandangannya.

"Selamat datang tuan muda."

"Hmm. Buka akses menuju markas maupun mansion." Ucap pria bertopi itu pada bawahannya. Setelahnya pria bertopi itu segera pergi meninggalkan bawahannya.

"Masih sama seperti sebelumnya heh?"

"Membosankan."

.

.

.

Carlote telah usai dengan panggilan alam dadakannya tadi. Sial, ini sudah lebih dari lima menit, ia pikir pasti anaknya sudah menunggu dirinya.

Langkah terburu-buru itu membuat dirinya hampir saja jatuh tersungkur jika saja tangan itu tak menahan tubuhnya.

"Kau tak apa nyonya?"

Carlote yang masih loading hanya diam memandangi sosok didepannya. Sosok itu terlihat lebih muda jika dibandingkan dengan postur tubuhnya yang bisa dikatakan sedikit bongsor.

"Eh..maaf saya tidak sengaja." Carlote segera menunduk untuk meminta maaf.

"Ah iya tak apa. Saya juga salah." Sosok itu tersenyum ramah, membuat Carlote tertegun. Senyuman itu terlalu manis untuk seorang laki-laki.

"Astaga manis sekali, ingin ku cubit pipinya." Pekiknya dalam hati. Ia tak tahan dengan yang gemoy-gemoy.

"Kau manis sekali." Lirih Carlote.

"Eh?" Sosok itu memandangi Carlote yang menatapnya dengan aura memuja. Sedikit horor tapi tak apa, pikirnya.

"Ti-tidak lupakan saja." Carlote mencoba menyingkirkan isi pikirannya yang tak jelas.

Ada-ada saja, Jerdan akan mengamuk jika ia menyukai berondong.

"Maaf saya harus segera pergi." Sosok itu segera meninggalkan Carlote.

"Eh..siapa nama anak itu ya?" Carlote masih berperang dengan pikirannya sendiri.

Tepukan pada bahu miliknya seketika menyadarkan dirinya dari lamunannya. Pengawal yang tadi ingin menemaninya menuju toilet sekarang sudah berada di belakangnya.

"Maaf nyonya, anda saya panggil tidak menyahut." Pengawal itu meminta maaf atas kelancangan dirinya yang menyentuh sang majikan.

"Ada apa?" Tanya Carlote.

"Tuan muda sudah berada di dalam mobil."

Astaga Carlote baru kembali teringat dengan sang anak. Dengan cepat ia segera menuju mobil.

"Aih Graiden maafkan mommy, kau jadi yang menunggu mommy ya." Carlote memeluk anaknya. Ia merasa bersalah.

"Dari mana saja?" Graiden menatap Carlote, wanita itu masih tetap cantik meskipun sudah berbuntut tiga.

"Toilet."

Graiden hanya mengangguk dan kembali diam menikmati beberapa snack yang diberikan mommynya.

"Bagaimana perjalananmu hum?" Tanya Carlote.

"Tidak ada masalah." Ucap Graiden singkat.

Begitulah seorang Graiden ........, jauh lebih pendiam dibandingkan saudara kembarnya yang memiliki tingkah absurd dan menurutnya lebih cerewet.


Semoga suka ya💜

AVIOTHICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang