Happy Reading🍏
..
.
.
.
Setelah percakapan yang sedikit membosankan tadi, kini hanya ada keheningan diantara mereka. Masih sama tak ada yang berubah keempat orang itu masih berada di dalam satu ruangan.
"Ku pikir orang sepertimu tak akan hidup lagi," ucap Jerdan dengan kekehan ringannya.
"Aku memiliki sembilan nyawa," ucap pria itu dengan angkuh.
Jerdan masih saja menyudutkan Wilder, kakak tertua nya itu. Ia sama sekali belum puas untuk mengatainya dengan berbagai ucapan-ucapan yang menyentil jantung.
"Sepertinya kau memiliki dendam pribadi denganku, adik?" Wilder menatap remeh kearah adik bungsunya.
"Oh ya, jelas saja. Kau membuat anak serta istriku dalam bahaya, sampai-sampai aku harus memindahkan mereka semua dan berganti identitas!" ucap Jerdan menggebu.
"Ow soal itu, aku tak sengaja. Salahkan saja istrimu yang terlalu ingin tahu urusan pribadiku," ucapnya santai sambil menyeruput kopi buatan Kazuna.
"Kau masih ingat seleraku rupannya." Wilder menatap Kazuna yang duduk di samping Victor.
Untuk adiknya yang satu itu memang terkesan lebih cuek, tidak seperti adik bungsunya yang cerewet sekali menurutnya. Ada rasa penyesalan sekarang, ia tak bisa berinteraksi layaknya saudara seperti umumnya.
Itu disebabkan karena Reiner yang mengirimnya jauh dari kedua saudaranya. Reiner selalu membebankan tugas dan melatih keras dirinya sejak ia umur belia. Sebagai anak pertama ia dituntut untuk menjadi sempurna, mengingat ia akan menjadi penerus daddynya mau tak mau ia harus mematuhi segala ucapan Reiner. Termasuk untuk berpisah dengan kedua adiknya.
Untuk Victor terkadang ia masih sesekali bertemu karena anak itu juga sudah mulai diberikan tugas, meskipun tak seberat tugasnya. Sejak kecil anak itu memang sudah pendiam, hal itu membuatnya sedikit sulit untuk berinteraksi dengannya.
"Ma," panggil Xavier.
"Ada apa Vier?" Kazuna mendekati anaknya itu.
Xavier membisikan sesuatu kepada Kazuna mengenai adiknya yang masih menangis di kamarnya. Dengan cepat Kazuna pergi ke kamar si bungsu, meninggalkan orang dewasa yang sedang berbincang tadi.
Xavier menatap sekilan Wilder lalu melangkah mendekat kearah Victor dan anak itu duduk di lengan sofa. Keduanya benar-benar mirip.
"Apa kabar...tuan Wilder?" sapanya kepada Wilder.
"Masih bernafas sampai saat ini." Wilder masih saja berucap dengan santai meskipun beberapa orang berpikir jika ia telah mati.
Wilder menatap Arnoldi di tangan kirinya, tak lama dari itu ia bangkit dan keluar tanpa berpamitan. Berpamitan pun belum tentu ada yang menjawabkan?
"Dasar psikopat gila!"
♧♧♧
Kazuna menyentuh dahi Gabrio yang terasa hangat. Anak itu sesekali meracau dan terisak pelan. Kazuna berpikir mungkin saja anak bungsunya terlalu lelah dan berakhir demam.
"Ma~" rengeknya manja saat melihat Kazuna ada di sampingnya.
"Ada apa hm?" Kazuna masih saja mengelus surai si bungsu yang sudah lepek karena keringat.
"Mau susu dot." Anak itu memeluk Kazuna. Beginilah jika si bungsu rewel sikapnya akan berubah 180°.
"Hei, kau ini sudah besar, kok masih pakai dot?" Kazuna terkekeh melihat tingkah si bungsu. Remaja enam belas tahun yang masih minta dot benarkah?
"Papa aja minta susu dikasih?, giliran Io nggak dikasih?" Gabrio mulai terisak kembali, karena tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Heh kata siapa?" Kazuna terbelalak kaget mendengar penuturan sang anak.
"Io denger sendiri. Waktu itu Io mau ketemu sama mama tapi nggak sengaja denger papa minta susu." Anak itu berhenti sejenak untuk mengambil napas karena masih sesenggukan.
"Lalu?" tanya Kazuna penasaran akan kelanjutan dari cerita Victor minta susu.
"Ya nggak ada lanjutannya, kalo lanjut Io nabrak!" Gabrio menjawab dengan ketus.
Astaga ternyata gara-gara ini anaknya minta susu?, tidak pahamkah apa yang dimaksud susu oleh Victor tidak sama dengan susu yang diminta Gabrio?
Sial, otak anaknya tidak suci lagi, ini semua gara-gara Victor yang lalai untuk mengunci pintu!
"Ada apa ini?" Suara bariton itu memecah suasana. Victor tengah berdiri di ambang pintu menatap istri dan anaknya.
Kazuna menatap Victor sengit, untung saja waktu itu Gabrio tak paham tentang obrolan mereka. Ingatkan ia untuk menggorok suaminya jika sampai anak bungsunya tidak polos lagi karena keteledoran sang suami!
"Hangat, kerumah sakit saja," ucap Victor namun ditolak mentah-mentah oleh sang anak.
"Nggak, aku nggak papa kok!" Gabrio paling tidak suka jika tangannya di tusuk-tusuk jarum, sakit rasanya tau nggak sih.
"Hahh...lalu sekarang?" Victor menatap istrinya yang terlihat garang?
"Ada apa denganmu?" tanya Victor saat tak mendapat sahutan dari istrinya. Apa ia melakukan kesalahan?
"Gendong~" Gabrio merentangkan tangannya ke arah Victor berdiri, sedangkan Victor yang peka langsung mengangkat tubuh sang anak.
"Mau susu," ucap Gabrio lirih.
Tanpa menjawab Victor menatap Kazuna sebagai kode agar segera membuatkan susu untuk si bungsu.
♧♧♧
"Tuan, dia mulai melakukan pergerakan, meskipun belum terbilang cukup berdampak bagi kita."
"Aku tahu ia akan melakukan perlawanan."
Pria yang berstatus tangan kanan itu membawakan informasi yang sudah ia duga akan segera terjadi. Orang itu pasti akan merebut apa yang ia inginkan. Pria dengan ambisi gila!
"Lalu bagaimana dengan wanita gila itu?"
"Wanita itu masih hidup sampai detik ini, setelah kejadian lima tahun yang lalu hampir menewaskannya," ucapnya.
"Kuat juga nenek gila itu, bahkan aku harus kehilangan keponakan ku karena ulah suaminya itu!" geramnya menahan amarah saat mengingat kilas balik.
"Bagaimana dengan Wilder?, apa yang telah dilakukannya?"
"Tuan Wilder berhasil membalaskan dendamnya kepada anak perempuan wanita itu."
"Lalu?" tanyanya untuk mengulik lebih dalam kasus yang tidak ada ujungnya ini. Dendam lama yang terus berlanjut.
"Tuan Wilder bermaksud untuk membunuh keluarga kecil itu, namun dari kejadian itu hanya anak dari wanita gila itulah yang tewas di tempat."
"Sedangkan menantu dan cucunya masih hidup hingga saat ini."
Haish, kenapa hanya satu yang mati?, bukankah jika semua mati akan memudahkannya untuk menghancurkan keluarga wanita gila itu?
"Awasi terus pergerakan Wilder, jangan sampai terlewatkan sedikitpun," ucapnya diangguki oleh sang tangan kanan.
"Baik tuan Jerdan." Setelah itu ia pamit undur diri dari hadapan sang majikan.
"Hah, sampai kapan ini akan berlanjut?" ucapnya menghela nafas kasar.
"Dasar pak tua sialan!"
💜
KAMU SEDANG MEMBACA
AVIOTHIC
Teen FictionMencari kebebasan yang tak pernah ia dapatkan, seorang remaja yang terjebak didalam sangkar emas buatan keluargannya sendiri. Bisakah mereka mengerti akan dirinya yang haus akan kebebasan?, cukup selama ini ia diam dengan segala aturan yang diberika...