Part 24 : secuil pembalasan

317 12 2
                                    

Happy Reading🦁

.



.


.



.

Jajaran mobil hitam itu berhenti di depan megahnya sebuah pagar besi berwarna hitam. Tak lama dari itu jajaran mobil hitam tadi segera masuk kedalam pelataran yang cukup luas.

Keluarlah dua insan yang sedari tadi berada di dalam mobil. Tinggi keduannya sangatlah menyimpang, namun sama-sama memilik perawakan yang gagah.

Beberapa pengawal dan maid turut serta menyambut kedatangan mereka. Seakan angin lalu, mereka hanya melewati tanpa berniat menjawab sapaan.

"Ku rasa ini tak semudah yang dibayangkan."

"Kau ragu?"

"Entahlah, aku hanya takut sesuatu buruk terjadi."

Lelaki bersurai hitam mendongak kepada lawan bicaranya yang lebih tinggi ketimbang dirinya. Mata itu mengingatkan akan sosok wanita cantik yang bersedia membawa dirinya kemanapun selama sembilan bulan.

"Kau mengingatkan ku padanya." Remaja bersurai hitam itu menghela napas lesu  Bayang-bayang dimana dirinya menyaksikan kejadian malam itu masih saja tertanam didalam memorinya.

"Aku hanya tidak ingin membunuh seseorang."

Remaja itu mendongak menatap sosok lelaki yang berstatus sebagai Kakaknya. Terlihat kobaran amarah yang terpancar dari mata elangnya.

"Membunuh atau terbunuh." Bisiknya.

Remaja bersurai hitam itu hanya diam melihat kakaknya semakin menjauh. Ia merenungi ucapan lelaki itu, membunuh atau terbunuh?
Hatinya bimbang, haruskah ia menentang sosok kakak yang disayanginya atau?, ahh ia bingung sekarang.

"Luca." Panggilan itu membuatnya menoleh dan mendapati lelaki yang menjadi figur sosok ayah kedua baginya.

"ABANG." Teriaknya senang. Segera ia berlari dan berakhir digendongan abangnya itu.

"Kenapa datang tidak bilang-bilang?" Anak itu merasa dibohongi. Abangnya ini bilang jika tidak akan pulang seminggu kedepan karena tugas yang diberikan ayahnya. Dan sekarang?

"Hahaha..maaf ya."

"Belikan aku lego dulu baru ku maafkan." Anak itu dalam mode ngambek ada maunya.

"Sejak kapan kau tertarik dengan mainan itu, hm?" Pipi anak itu melar seperti moci karena tangan abangnya itu menarik-narik pipinya.

"Iwshh sakitt!" Pekiknya tidak terima.

"Huhh aku melihat temanku memainkan lego miliknya."

"Hmm."

"Hmm, apa dulu nih?" Remaja yang dipanggil Luca tadi turun dari gendongan abangnya dan menatap garang dengan tangan bersedekap didepan dada.

"Lain kali oke." Lelaki itu hanya mengusak rambut Luca yang terasa lembut ditangannya.

"Abang~" Rengek anak itu saat sosok abangnya pergi meninggalkannya.

.



.


.

"Eunghh." Lenguhan itu terdengar lirik, namun masih saja bisa didengar oleh Xavier.

"Gabrio?"

Perlahan namun pasti anak itu mulai membuka mata dan pandangannya meliar. Tatapannya jatuh kepada Xavier yang duduk di samping ranjangnya.

AVIOTHICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang