Part 38: kesepakatan

151 9 0
                                    

Happy Reading🎃



























































































Hati-hati Typo ⚠️




Xavier baru saja selesai menjadi pengawas dadakan kedua adiknya. Kini ia merebahkan diri di karpet berbulu di ruang keluarga, akhir-akhir ini tubuhnya terasa mudah lelah, mungkin karena jadwal latihan yang di buat Papa nya terlalu padat.

Hampir saja ia jatuh ke alam mimpi namun mendadak gagal karena suara bising yang tak lain adalah suara kedua adiknya. Bolehkah ia marah? Dengan rasa dongkol akhirnya ia terpaksa kembali membuka mata dan mendapati Gabrio dan Brannen sedang main kejar-kejaran.

"GABRIO MENJAUHLAH DARIKU!" Teriak Brannen melengking bak anak gadis yang tentunya menghilangkan kesan jantannya. Anak itu terus saja berlari untuk menghindari sepupu laknatnya yang membawa ulat bulu yang menempel di sebuah ranting pohon.

"Kau takut eh?" Gabrio masih saja mengejar sepupunya yang terlihat seperti ninja hatori, melompat kesana dan kemari.

"Kau duluan yang membawanya padaku!" Faktanya memang Brannen terlebih dulu yang berinisiatif untuk menjahili sepupunya dengan ulat bulu. Ia pikir sepupunya akan berteriak dan menangis, namun siapa sangka ternyata anak itu tidak takut sama sekali. Anggap saja ini sebagai senjata makan tuan.

"Hah...o-oke aku minta maaf. Bu-buang ulatnya!" Brannen berlindung di balik sofa dengan nafas yang terengah. Bayangkan ia lari dari lantai dasar hingga ke lantai dua, naik tangga pula. Pakai lift? Mana sempat.

Mereka begitu fokus hingga menghiraukan sosok yang berbaring disana. Xavier menghela nafas kasar melihat ulah keduanya. Apakah mereka tidak kapok setelah mendapat hukuman? Padahal ini belum genap satu jam setelah mereka mendapat hukumannya tadi.

"Apa kalian ingin kumasukan kedalam kandang peliharaanku?" Xavier berucap pelan namun masih bisa didengar oleh kedua bocah itu.

Sedangkan mereka berdua menoleh ke arah suara itu berasal dan langsung disuguhi pemandangan Xavier yang tengah berbaring di karpet berbulu yang tak jauh dari sofa panjang tempat Brannen bersembunyi.

Gabrio menatap was-was kakaknya, takut tiba-tiba mengamuk karena merasa terganggu. "Eh kok kakak disini?" Xavier hanya berdehem menyahuti pertanyaan sang adik.

"Buang ulatnya!" Titahnya mutlak lalu diangguki Gabrio. Anak itu segera berlari untuk melaksanakan perintah kakaknya. Sedangkan Brannen? Ah anak itu merasa lega karena tidak ada lagi makhluk berbulu yang menurutnya errghh...menggelikan.

"Huh untung ada kakak." Brennen ikut berbaring di sebelah kakak sepupunya. Sepertinya tubuhnya juga perlu diistirahatkan setelah melewati hukuman daddynya ditambah kelakuan usil sepupunya.

"Aku lelah. Adikmu mengejarku dari lantai bawah!" Keluhnya mendramatis.

"Kau yang mengganggunya dahulu kan?" Brennen hanya tertawa mendapati ucapan Xavier.

"Jangan mengganggu jika tidak ingin diganggu." Itulah kalimat terakhir sebelum Xavier memutuskan untuk menyelami alam mimpinya.

♧♧♧

Tak banyak orang yang tahu tentang dunia bisnis yang bisa menghalalkan segala cara untuk meraih kesuksesan yang pastinya diinginkan oleh semua orang. Mereka akan melakukan apapun agar bisa terlihat lebih baik dari yang terbaik agar bisa mendapat sebuah pengakuan dari orang lain.

AVIOTHICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang