Empat

75 8 0
                                    

Mobil sedan hitam metalik yang dikendarai Bodyguard Jeon telah terparkir dengan aman di tepi Sungai Han yang sangat sepi dari lalu lalang. Tempat ini menjadi tempat yang sangat tepat untuk Ji Na bisa menjeritkan tangisannya sepuas yang ia bisa dari dalam mobil. Persisnya di bawah sebuah ujung dari jembatan yang melintas di Sungai Han tersebut, tempatnya sangat sepi dan jarang dilalui oleh kendaraan. Di sini, di tempat yang paling nyaman untuk Ji Na menyendiri, ia menangis sederas-derasnya dari dalam mobil.

Wanita itu mencengkram setir mobil dengan kedua tangannya, sementara wajahnya ia sembunyikan dalam-dalam di atasnya. Setidaknya dengan begitu, jerit tangisnya agak meredam. Sehingga, Ji Na bisa meluapkan segala emosinya yang ia tahan sejak di rumah Lee Jong Wook tadi.

Rasanya menyesakkan sekali dalam dadanya. Ji Na hampir sudah tidak tau lagi bagaimana perasaannya saat ini saking campur aduknya. Ia marah pada Lee Jong Wook. Ia benci pada hidupnya yang segala rupanya diatur oleh Lee Jong Wook. Ia sedih karena ia tidak memiliki satu aktivitas pun yang bisa ia lakukan dengan pilihannya sendiri. Semua pasti melibatkan Lee Jong Wook. Bahkan, terkait profesi modellingnya. Ji Na pernah benar-benar berdebat parah luar biasa sampai Lee Jong Wook akhirnya mengizinkannya memilih pekerjaan yang ia cintai itu.

Sekarang apa lagi? Huh? Kehidupan percintaan Ji Na juga akan diacak-acak? Lee Jong Wook ingin ikut campur dengan mendesak hati Ji Na untuk mencintai pria yang akan dijodohkan dengannya kelak. Persetan apa ini! Ia bahkan tidak bisa memilih siapa pria yang ingin ia cintai.

"Dad," Ji Na terisak hebat memanggil Ayahnya. "Daddy," panggilan ini terkhusus Ji Na tujukan untuk Ayah Sungguhan baginya.

Untuk Archard Ludwig. Sejatinya merupakan sepupu dari Ibu Kandung Ji Na, yaitu, Hwang Ye Seul. Tapi, bersama Ludwig lah Ji Na dibesarkan, dirawat penuh cinta, dan bisa merasakan kasih sayang seorang Ayah yang sesungguhnya. Bagi Ji Na, Ludwig adalah Ayahnya. Bukan Lee Jong Wook. Tapi, Archard Ludwig, Pria kelahiran Jerman yang membesarkan Ji Na di Jerman.

Tapi, lagi-lagi, kebebasan Ji Na untuk bersama Ludwig pun direnggut oleh Lee Jong Wook. Ia dilarang untuk bisa menemui Ludwig sebebas yang ia mau. Ia dilarang datang ke Jerman sebebas yang ia mau. Ia harus mendapat persetujuan Lee Jong Wook. Dan, sejak satu tahun yang lalu, Ji Na bahkan tidak tau bagaimana keadaan Ludwig. Nomor ponsel Ludwig diblokir dari nomornya, yang artinya, akses untuk menghubungi Ludwig benar-benar diputus total oleh Lee Jong Wook.

Padahal, di saat-saat terpuruk seperti ini, Ji Na sangat membutuhkan pelukan Ludwig. Ia rindu Daddy nya. Ia rindu Ludwig. Ia ingin memeluk Ludwig seerat mungkin seperti tahun lalu.

*

Pria kekar dengan jaket kulit yang telah tersampir di lengannya itu sudah berdiri⸺dan bersandar⸺pada daun pintu mobil sedan tersebut sekitar satu setengah jam yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria kekar dengan jaket kulit yang telah tersampir di lengannya itu sudah berdiri⸺dan bersandar⸺pada daun pintu mobil sedan tersebut sekitar satu setengah jam yang lalu. Bodyguard Jeon memantau di lingkungan sekitar sambil melipat kedua lengannya ke atas dadanya; lebih tepatnya menunggu kedatangan seseorang yang memberinya kabar sekitar satu setengah jam yang lalu. Tapi, tidak ada yang melintas di sana.

Bodyguard Jeon akhirnya menolehkan kepalanya ke arah mobil sedannya. Melalui kaca depan mobil tersebut, terlihat bahwa Hwang Ji Na masih begitu terpuruk dan menangis sejadi-jadinya di dalam mobil.

Iba sekali melihatnya. Bodyguard Jeon sangat ingin masuk, menenangkan Ji Na layaknya teman untuknya. Tapi, wanita itu melarangnya. Ji Na tidak ingin Bodyguard Jeon terlibat terlalu banyak mengenai masalah yang wanita itu hadapi. Karena,⸺kata Ji Na⸺semakin Bodyguard Jeon mengetahui lebih dalam tentang apapun yang Ji Na alami, maka semakin besar juga peluang bahaya yang mengancam nyawanya. Kata Ji Na pada Bodyguard Jeon dulu,

"Jung Kook-ah, aku tidak punya orang lain lagi yang bisa kupercaya di rumah ini selain Jeno dan dirimu. Tolong batasi keterlibatanmu padaku. Jangan terlalu dalam peduli padaku. Karena, aku tidak ingin kehilangan dirimu. Kumohon, cobalah untuk tidak peduli padaku. Karena dengan begitu, kau akan tetap hidup menjadi Jeon Jung Kook yang seperti ini."

Bodyguard Jeon menghela nafas panjang dan berat mengingatnya. Ia tau, perasaannya ini tak seberat perasaan yang Ji Na alami hari-harinya.

"Aku kasihan padamu, Nona. Kau harus pergi dari kehidupan seperti ini," keluh Bodyguard Jeon sangat pelan.

BRAK!

Suara pintu mobil yang ditutup dengan keras pun mengacaukan lamunan Bodyguard Jeon. Pria itu menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Lee Jeno tengah berlari ke arahnya dari arah mobil suv biru tua milik Ji Na.

"Bodyguard Jeon," panggil Jeno akrab setibanya ia di hadapan Bodyguard Jeon.

"Jeno-ya," Bodyguard Jeon pun membalas sapaannya sangat akrab. "Nona Hwang ada di dalam mobil," infonya sambil bergeser, memberikan akses pada Jeno untuk bisa masuk ke dalam mobil dan membantunya menenangkan Ji Na.

Jeno mengangguk dengan helaan napas lega. "Terima kasih, Hyung," ucapnya sambil menepuk lengan Bodyguard Jeon. "Kumohon, tunggulah sebentar lagi sampai Ji Na Noona bisa kuajak pergi bersamaku."

Bodyguard Jeon menyanggupi dengan anggukan kepalanya.

"Tunggulah di mobil Noona," Jeno menyodorkan kunci mobil Ji Na pada Bodyguard Jeon.

"Tidak, Jeno. Aku akan menjaga kalian di sini," tolak Bodyguard Jeon.

"Kalau begitu, baiklah."

Jeno pun mengetuk dua kali kaca mobil Ji Na sebelum ia membuka pintu mobilnya.

*

"Jeno,"

Ji Na terisak saat Jeno memasuki mobil sedan hitamnya. Sang Adik duduk di kursi yang berada di balik kemudi dan segera menutup pintu mobilnya kembali. Pria itu melepaskan topi hitamnya, lantas merentangkan kedua tangannya untuk Kakaknya.

"Sudah kuduga, Noona pasti di sini," tutur Jeno lembut.

Ji Na pun tak bisa merespon apapun lagi selain mengencangkan jerit tangisnya. Ia segera beranjak dari tempat duduknya, bergeser ke pangkuan Jeno dan memeluk Sang Adik erat-erat.

"Jeno-ya~" jerit Ji Na terluapkan.

"Ya, Noona. Aku di sini."

Jeno membuka jaket kulitnya, mendekap Ji Na ke dalam selimutan jaket kulitnya dengan erat. Tangannya bergerak mengusap punggung Sang Kakak penuh kasih sayang. Bagi Jeno, Ji Na adalah lebih dari segalanya. Dibanding Ayah dan Ibunya yang kerap kali membuat hidup Sang Kakak lebih banyak terpuruk daripada bahagianya, percayalah, Jeno pasti akan lebih memilih untuk membela Ji Na mati-matian dibanding orang tuanya sendiri.

Pelukan erat Jeno. Kedua lengan kekar pria itu yang melingkar di sekitar Ji Na membuatnya merasa begitu aman bisa meluapkan tangisannya tanpa khawatir. Merasakan betapa halusnya usapan tangan Jeno di kepalanya, Ji Na sadar bahwa, setidaknya ia masih punya Jeno dan pelukan nyaman pria ini.

"Jeno, aku mau menginap di basecamp Dream malam ini."

Jeno mengangguk, menyetujui permintaan Ji Na tanpa perdebatan. Meskipun sebenarnya, ia baru saja mengambil mobil suv Ji Na dari basecamp Dream. Tapi, ia setuju akan mengantarkannya kembali jika Ji Na merasa ia perlu menenangkan diri di tempat itu.

"Kita akan ke sana setelah Noona tenang," Jeno mengeratkan pelukannya, membiarkan kepala Ji Na bersandar nyaman di bahunya.

#Author's Area :

Yorobbbbuuunn~

Mian, chapter ini harus pendek dulu.

Kita next di chapter selanzutnya segera!

Capcus!

DESIRE : EMOTIONALLY MANIPULATIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang