Dua Belas

85 8 0
                                    

Sore berganti malam. Di tengah ruang makan kali ini suara yang dominan terdengar adalah suara peraduan peralatan makan dari ketujuh pria yang menduduki kursinya masing-masing. Tak ada obrolan sama sekali. Suasana cukup hening dan menegangkan sejak keputusan untuk mengasingkan Mark dan Hae Chan ke sebuah paviliun yang masih berada di area rumah megah itu diketahui oleh seluruh anggota. Meskipun sejatinya Jae Hyun tak menghukum Mark dan Hae Chan sesadis dugaan mereka semua. Tapi, situasi makan malam kali ini terasa cukup berbeda dibanding biasanya.

Di tengah kegiatan makannya, Tae Yong diam-diam gelisah. Pria itu beberapa kali memeriksa ke arah ambang ruangan makan dengan ruang tengah. Ia menunggu kedatangan Bibi Hong yang ditugaskan untuk mengirimkan makanan⸺yang ke sekian kalinya⸺ke ruang tahanan bawah tanah; tempat Ji Na berada. Ia khawatir. Berbekal pesan sebuah surat dari Mark yang sampai saat ini masih ia simpan dengan baik untuk Ji Na, Tae Yong merasa ia memiliki tanggung jawab untuk memastikan keadaan Ji Na baik-baik saja.

"Doryeonim," Bibi Hong kembali. Wanita paruh baya itu berdiri di sisi kursi Jae Hyun dengan nampan berisi makanan yang masih utuh di tangannya.

"Bibi Hong," Tae Yong menyerobot tak sabaran. "Ji Na masih tidak mau makan sesuatu?" tanyanya khawatir.

Bibi Hong memberikan jawaban berupa gelengan kepala yang lemah. "Saya khawatir, Lee Doryeonim. Kondisi Hwang Agashi agak pucat dan suhu tubuhnya cukup tinggi. Tapi, ia tidak mau makan sesuap pun sejak kemarin."

"Biarkan saja, Bibi Hong. Nanti aku yang urus⸺"

"⸺Tidak." Tae Yong menyelak dengan tegas. Ia bahkan menunjukkan ketidaksetujuannya sambil beranjak berdiri dan membuat seluruh kepala menoleh ke arahnya. "Aku sudah cukup muak karena kau mengabaikan perintahku untuk membebaskan Mark, Hae Chan dan Ji Na dari ruang tahanan. Aku tidak menentangmu yang seenaknya memindahkan Mark dan Hae Chan ke paviliun dan melarang mereka berdua bertemu dengan Ji Na. Tapi, aku tidak bisa diam saja mulai sekarang!"

Jae Hyun diam saja. Namun, kedua tatapannya begitu tajam menantang Tae Yong.

"Aku tidak akan meminta persetujuanmu dan akan bawa adikku ke sini untuk merawat Ji Na," ancaman Tae Yong pun diselesaikan tuntas dengan satu titah tegas yang ia arahkan pada Seo Johnny, "Get Strawberry over here."

Saat Johnny beranjak dari duduknya untuk segera mematuhi perintah Tae Yong, Jae Hyun tau-tau menyerobot.

"Sit down, Johnny Seo!" titah Jae Hyun melawan.

"I'm sorry, Jae Hyun. But, Tae Yong was right. We should end the punishment for Ji Na and start the next step against Lee Jong Wook. So, this problem will be solved quickly," Johnny menepuk bahu Jae Hyun sejenak, "Aku rindu hidup damai, Jae Hyun. Aku ingin mempertahankan keluarga kita agar tetap utuh. Maaf, tapi langkah ini harus kuambil."

Jae Hyun mengepalkan kedua tangannya di atas pangkuannya selepas Johnny pergi. Pria itu tersinggung saat satu-persatu temannya mulai bergerak mengkhianatinya dan malah berada pada haluan yang sama dengan Ji Na.

"Kuharap kau merenungi tingkahmu, Jae Hyun. Sebelum kau menghancurkan dirimu dan menghancurkan keluarga ini," Tae Yong berpesan sangat serius sebelum ia ikut mengambil langkahnya meninggalkan ruang makan.

*

TOK...TOK...

Kamar tahanan Ji Na sebenarnya sudah berhasil terbuka oleh kunci yang Tae Yong bawa di tangan kanannya. Namun, Tae Yong tak bisa mengindahkan etika yang tetap harus ia terapkan pada Ji Na sebagai pemilik kamar.

"Hwang Ji Na-ssi, em...aku Tae Yong. Aku membawakanmu makan malam," Tae Yong berujar dengan nampan berisi makanan yang ada di tangan kirinya. Ia memberikan informasi mengenai keberadaannya pada Ji Na sekaligus meminta izin.

DESIRE : EMOTIONALLY MANIPULATIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang