Empat Belas

87 7 2
                                    

Ji Na mengernyitkan dahinya saat kedua kelopak matanya masih terasa begitu lengket dengan kantuk. Ia merasa sesuatu yang halus dan hangat tengah membungkus tangan kanannya. Jemarinya bahkan tak bisa bergerak bebas karena tertahan oleh sesuatu. Rasa penasarannya yang lebih besar dari rasa kantuknya pun membuat kelopak mata Ji Na akhirnya terbuka.

Jantung Ji Na seperti berhenti selama sepersekian detik begitu kedua netranya menangkap sosok Jae Hyun. Pria itu tertidur dengan posisi terduduk di atas kursi, badannya ia rebahkan sebagian ke atas ranjang⸺berada persis di sisi Ji Na⸺dan, tangan kekarnya terulur menggenggam erat tangan kanan Ji Na.

Ji Na beranjak duduk dengan gerakan sangat perlahan. Ia tak ingin gerakannya mengusik tidur nyenyak Jae Hyun. Dari jarak dekat, darah Ji Na berdesir aneh begitu ia mendapati sosok Jae Hyun yang tertidur begitu tenang di sampingnya. Tak ada guratan menyeramkan seperti biasanya. Ekspresi pria itu sangat lembut, tampan bak pangeran yang sedang tertidur pulas di tengah aktivitasnya menjaga pasangannya. Ji Na merasa seperti itu; seperti dilindungi.

Toh, genggaman halus tangan Jae Hyun pada tangan Ji Na rupanya memang sangat membantunya untuk tidur dengan nyenyak dan tenang. Entah sudah berapa lama ia tertidur, yang jelas, penat di tubuhnya sirna sangat puas.

"Aku haus,"

Ji Na bergumam sangat pelan. Tenggorokannya terasa sangat kering dan butuh dibasahi oleh air mineral.

Wanita itu pun bergerak, perlahan melepaskan genggaman tangan Jae Hyun dari tangannya. Dengan tenaga dan kekuatan seadanya yang Ji Na bisa, ia menuruni ranjang dan berjalan terpincang-pincang ke luar kamar milik Jae Hyun.

Setelah beberapa hari di sekap di rumah ini, baru detik ini Ji Na mengetahui betapa mewah dan luasnya rumah ini. Dekorasinya menawan tanpa figura foto atau semacamnya yang biasanya sangat normal berada di dalam rumah. Namun, di rumah megah ini, entah kenapa rasanya kosong sekali.

"Seingatku, mereka ramai sekali kemarin," Ji Na bergumam, menyinggung perihal anggota mafia ini yang menyekapnya kemarin. "Kenapa tidak ada orang?"

Hati Ji Na juga agak gelisah lantaran ia tak tau di mana Mark dan Hae Chan berada. Entah pada siapa Ji Na akan meminta bantuan.

Dengan usaha yang cukup ekstra Ji Na kerahkan untuk melangkah sekuat tenaga, akhirnya kedua kakinya membawanya tiba ke area dapur. Wanita itu meraih satu gelas dan mengisinya dengan air mineral dari lemari pendingin. Air mineral dingin itu baru sebagian masuk ke tenggorokkan Ji Na, namun suara nyaring alarm tiba-tiba berbunyi sangat nyaring.

KRIIIIINGGGGG!!!!!!

Ji Na meletakkan gelasnya asal. Ia menegakkan tubuhnya, menolehkan kepala ke sekitar dengan waspada. Tubuhnya seolah mengenali bahwa alarm itu kemungkinan alarm tanda bahaya. Saraf pada tubuhnya sontak menyuruh Ji Na untuk bergerak, pergi meninggalkan tempat itu dan kembali ke dalam kamar Jae Hyun⸺tempat yang Ji Na rasa sangat aman saat ini.

SRET!

Namun, kecepatan Ji Na jelas tak mampu membuat tubuhnya melesat secepat kilat untuk kembali ke kamar Jae Hyun. Wanita itu lebih dulu ditangkap oleh dua pria bertubuh tinggi kekar yang mencengkram tangan kanan dan kiri Ji Na masing-masing.

"Lepas!" Ji Na meronta. "Argh! Kalian siapa?!" Wanita itu memekik kesakitan lantaran kedua pria tersebut menyeret tubuhnya dan membuat kaki kirinya yang luka itu terseret tanpa kendali.

"Jangan berisik, Nona Lee. Kita tidak punya waktu!" seorang pria itu menyahut, membentak Ji Na dengan nada yang ia tekan begitu rendah agar tidak terdengar oleh seisi rumah.

Di detik itu, Ji Na mengetahui bahwa kedua pria ini pasti adalah pengawal suruhan Lee Jong Wook. Wanita itu menatap horor satu-persatu pengawal pria itu. Kemudian, meronta semakin hebat.

DESIRE : EMOTIONALLY MANIPULATIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang