Lima

90 10 7
                                    

Basecamp Dream terbilang tidak cukup megah dibanding rumah Keluarga Lee Jong Wook. Bahkan sangat kalah jauh. Tempat berkumpulnya anak-anak sepantaran Jeno itu sebenarnya bekas bengkel otomotif mobil yang kemudian dibeli untuk dijadikan basecamp mereka. Bengkel itu kemudian disulap, direnovasi sehingga memiliki ruangan tersendiri yang sangat nyaman untuk mereka semua bisa tidur dan sesekali menginap di sana. Meskipun begitu, basecamp itu jauh lebih layak disebut rumah bagi Ji Na. Tempat itu jauh lebih nyaman dibanding rumah megah Keluarga Lee Jong Wook.

Mobil suv biru tua yang dikendarai oleh Jeno segera melanjutkan lajunya memasuki basecamp tersebut ketika seorang temannya membantunya membuka folding gate besi itu untuk kedatangan Jeno. Park Ji Sung, segera menutup kembali folding gatenya ketika mobil suv Jeno berhasil terparkir masuk di dalam basecamp luas tersebut; berjajar dengan dua mobil sport lainnya yang ada di dalam.

Ji Na dan Jeno menuruni mobilnya bersamaan dan segera disambut oleh Ji Sung dan Renjun dengan senyum hangat.

"Ji Sung-ah, Renjun-ah," Ji Na tersenyum lebar meskipun kedua mata sembabnya tidak bisa ditutupi.

"Apa yang Lee Jong Wook lakukan padamu, Noona?" Renjun tiba lebih dulu dari Ji Sung. Pria itu langsung melontarkan amukannya sambil mengusap kedua mata Ji Na yang sembab. Sorot matanya menyiratkan amarah yang tak terbendung, sudah jelas pasti Jeno sudah menceritakan kejadian sebelumnya pada mereka.

"Aku tidak perlu mengulang ceritanya lagi, kan, Renjun-ah?"

"Geurae. Kita sudah dengar dari Jeno Hyung," sambar Ji Sung dari arah belakang Renjun, bergabung dengan Ji Na dan Jeno dengan ekspresi khawatir.

Ji Na memilih untuk melebarkan senyumnya saat menatap ekspresi khawatir Ji Sung. Ia tak ingin memperpanjang masalah dan memilih untuk mengalihkan topik.

"Di mana yang lain?" tanya Ji Na sembari melanjutkan langkahnya semakin memasuki ruangan.

"Hanya ada Chenle dan Jae Min," jawab Renjun. "Mereka sibuk beradu tembak di belakang."

Ji Na menoleh sambil mengernyitkan dahi. "Mark dan Hae Chan tidak muncul lagi?"

Renjun memberikan jawabannya berupa gelengan kepala. "Kau tau, mereka memang yang paling sibuk di antara kita semua, kan, Noona. Jangan pernah heran lagi dengan ketiadaan mereka berdua. Karena, kami pun tidak tau."

Ji Na terkekeh mendengar respon Renjun yang agak sewot. Pria itu memang terkadang seperti itu, dan itu sangat natural mengalir pada darahnya.

Jeno, Ji Sung dan Renjun mengisi sofa yang berada di tengah basecamp tersebut. Sebuah ruangan yang ditata senyaman mungkin dengan beberapa perangkat PC gaming, satu kasur berukuran besar, dua bean bag, satu televisi berukuran sedang, dan bahkan satu meja berisi full makanan dan snack ringan. Sementara, Ji Na memilih untuk melanjutkan langkahnya hingga ke ruangan kedap suara yang dijadikan arena tembak.

Saat Ji Na memasuki arena tembak tersebut, terdengar suara pistol tembak yang saling bersahutan. Wanita itu segera menutup pintunya dan melangkah semakin dalam. Ia mendapati Chenle dan Jae Min yang tengah beradu tembak pada papan sasaran yang berada beberapa meter di hadapan mereka.

DOR!

Satu tembakan terakhir ditutup oleh Chenle. Pria itu memekik nyaring sambil melepaskan penutup telinganya saat meledek Jae Min.

"Siapa yang menang?" tanya Ji Na yang berhasil membuat kedua pria itu menoleh ke arahnya.

"Noona?"

"Eo, Ji Na Noona?"

Keduanya terheran bersamaan. Ji Na bisa menebaknya, sepertinya keduanya masih sibuk beradu tembak saat Jeno bolak-balik ke basecamp ini tadi.

"Kapan kau datang?" Chenle langsung bergerak menghampiri Ji Na. Ia mengulas senyum sangat lebar.

DESIRE : EMOTIONALLY MANIPULATIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang