Dua Puluh Sembilan

115 8 5
                                    

#Author's Area :

Ekhm, pengumuman bahwa chapter ini akan lumayan (sangat) panjang. Jadi, siapkan jempolnya untuk vote dan absen di komen terlebih dahulu~

Sudah?

Silahkan DESIRE nya~

♡♡♡

Swiss begitu identik dengan pemandangan hijau di mana-mana. Setibanya Ji Na dan Jae Hyun di Bandara Internasional Zurich, mereka langsung disambut dengan udara yang begitu sejuk dan segar mengisi paru-parunya. Negara ini mungkin menjadi tempat yang paling cocok untuk beristirahat. Seolah tak hanya kedua mata yang beristirahat dengan pemandangan yang begitu cantik sepanjang penjuru. Namun, juga paru-paru yang bisa istirahat dari kotornya udara di Korea.

Setelah sekian lama 'ditawan', ini menjadi perjalanan pertama Ji Na ke luar negeri. Jangan heran jika sepanjang perjalanan, senyum Ji Na naik begitu tinggi. Hormonnya berada pada level paling rileks sepanjang masa. Ia duduk di samping kemudi; tempat Jae Hyun mengemudikan mobilnya, dan sibuk menikmati seluruh tubuhnya dengan udara dan pemandangan yang luar biasa indah di Swiss.

"Swiss sangat cantik, kan?"

Ji Na menoleh ke arah Jae Hyun. Senyumnya yang semula begitu tinggi pun mendadak turun perlahan-lahan begitu netranya bertemu dengan ekspresi kaku Jae Hyun. Ia agak tak enak hati. Serta, khawatir berlebihan mengenai Jae Hyun.

Pasalnya, sejak keberangkatan mereka dari Korea ke Swiss, tak ada senyum sedikit pun di wajah Jae Hyun. Guratan wajahnya terlihat kaku. Sorot matanya yang biasanya sangat dalam juga berubah menjadi sendu. Bibir Jae Hyun juga belum mengucapkan sepatah kata pun sejak mereka tiba di Bandara Zurich sampai mengemudikan mobilnya menuju Kota Diessenhofen.

Jae Hyun terlihat terlalu serius mengemudikan mobilnya menuju sebuah tempat di Kota Diessenhofen. Entah apa yang ada di dalam benak pria itu, yang jelas, Jae Hyun tak mengajak Ji Na mengobrol sama sekali.

Hal itu agak memberatkan hati Ji Na. Ia seolah menjadi wanita jahat karena menjadi satu-satunya orang yang bahagia sendirian. Ia tau, Jae Hyun tengah tertekan akan sesuatu. Tapi, ia tak tau apa 'sesuatu' itu.

Apa dia menyesali sesuatu? batin Ji Na memulai banyak spekulasi negatif yang membuatnya overthinking.

Mungkin saja, kan, Jae Hyun merasa menyesali keputusannya telah membawa Ji Na pergi ke Swiss bersamanya? Mungkin saja, Jae Hyun baru menyesali keputusan itu saat pesawat yang mereka tumpangi lepas landas.

"Jeff," Ji Na memanggilnya dengan nada paling lembut yang keluar dari mulutnya. Ia khawatir, suaranya akan menyakiti Jae Hyun.

Tangan wanita itu terulur, menggenggam tangan kekar Jae Hyun yang menganggur.

Meski begitu, tak ada respon balasan dari Jae Hyun. Pria itu tak membalas genggaman tangan Ji Na. Tidak juga menolehkan kepalanya sama sekali ke arah Ji Na. Ia fokus ke depan kemudi.

Ke mana perginya senyum Jae Hyun?

Senyum pria itu tersungging terakhir kali persis setelah mereka bercinta sebelum berangkat. Itu terakhir kalinya.

Lagipula, tujuan keberangkatan mereka ke Swiss pun tidak secara terang-terangan disampaikan oleh Jae Hyun. Ji Na tak tau, apakah Jae Hyun benar akan membuatnya bertemu dengan Ludwig di sini? Atau, ada tujuan lain yang Jae Hyun sembunyikan?

Jae Hyun mendadak terlalu misterius hari ini. Pria tampan itu belum membuat kedua mata seksinya untuk menatap Ji Na sama sekali. Ia lebih banyak mengabaikan Ji Na.

DESIRE : EMOTIONALLY MANIPULATIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang