Sudah tiga minggu sejak kepulangan Ji Na dan Jae Hyun dari Swiss. Tak banyak yang berubah, selain sikap Jae Hyun yang semakin manis. Rasa-rasanya seluruh penghuni rumah mulai menyadari sikap hangat Jae Hyun yang muncul perlahan-lahan pada mereka. Artinya, ini perubahan yang sangat baik.
Sudah tiga minggu belakangan ini juga kondisi tubuh Ji Na agak naik turun. Ia kerap merasakan tubuhnya tiba-tiba limbung karena pasokan oksigen yang tiba-tiba menipis di sekitar Ji Na. Atau, jantungnya tau-tau berdebar lebih kencang dari biasanya. Atau, asam lambungnya terasa naik dan membuat perutnya terasa penuh hingga mual ingin muntah. Gejala-gejala itu hilang - timbul, tak begitu Ji Na hiraukan.
Namun, berita baiknya adalah di tengah seluruh gejala yang hilang - timbul itu, kualitas tidur Ji Na tak terusik sama sekali. Justru ia bisa tidur lebih nyenyak dari biasanya. Ia bisa tidur lebih cepat dari biasanya. Bahkan, Ji Na terkadang tak begitu membutuhkan bantuan Jae Hyun lagi untuk tidur. Setiap Jae Hyun menyusulnya ke kamar, wanita itu sudah terkapar nyenyak di atas ranjang.
Seperti semalam, usai bercinta Ji Na langsung tertidur nyenyak dalam dekapan Jae Hyun. Hingga pagi ini, ia bisa membuka matanya sambil merenggangkan tubuhnya dengan rasa sangat puas.
Tangan wanita itu menggerayang ke sisi ranjang. Ia mencari keberadaan Jae Hyun. Namun, sisi bagian Jae Hyun terasa sangat kosong. Ji Na pun menoleh dan mendapati benar adanya bahwa Jae Hyun sudah tak ada di ranjang bersamanya. Kebiasaan Jae Hyun yang selalu menghilang setiap pagi pun masih belum berubah.
“Huh?”
Ji Na mengernyitkan dahi sambil melempar kepalanya kembali ke bantal empuknya. Ia berusaha mengingat apakah Jae Hyun berpamitan padanya atau hanya mimpinya belaka.
Bersamaan dengan kantuk Ji Na yang mulai hilang, ingatan pamitan Jae Hyun padanya tau-tau terputar di kepalanya. Tadi pagi, sepertinya waktu masih menunjukkan dini hari.
Jae Hyun sudah berpakaian rapi dengan setelan jas dan tatanan rambut komanya. Sambil memasang jam tangan di pergelangan tangan kirinya, pria itu menoleh ke arah ranjang. Senyum Jae Hyun terulas tipis memperhatikan Ji Na yang masih tertidur nyenyak di balik selimut tebal yang menutupi tubuh telanjangnya.
Perlahan, Jae Hyun menghampiri ranjang. Ia duduk di belakang Ji Na. Tangannya mengusap lembut lengan Ji Na, bermaksud untuk membangunkan wanita itu sejenak dari tidurnya.
“Babe,”
Jae Hyun hujani punggung telanjang Ji Na dengan ciumannya. Kegiatan membangunkan Ji Na dari tidur mendadak jadi kegiatan yang sulit dilakukan. Wanita itu belakangan ini sangat susah dibangunkan dari tidurnya.
Bahkan, setelah ribuan ciuman yang Jae Hyun ganggu di sekitar tubuh Ji Na, tak ada pergerakan sedikitpun dari wanita itu. Jae Hyun mendengus gemas. Tangannya yang semula hanya mengusap lengan Ji Na pun bergerak menuntut lebih.
“Ji Na,”
Jae Hyun menginterupsi tidur nyenyak Ji Na dengan meremas puncak dada wanita itu agak kuat. Ditambah dengan sesapan sensual yang Jae Hyun layangkan di perpotongan leher Ji Na.
Tindakannya berhasil membuat Ji Na terusik. Wanita itu mendesah lembut lantas menoleh dengan mata mengantuknya melalui bahu.
“Jeff,” panggilnya dengan nada mengantuk dan mata yang tak sanggup terbuka lebih dari 2 detik. Ia memejamkan matanya kembali sambil menyamankan tubuhnya di ranjang.
“Dengar. Aku harus pergi ke Suwon dengan Soo Hwa. Jangan mencariku. Mengerti?” pamit Jae Hyun.
“Mmhh…” Ji Na merespon dengan desahan kecil yang terdengar tak begitu serius. Seolah wanita itu tak dengar sepenuhnya apa yang Jae Hyun sampaikan padanya, dan ia tak peduli karena ia mengantuk luar biasa. Ia bahkan melengos, membawa tubuhnya menjauh dari dekapan Jae Hyun demi melanjutkan kantuknya yang terusik oleh tingkah Jae Hyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE : EMOTIONALLY MANIPULATIVE
Teen Fiction"I don't need a reason to make you mine. When I said, you're mine. That's mean, 'You. Are. Mine'."⸺Jung Jae Hyun. Hwang Ji Na⸺seorang model terkenal⸺jatuh menjadi tawanan dari seorang mafia yang begitu terobsesi padanya; Jung Jae Hyun. Berawal dari...