BONUS 2

68 7 4
                                    

Suara motor sport Jeno berderu kencang dari halaman depan rumah Keluarga Jung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara motor sport Jeno berderu kencang dari halaman depan rumah Keluarga Jung. Derunya bertindak sebagai pemberi pesan isyarat pada kakaknya⸺yang bersikeras meminta Jeno menunggu dia mempersiapkan bekal⸺dengan maksud, 

“Noona, cepatlah sedikit! Aku ada janji dengan teman kelasku!”

Begitu. 

Jadi, pagi ini, di tengah suasana Swiss yang sedang syahdu-syahdunya, Ji Na justru menjadi orang yang paling sibuk mondar-mandir mempersiapkan bekal di tengah jeritan tak sabaran Jeno. 

“Oke!” pekikan nyaring Ji Na⸺yang Jeno tunggu-tunggu⸺akhirnya terdengar bersamaan dengan munculnya wanita itu dari pintu utama rumah. Dengan tas bekal yang sudah siap di tangannya, Ibu Hamil dengan perut buncit yang telah membesar itu berlari kecil menghampiri Jeno yang sudah berada di atas motornya. 

“Noona tidak perlu berlari, aku bisa ditembak Jae Hyun Hyung kalau sampai kau jatuh gara-gara aku!” pekik Jeno melayangkan kekhawatirannya. 

BUG.⸺“Tadi kau yang minta aku  buru-buru, huh!” Ji Na terengah. Sambil menyentuh dadanya, ia mengatur nafasnya sejenak. “Ini. Aku tidak terima bekal ini kembali dalam keadaan utuh, ataupun tersisa satu butir pun.”

“Seharusnya tak usah repot-repot menyiapkan aku bekal,” meski menggerutu, Jeno tetap menerima uluran tas bekal dari Ji Na dan memasukkannya ke dalam tas punggungnya. “Padahal sudah kubilang, aku ada janji dengan teman kelasku di sebuah kafe nanti.”

Ji Na membuka kaca helm hitam yang Jeno kenakan.  “Lalu, kau akan memilih minum kopi panas tanpa asupan sarapan apapun ke perutmu, huh? Ini cuma sandwich biasa. Ada cream soup juga, masih hangat. Lumayan untuk menghangatkan tubuh, kan.”

“Araso. Kau jauh lebih layak disebut sebagai ibuku daripada ibu kandungku sendiri,” candaan muram Jeno yang ia sampaikan dengan ekspresi santai, namun cukup menyentuh hati Ji Na. 

“Karena, kau satu-satunya keluarga kandungku yang tersisa, eo? Kau sangat berharga. Ingat itu baik-baik, Lee Jeno.”

Jeno memandang Ji Na dengan senyum mengembang hangat. Kedua netranya menatap haru sang kakak. Dengan tangan yang telah terbungkus sarung tangan hitam, Jeno membawa jemarinya mengusap pipi Ji Na lembut. 

“Aku tidak akan mengecewakan, Noona. Tenang saja.”

“Tentu. Atau, Jeffrey akan mencekik lehermu kalau kau sampai mengecewakanku!”

Mendengar ancaman sang kakak, Jeno terkikik sambil menjengitkan kedua bahunya takut. “Suamimu memang keren, Noona. Tapi, terkadang ia masih suka mengerikan, hahaha…” ucapnya sambil menutup kembali kaca helm yang tadi dibuka Ji Na. “O! Jangan kau adukan pada Jae Hyun Hyung. Tamat riwayatku.”

“Badanmu kan sama-sama kekar seperti Jeffrey. Masih saja takut padanya, huh?” Ji Na memukul pelan bahu Jeno. “Hati-hati di jalan. Walaupun jalanan sudah bersih dari salju, jalanan tetap masih licin. Jangan mengebut. Mengerti?”

DESIRE : EMOTIONALLY MANIPULATIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang