Enam Belas

62 5 1
                                    

Ji Na memotong telur gulung buatannya dengan tenaga penuh, seolah yang tengah ia potong adalah benda sekeras daging sapi. Bibirnya⸺dengan hiasan luka akibat ulah Jae Hyun⸺merosot turun membentuk lengkung sangat dalam. Niatnya untuk membantu para bibi memasak di dapur agar emosinya bisa mereda pun sepertinya percuma. Bahkan, sampai menu terakhir buatannya, ingatan Ji Na masih berkutat pada bagaimana Jae Hyun menciumnya dengan paksa di ruang rapat tadi. Ia jengkel sekali terhadap cara Jae Hyun yang semakin semena-mena pada tubuhnya. 

TAK! TAK! TAK!

Suara peraduan pisau dengan papan potong Ji Na mencuri perhatian hampir ke seluruh area dapur. Desas-desus para bibi yang diam-diam mengkhawatirkan Ji Na pun kalah dengan nyaringnya suara pisau tersebut. Dan, nampaknya, suara mencekam itu terdengar hingga ke ruang makan. Buktinya, Soo Hwa dan Tae Yong kompak berlari kecil menghampiri dapur dengan ekspresi yang sama-sama panik. 

“Y-ya! Ya!” Soo Hwa menyerobot langkah, buru-buru menghampiri Ji Na, “Kau bisa melukai tangan⸺”

“Akh!”

“⸺mu,” Soo Hwa menghela nafas dari mulutnya begitu ia mendapati ucapannya benar-benar terjadi. Pisau yang Ji Na gunakan berhasil menggores ujung jari telunjuknya. “Aku bahkan belum selesai bicara,” ucapnya mengomeli tingkah sembrono Ji Na. 

“Ji Na-ya, sudah. Biar aku yang lanjutkan,” Tae Yong merebut pisau dan papan potong dari hadapan Ji Na. Ia menyerahkan pisau yang terkena bercak darah milik Ji Na dan menggantinya dengan yang baru. 

“Apa telurmu itu sekeras batu sampai kau harus memotongnya sekuat tenaga begitu, huh?” Soo Hwa menggerutu sambil merogoh saku celananya yang tak pernah kosong dari peralatan P3Knya. Ia mengeluarkan hansaplast dan kapas kecil dari sana untuk mengobati Ji Na. 

“Aku hanya sedang jengkel,” Ji Na mengadu dengan nada manja. Ia memandang Soo Hwa akrab dengan lengkungan bibir yang semakin terjun ke bawah dan kedua pupil matanya yang sayu. 

Gerakan tangan Soo Hwa terhenti sejenak begitu ia mendapati luka di bibir Ji Na. “Apa Jae Hyun yang melakukannya?” tanyanya dengan nada santai, meskipun sejatinya ia jadi ikut kesal setengah mati karena ia tau tanda apa di bibir Ji Na itu.

Ji Na diam sejenak. Ia menatap Tae Yong yang mendadak ikut menolehkan kepala ke arahnya. Ia menangkap ekspresi Tae Yong yang seketika berubah begitu ia juga mengetahui ada luka di bibir Ji Na. Tae Yong terlihat agak marah dengan satu decakan kesal yang lolos dari bibirnya.

“K-kalian tau dari mana?” Ji Na bertanya balik. Kini, ia menatap Soo Hwa. 

Soo Hwa menghela nafas sambil melanjutkan kegiatannya memasangkan hansaplast pada jari telunjuk Ji Na. “Ia pernah melakukannya pada seseorang,” jawabnya dengan nada sangat pelan⸺namun, Ji Na dengar. “Seseorang yang mir⸺”

“⸺Soo Hwa,” Tae Yong terlihat jelas tak menginginkan adiknya meneruskan kalimatnya. Pria itu memangkas ucapan Soo Hwa dengan tegas. “Antar telur ini ke meja makan. Kita makan sekarang,” titahnya sambil memberikan piring berisi telur gulungnya pada adiknya. 

“Ne, Oppa,” Soo Hwa pun menurut. Ia meninggalkan Ji Na dengan piring telurnya. Ia meninggalkan Ji Na dengan kernyitan bingung yang belum tuntas. 

“Ayo. Kubantu bawakan makanannya ke meja makan,” Tae Yong menepuk bahu Ji Na, lantas berlalu tanpa banyak basa-basi. 

Sepeninggal Tae Yong dan Soo Hwa, kedua netra Ji Na justru langsung bertegur sapa dengan netra tajam nan dingin milik Jae Hyun. Pria itu melangkah dengan setelan kemeja hitam dan celana bahan slimfit yang tampan. Jae Hyun tak menggeser tatapannya sedikitpun dari Ji Na, seolah langkah besar-besar yang ia ambil memang ditujukan untuk menghampiri Ji Na di dapur. 

DESIRE : EMOTIONALLY MANIPULATIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang