Sembilan

97 9 5
                                    

Setelah melewati puluhan jam tak sadarkan diri, Hwang Ji Na akhirnya memiliki sedikit tenaga untuk sekedar menggerakkan jemari tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah melewati puluhan jam tak sadarkan diri, Hwang Ji Na akhirnya memiliki sedikit tenaga untuk sekedar menggerakkan jemari tangannya. Ujung permukaan jari-jarinya merasakan bahan selembut sutra dari ranjang dan selimut yang membungkus tubuhnya. Hawa di sekitarnya terasa sejuk dengan harum maskulin yang memanjakan indera penciumannya. Perlahan demi perlahan, rasa sakit yang bersarang di tubuhnya mulai sedikit demi sedikit Ji Na rasakan dan mengganggu tidur panjangnya. Kedua kelopak matanya yang terasa masih sangat lengket seperti dioleskan oleh perekat pun terpaksa harus terbuka lantaran nyeri yang mulai menjalar dari kakinya hingga ke seluruh tubuhnya. Ji Na mengerjap, mengumpulkan bercak-bercak cahaya hingga menyatukannya dalam bentuk pandangan yang utuh bagi kedua netra cokelatnya. 

“Ssh!” 

Reflek pertama yang hinggap pada sensor motorik Ji Na adalah pergerakan tangannya yang menyentuh bagian nyeri yang ada pada dahi sebelah kanannya. Ia mengetahui ada perban berbentuk persegi panjang yang menempel luka di dahi Ji Na. Luka yang memancing ingatannya akan kejadian yang ia alami sebelum dirinya kehilangan kesadaran. Luka yang membuat kedua kelopak mata Ji Na pun terbuka semakin lebar dan menyadari di mana posisinya saat ini. 

Dengan sisa tenaga yang Ji Na miliki, ia menarik tubuhnya tertatih untuk beranjak duduk sambil memendarkan pandangan. Ia sadar bahwa ia berada di dalam kamar yang begitu asing. Kamar yang memberikan kesan begitu maskulin dan tegas. Seluruh aksesoris pada kamar ini berwarna hitam, abu-abu gelap ataupun warna monokrom yang tidak mencolok. 

Berdasarkan ingatan kejadian mengerikan yang Ji Na ingat di kepalanya, entah pria mana yang menjadi pemilik kamar yang ia tempati saat ini?

Yang Ji Na ingat ada beberapa pria: Bodyguard Seo, Bodyguard Nakamoto, Kim Jung Woo, dan⸺

“Jeffrey,” satu nama itu yang mendadak menancap ingatan Ji Na begitu kuat. 

Satu-satunya sosok yang menyebutkan namanya dengan jelas pada saat pria itu mengantar Ji Na hingga ke pesawat. Salah satunya yang Ji Na pikir menjadi penyelamatnya karena berhasil membawanya pergi dari desakan kerumunan yang membuatnya hampir mati karena sesak nafas. 

Jung Jeffrey. 

Pria yang terkenang dalam memori Ji Na sebagai pria yang memiliki lesung pipi yang manis.

Kini, sosok itu berdiri menjulang di ambang pintu kamar dengan ekspresi menakutkan yang sangat jauh dari kesan manis yang Ji Na ingat. Pria itu menatap Ji Na tajam seolah ia siap menerkam Ji Na dengan senyum psikopat yang terulas di bibirnya. Senyum monster yang pria itu ulas dan membuat air mata Ji Na mengalir dari kedua netranya yang menatapnya penuh kebencian. 

“Kau mengingat namaku, Tuan Putri?” Jae Hyun mengambil langkah mendekat. 

Satu persatu langkah yang berderap seolah menggema di seluruh penjuru kamar dan menjadi latar belakang suara yang paling menegangkan yang pernah Ji Na dengar. Semakin dekat jarak yang Jae Hyun pangkas, semakin terasa pula aura dominan yang menguar darinya. 

DESIRE : EMOTIONALLY MANIPULATIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang