Lima Belas

79 5 1
                                    

Rasanya seluruh energi Ji Na seperti telah kembali 100% usai ia menyelesaikan urusan mandinya hari ini. Dengan bantuan Bibi Sung, Ji Na bisa pastikan bahwa seluruh tubuhnya⸺dari ujung kepala hingga ujung jari kelingkingnya⸺telah wangi semerbak. Wanita paruh baya itu melayani Ji Na dengan telaten. Ia tak hanya membantu Ji Na mandi, tetapi juga lihai menggantikan Ji Na pakaian dan merias wajahnya dengan riasan tipis yang cantik. Kini, dengan balutan terusan pendek selutut berwarna biru muda yang manis, Ji Na duduk di depan meja rias. Ia dibantu oleh Bibi Sung yang tengah sibuk menyisir rambutnya. 

“Kau tau, Nona,” Bibi Sung bersuara. Nadanya sangat santun dan agak serak, namun ramah didengar. Bibir pucatnya yang hampir berkerut itu menyunggingkan senyum tipis. “Seluruh penghuni rumah ini membicarakan dirimu. Mereka menyayangkan wanita secantik dirimu harus berakhir menjadi tawanan di rumah ini.”

Mendengar kata ‘tawanan’ agaknya membuat Ji Na meringis sedikit dalam senyumannya. Status tawanan itu memang agak mengerikan kedengarannya. “Aku tidak punya pilihan lain, Bibi Sung,” jawab Ji Na pasrah. 

“Tapi, kau jangan khawatir, Nona. Kami semua akan melayanimu dengan baik,” Bibi Sung menepuk pelan bahu Ji Na layaknya seorang ibu. Kemudian, ia melanjutkan kegiatannya menata rambut Ji Na, “Meskipun kami agak heran karena kami merasa kau mirip seseorang yang kami kenal.”

Kening Ji Na mengernyit bingung. “Mirip seseorang?”

CKLEK.

Namun, belum sempat rasa penasarannya terjawab. Seseorang telah terlebih dahulu menginterupsi pembicaraan Ji Na dengan Bibi Sung di dalam kamar Jae Hyun. 

“Oh! Maaf aku lupa mengetuk pintu,” Tae Yong menyembul dari ambang pintu dengan senyum menawannya yang tampan. “Apa sudah selesai, Bibi Sung?” tanyanya sopan pada Bibi Sung. 

Bibi Sung pun menjawab dengan senyum lebar. “Sudah, Tuan Tampan,” jawabnya dengan panggilan kesayangannya untuk Tae Yong. 

Tae Yong pun melengang masuk. Terlihat ia tengah mendorong kursi dorongnya mendekati Ji Na. “Kalau begitu, terima kasih, Bibi Sung. Sampai sini biar aku yang membantu Ji Na,” tuturnya mempersilahkan Bibi Sung pergi.

Ji Na pun merespon, mengantar kepergian Bibi Sung dengan senyuman dan anggukkan tanda terima kasih untuknya. 

“Ja! jadi, bagaimana keadaanmu?” Tae Yong menekuk lututnya, berlutut di hadapan Ji Na yang terduduk di kursi meja riasnya. 

“Aku merasa lebih baik,” Ji Na tersenyum. “Seperti sudah kembali menjadi manusia,” kemudian, terkekeh. 

“Memang sebelumnya dirimu apa, huh? Seorang dewi?”

Senyum Ji Na luntur. “Seorang umpan,” jawabnya miris. Ia bahkan merundukkan pandangannya, melengos dengan sorot sendu yang menggambarkan bahwa ia belum menerima kondisinya secara 100%. 

Tae Yong mendapati sorot sendu itu tak bisa menjawab apapun untuk menenangkan Ji Na. Pria itu memilih untuk menyodorkan sekotak susu strawberry pada Ji Na. 

“Huh?” Ji Na memandang kotak susu tersebut bingung. 

“Susu strawberry milik adikku,” Tae Yong menunjukkan deretan giginya saat tersenyum, “Aku mencurinya satu untukmu. Minumlah sebelum ketahuan.”

Ji Na berdebar. Ada sebuah perasaan nyaman yang selalu hadir setiap kali ia berinteraksi dengan Tae Yong. Agaknya, ia mulai mengerti mengapa Mark dan Hae Chan begitu mempercayai Tae Yong lebih dari siapapun. Cara pria itu tersenyum bahkan seolah terlihat sangat perhatian. Bukan sekedar senyum kosong yang hanya formalitas saja. 

“Ini,” tak sabar menunggu jawaban Ji Na, Tae Yong memilih untuk segera meletakkan kotak susu itu ke tangan Ji Na. Ia lantas beranjak berdiri, “Mau berkeliling di sekitar rumah ini?”

DESIRE : EMOTIONALLY MANIPULATIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang