Hari Duka Konoha.

858 108 1
                                    

Kiena POV

Sepertinya aku tertidur saat dibawa pulang oleh Shikamaru. Karena pada saat aku membuka mata, aku sudah terbaring di rumah sakit. Dan pada saat aku terbangun itu juga, aku mendapatkan sebuah kabar berita yang membuatku diam tidak bisa berkata apa-apa. Kabar berita Hokage ke-3 yang gugur dalan pertempuran ini. Aku mengenakan pakaian hitam lalu berangkat ke acara pemakaman.

Hari itu, di atas atap kantor Hokage, kami berbaris rapih seraya memandang lurus sebuah foto yang terpampang di depan kami, yang adalah foto Sandaime Hokage, dan beberapa shinobi Konoha yang juga gugur.

Rasa sedih dan kehilangan menjalar di hatiku. Kehilangan sosok panutan, sosok pemimpin yang sangat baik terasa begitu menyedihkan. Dan seakan mengetahui perasaan kesedihan kami, langitpun ikut menangis.

Hujan mengguyur kami, menyembunyikan setiap air mata yang mengalir. Aku menangis tanpa suara.

Setiap orang maju ke depan untuk memberikan bunga putih, sebagai tanda penghormatan terakhir. Hingga tibalah giliranku. Aku maju perlahan dengan bantuan tongkat di tangan kiriku. Di setiap langkah, aku mengingat akan kebaikan beliau. Dimana beliau menasehati anak-anak di akademi dengan senyum tulusnya, juga mengatakan bahwa seluruh orang di desa ini adalah keluarganya.

Aku menaruh bunga ku dan menatap fotonya. 'Hokage-sama, aku berjanji akan melindungi desa dan semua orang. Kuharap kita bisa bertemu kembali.' pikirku. Dan aku kembali ke tempat ku membiarkan satu persatu orang maju dan memberikan bunga mereka.

Tak lama setelahnya, hujan pun berhenti. Menampakan sinar matahari dan menyinari foto Sandaime Hokage yang sedang tersenyum. Satu persatu akhirnya pergi dari lokasi. Hingga Sakura-chan, Sasuke, Naruto dan Kakashi-sensei yang juga meninggalkan lokasi. Aku menengadah ke langit, bertekad akan menjadi lebih kuat. Dan setelahnya aku pun pergi dari lokasi.

Tanpa kami sadari, seseorang mengintai dari kejauhan. Mata merah dengan tanda hitam di bola matanya nampak bercahaya.

.

Aku memutuskan untuk berkeliling sebelum pulang. Yah, walaupun aku tau aku masih sakit, tapi entah mengapa naluriku berkata untuk berkeliling. Sebenarnya aku sudah bisa berjalan, namun kaki kiri ku masih sedikit kaku.

Saat melewati sebuah tempat, aku melihat dua sosok berjubah hitam dengan lambang awan merah di sekeliling jubah nya dan juga memakai topi yang menutupi wajahnya.

Aku pun menghampiri kedua orang itu yang berada di tepi jembatan samping hutan.

"Ano, maaf. Apakah anda tersesat? Biarkan saya membantu." Ucapku dengan sopan.

Kulihat dua orang itu nampak terkejut hingga satu orang menjawab ku sedangkan satu orang lagi yang membawa sebuah benda dengan perban melilit di benda itu menatapku diam.

"Tidak, gadis kecil. Tidak perlu." Jawab seseorang yang tidak membawa apapun.

Aku mengangguk lalu membungkuk hormat "Baiklah kalau begitu, saya permisi." Namun baru saja aku akan melangkahkan kakiku, Asuma-sensei dan Kurenai-sensei muncul tiba-tiba.

"Kiena! Menjauh dari sana!!" Seru Kurenai-sensei.

"Eh? Kurenai-sensei? Ada apa??" Tanyaku bingung karena Kurenai-sensei yang menarik ku paksa.

"Khe. Jadi dia muridmu, Kurenai-san, Asuma-san." Ucap seseorang itu.

"Kau mengetahui kami, pasti kau adalah penduduk desa ini." Ucap Asuma-sensei dan tiba-tiba orang itu mengangkat topinya dan terlihatlah mata Sharingannya.

"Eh? Sharingan?!" Pekik ku terkejut.

Lalu aku teringat sesuatu.

"Uchiha.. Itachi.." gumamku seraya melihat nya yang membuka sebagian bajunya dan menaruh tangan nya di luar.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang