"Unnie, Tunggu!"
Irene berlari dengan Seulgi yang mengejarnya. Tanpa sadar dia sampai di taman dekat rumahnya, menemukan bangku kosong, duduk dan mulai menangis di sana.
"Unnie, aku juga tidak senang Jisoo akan punya anak dengan wanita tua itu dan dia bahkan tidak memberitahuku, maksudku aku sahabatnya bukan? Tapi kenapa kau menangis?" Seulgi berkata dan duduk di sebelah Irene.
"Kenapa harus adikku? Aku selalu mendengarkan ketika dia berbicara tentang dirinya bersama pacar-pacarnya, aku selalu ada saat dia membutuhkan bahu untuk menangis setelah tahu bahwa mereka ternyata benar-benar brengsek. Ketika dia sampai bersama dengan Jisoo, aku benar-benar marah tapi aku berharap suatu hari dia akan menyadari bahwa bersama orang yang lebih muda tidaklah mudah dan mereka akan putus. Tapi sekarang dia bahkan hamil dan dia akan memiliki anak yang cantik dengan adikku sendiri."
"Unnie, a-apa kau menyukai wanita tua itu?"
"Sejak pertama kali aku melihatnya tapi sekarang sudah berakhir. Aku yakin kau juga merasakan hal yang sama sepertiku sekarang, aku tahu kau menyukai Jisoo." Irene menatap ke arah Seulgi dan tersenyum paksa.
"Aku akui aku menyukainya, tapi hanya sebagai teman. Jisoo tidak lebih dari itu bagiku dan aku berharap suatu hari nanti kau akan melihatnya tapi sepertinya aku salah. Kau masih berpikir aku jatuh cinta dengan adikmu dan kau tidak melihat apa yang ada di depanmu." Apa maksudnya?
"Apa? Tapi sikapmu begitu clingy pada Jisoo, bagaimana mungkin kau tidak punya perasaan padanya?"
"Aku selalu melakukan itu karena aku merasa nyaman dengannya karena aku tahu tidak ada perasaan romantis di antara kami, dan aku juga harus mengakui bahwa aku memanfaatkannya dengan harapan membuatmu cemburu."
Mata Irene otomatis melebar. "Siapa... aku?"
"Nde. Apa kau tidak pernah penasaran mengapa aku begitu nyaman dengan Jisoo sementara aku terlalu malu berada di dekatmu ketika aku mengenal kalian berdua pada waktu yang sama."
"Ku pikir itu karena perbedaan usia."
"Siapa yang akan tersipu setiap kali mereka berinteraksi dengan seseorang hanya karena perbedaan usia?"
"A-aku tidak tahu."
"Aku tahu."
"Jisoo juga mengira kau terobsesi dengannya."
"Ku pikir juga begitu. Tapi unnie, kau seharusnya bahagia untuk adikmu dan wanita itu, mereka terlihat benar-benar jatuh cinta satu sama lain dan mereka selalu mengatakan bahwa jika kalian mencintai seseorang, kalian harus membiarkan mereka bahagia. Aku tahu kau pasti sangat terluka sekarang karena kau bukan orang yang bertanggung jawab atas kebahagiaan wanita itu tapi adikmu, jadi kau harus move on dan berusaha bahagia untuknya dan anggota baru yang akan segera hadir ke keluargamu," Seulgi memegang tangan Irene dan tersenyum padanya.
"Kau orang yang sangat baik, apa kau tahu?" Kata Irene sambil tersenyum.
"Aku tahu." Seulgi menjawab dan mulai tertawa membuat keduanya tertawa bersama.
***
Jennie's POV
"Meskipun aku menyukai interaksi kalian berdua dan tidak ingin mengganggu, tapi kita harus mulai berdiskusi tentang pernikahan," Omma Kim berkata.
"Pernikahan apa?" Tanyaku, aku bisa melihat Jisoo memucat.
"Pernikahanmu dengan Jisoo tentu saja." Jawab Omma Kim kembali.
"Tetapi kami tidak akan menikah. Setidaknya bukan waktu terdekat." Jisoo mengerutkan kening. Ambil keputusanmu sekarang, Chu!
"Apa? Kau berencana untuk memberikan ku cucu pertama yang lahir di luar nikah?"
"Bukan itu maksudnya, kami tentu saja akan menikah sebelum bayi lahir."
Wanita tua itu menghela nafas lega.
"Tapi tidak dalam waktu dekat. Maksudku, daddy bahkan tidak mengetahui tentang Jisoo dan dia pasti tidak akan senang mengetahui bahwa putri bungsunya sedang hamil apalagi oleh seorang gadis."
Jisoo menelan ludahnya takut.
"Jadi kita perlu mengunjunginya sesegera mungkin dan menjelaskan semuanya sehingga dia akan bisa menerimanya ketika akhirnya tiba waktunya untuk kami menikah karena aku tentu ingin daddy ada di pernikahanku sendiri."
"Aku mengerti bahwa ini tidak akan mudah bagi ayahmu menerima keadaanmu dan keadaan putri ku tapi kau juga harus mengerti, rasanya tidak enak bagiku mengetahui bahwa putriku bertanggung jawab atas kehamilan mu dan tidak mengambil tindakan apa pun untuk memperbaiki semuanya." Kata Omma Kim. "Aku tidak akan memaksamu untuk menikah dalam waktu dekat karena aku mengerti tentang situasi dengan ayahmu tetapi setidaknya buat pikiranku tenang dengan kalian bertunangan."
Well, itu bisa dilakukan.
"Ku rasa kita bisa melakukan itu, tapi hanya jika Chichu ingin karena aku tidak ingin memaksanya." Jennie berbalik dan memandang Jisoo.
"Aku ingin kau resmi menjadi milikku. Tapi apakah aku perlu pergi juga? Aku takut, bagaimana jika daddymu membunuh ku?"
"Kim Jisoo! Kau bertanggung jawab atas kehamilan Jennie jadi kau harus bertanggung jawab. Kau akan pergi dan bertemu dengan ayahnya. Aku tidak membesarkan seorang pengecut, apakah kau mendengarkan ku nona muda?" Appa Kim tiba-tiba berbicara.
Jisoo mengangguk dan cemberut sementara Jennie terkekeh melihat pemandangan lucu di depannya itu.
"Jangan khawatir Chu, aku yakin dia tidak akan dengan tega melakukannya...untuk menyakiti anak lucu seperti mu." Kata Jennie dan mencium pipi Jisoo, meskipun dia berpikir sebenarnya Jisoo pasti sudah mati. Ayahnya akan mengulitinya hidup-hidup.
"Yak! Aku bukan anak kecil! Aku akan menjadi orang tua untuk informasi mu! Tapi apakah kau sungguh berpikir jika aku bersikap lucu di depannya, dia tidak akan menyakitiku? Haruskah aku mulai berlatih? Kapan menurutmu aku terlihat paling lucu?" Jisoo memulai membombardir Jennie dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka tertawa.
"Kau tidak perlu berlatih Chu, kau sangat alami dan kau selalu terlihat lucu dan manis bagiku." Kata Jennie sambil menangkup pipi Jisoo dan memberinya kecupan.
"Aww mereka serasi sekali!" Omma Kim tiba-tiba berkata membuat Jennie tersipu malu. Tiba-tiba perut Jennie mulai keroncongan, dia lupa bahwa dia sedang lapar.
"Sebaiknya kita pergi makan malam, aku tidak ingin cucuku kelaparan."
Mereka pun bangkit dan pindah ke ruang makan.
"Omma, bagaimana dengan Unnie dan Seulgi?" Jisoo bertanya.
"Eomma yakin mereka akan segera kembali, jangan khawatir ayo makan saja."
Pasangan Jensoo mengangguk.
"Omo! Jisoo-ah, aku lupa membawa air. Bisa kau mengambilkannya?" Kata Omma Kim.
Jisoo mengangguk dan berdiri menghilang ke dapur.
***
Jisoo meraih air dan mulai berjalan kembali ke ruang makan tetapi berhenti ketika dia mendengar Omma Kim berbicara.
"Apakah kau benar-benar yakin Jisoo akan aman dari kemarahan ayahmu? Karena aku akan sangat marah jika aku menjadi dia."
"Oh sama sekali tidak. Jisoo akan mati, daddy bisa membunuhnya karena menghamiliku."
OH SHIT !
Tbc...