JENNIESaat Jisoo membuka pintu dan mereka berdua bertatap muka dengan Irene, Jennie langsung membeku.
"Sebenarnya apa yang kalian berdua lakukan di dalam sana?" Tanya Irene, tatapannya bergerak di antara keduanya.
Memikirkan bahwa Irene mendengarkan semua desahan dan rintihan mereka terlintas di kepala Jennie, membuatnya bisa merasakan semburan panas menyebar ke seluruh kulitnya.
Jennie melirik ke arah Jisoo saat wanita yang lebih tua darinya itu juga melakukan hal yang sama, lalu kembali menatap Irene dan menggelengkan kepala.
"Tidak ada, kami perlu bicara. Itu saja." Jennie berusaha tenang, tapi suaranya terdengar sedikit bergetar.
"Oh, aku mendengar sesuatu, tapi yang pasti itu bukan pembicaraan," Kata Irene sambil menyeringai.
"Jangan konyol, Irene. Kami sedang membicarakan masalah di tempat kerja." Ucap Jisoo.
"Di kamar mandi?" Tanya Irene.
"Ya. Kau mengirim ku ke sini untuk mencari Jennie. Di sinilah aku menemukannya."
Irene bergeser di depan Jisoo, menghalangi jalannya. "Apakah kau pikir aku bodoh? Bukan rahasia lagi kalau kalian berdua tidak membicarakan apa pun; kau berteriak. Jadi, apa? Apakah kalian berdua, seperti, sedang berkencan sekarang?"
"Tidak!" Mereka berdua berteriak bersamaan, mata keduanya bertemu sejenak.
"Jadi... kalau begitu kalian hanya bercinta saja," Kata Irene, dan sepertinya tidak satu pun dari mereka berdua dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawabnya.
Ketegangan di lorong itu bisa mereka rasakan sehingga Jennie sempat memikirkan seberapa besar kerusakan yang bisa ditimbulkan jika dia melakukan lompatan dari jendela lantai tiga.
"Sudah berapa lama?" Tanyanya lagi.
"Irene.." Jisoo memulai sambil menggelengkan kepalanya.
Dan untuk kali ini Jennie benar-benar merasa tidak enak dengan ketidaknyamanan dari wajah Jisoo. Dia belum pernah melihat bosnya itu terlihat seperti ini sebelumnya. Seolah-olah selama ini Jisoo tidak pernah terpikir bahwa apa yang mereka lakukan bisa menjadi konsekuensi seperti ini.
"Berapa lama, Jisoo? Jennie?" Tanya Irene lagi sambil melihat keduanya.
"Kami hanya—" Jennie memulai, tapi apa? Bagaimana bisa dia menjelaskan semuanya? "Kami—"
"Kami melakukan kesalahan. Ini adalah sebuah kesalahan." Suara Jisoo membuyarkan lamunan Jennie membuatnya langsung menoleh ke arah wanita yang lebih tua itu dengan kaget.
Mengapa ucapan Jisoo itu sangat mengganggu perasaannya?
Itu adalah sebuah kesalahan, namun mendengar Jisoo mengatakannya... rasanya sangat menyakitkan.
Jennie tidak bisa mengalihkan pandangannya saat Irene mulai berbicara.
"Salah atau tidak, ini harus dihentikan. Bagaimana kalau eomma Haein tadi? Dan Jisoo, kau bosnya! Apa kau lupa itu?" Irene menghela napas dalam-dalam. "Dengar, kalian berdua sudah dewasa, dan aku tidak tahu apa yang terjadi di sini, tapi apapun yang kalian lakukan, jangan biarkan appa Hyun Woo mengetahuinya."
Gelombang rasa mual menghantam Jennie saat membayangkan Tuan Kim mengetahui hal ini, membayangkan betapa kecewanya pria tua itu. Dia tidak tahan.
"Itu tidak akan menjadi masalah" Kata Jennie, sengaja menghindari tatapan Jisoo. "Aku belajar dari kesalahan ku. Permisi."
Jennie bergerak melewati mereka dan menuju tangga, kemarahan dan rasa sakit seperti beban yang sangat berat terasa di dalam perutnya.
Kekuatannya dalam kerja dan motivasinya selalu menguatkan dirinya melewati masa-masa sulit dalam hidupnya: perpisahan, kematian ibunya, masa-masa sulit dalam persahabatannya.