"Hentikan! Kau membuatku pusing."
"Tidak bisa, aku sangat gugup unnie." Jawab Jisoo saat dia terus mondar-mandir di ruangan itu.
"Jisoo, duduk saja, kau bisa berkeringat, dan menikah dalam keadaan berkeringat itu tidak cantik." Seulgi memberitahu dan Jisoo langsung berhenti mondar-mandir.
"Benar, Jennie tidak menyukainya saat aku berkeringat, kecuali dia sama berkeringatnya." Kata Jisoo sambil menyeringai.
"Ewww, terlalu banyak informasi dongsaeng! Harus menyaksikan kalian melakukannya sekali lebih dari cukup." Irene berkata sambil menutup telinganya.
"Benar sekali. Aku akan pergi menunggu Jennie okay." Ucap Seulgi.
"Okay. Dia belum datang?" Jisoo bertanya.
"Belum. Tapi menurutku dia sedang dalam perjalanan." Jawab Seulgi sebelum meninggalkan ruangan.
"Mungkin dia tidak akan datang! Mungkin dia berubah pikiran dan tidak mau menikah denganku dan dia akan lari keluar negeri dan menemukan pria tampan untuk menikah dengannya dan mereka akan membesarkan bayiku sebagai bayi mereka sendiri dan aku tidak akan pernah melihatnya lagi dan.."
"SUDAH! DIAM!" Irene berteriak sambil mengguncang bahunya.
Terdengar ketukan di pintu dan sang eomma muncul. "Dia sudah datang. Chichu pergi ke tempatmu sekarang." Eomma Kim berkata dan Jisoo tiba-tiba merasakan lututnya lemas.
"Ya Tuhan! Aku akan menikah!" Dia berteriak saat Irene mendorongnya sampai ke altar kecil di halaman belakang rumah mereka.
"Apa kau bisa diam? Oh my God!" Irene berdiri di sampingnya setelah memukul bagian belakang kepala Jisoo.
"Dia datang." Dia bisa mendengar ibunya berbisik keras kepadanya dan matanya melirik ke arah pintu yang menghubungkan halaman belakang dengan rumah mereka, menatapnya dengan intens.
Ketika Jisoo melihat pintu terbuka, pikirnya dia mungkin lupa bernapas. Seulgi berjalan keluar pintu sambil memegang buket bunga berwarna merah muda dan kemudian wanita tercantik di dunia muncul membuat Jisoo langsung ternganga.
Jennie mengenakan gaun putih panjang bergaris sederhana dengan taburan permata kecil berwarna merah muda di bagian dada, dia terlihat sungguh menakjubkan.
Jennie mendekat ke arahnya dengan sang ayah memegang tangannya, menatap lurus padanya dengan senyum cerah di wajahnya membuat Jisoo otomatis membalas senyumannya itu kembali. Saat Jennie tiba hadapannya, Daddy Kim mengulurkan tangannya.
"Jaga putriku Jisoo. Jika kau membuatnya menangis, aku bersumpah kau akan berharap bahwa kau tidak pernah dilahirkan."
Apa yang bisa Jisoo lakukan sebagai tanggapan hanyalah menelan keras dan mengangguk. Dia meraih tangan Jennie dan meremasnya ringan.
Setelah beberapa menit, Irene bergerak dari belakang Jisoo sambil menyerahkan cincin kepada mereka.
"Jisoo, kau bisa mulai dulu. Tolong letakkan cincin Jennie di jari manisnya." Jisoo mengangguk.
"Aku mencintaimu, dengan sepenuh hati dan jiwaku, aku berjanji akan menjadi istrimu yang setia, mencintaimu melalui segala hal yang terbaik dan terburuk, melalui suka dan duka, aku berjanji padamu untuk terus mencintaimu tanpa syarat dan aku memberikan kepercayaan ku padamu, ketika kau melihat cincin kita ini, kau akan ingat bahwa aku selalu mencintaimu." Kata Jisoo dan mata Jennie mulai berkaca-kaca.
"Jennie, giliranmu."
"Jisoo, terima kasih atas cincin cantik ini, aku sangat mencintaimu, aku berjanji untuk menjadi istrimu selamanya—"
Saat Jennie mengatakan apa yang dia inginkan, Jisoo diam dan menatap dalam manik mata sang kekasih di depannya. Akhirnya Jennie menjadi miliknya seutuhnya.
"Kalian bisa berciuman."
Jisoo segera meraih pinggang Jennie dan menariknya untuk menciumnya dengan dalam dan penuh gairah.
"Yah! Lakukan itu setelah kalian masuk ke kamar." Dia bisa mendengar suara Irene diikuti dengan tamparan bagian belakang kepalanya membuatnya langsung menghentikan ciuman mereka.
"Hehe, maaf." Kata Jisoo dan tersenyum pada unnienya.
"Terserahlah, ayo, kita berpesta!" Ucap Irene.
***
Perayaan setelah upacara sungguh indah, Eomma Kim telah melakukan yang terbaik dan setiap makanannya sangat lezat. Jennie dan Jisoo seperti biasa dalam dunia mereka, dia benar-benar tidak percaya bahwa dia sekarang telah menikah dengan Jisoo.
"Hei! Aku ingin mengatakan sesuatu." Kata Irene yang sedang mabuk, semua orang mengalihkan perhatian padanya.
Seulgi di sampingnya berbisik sesuatu mencoba membuatnya duduk lagi.
"Tidak, aku harus memberikan sedikit ucapan untuk pasangan bahagia itu."
Seulgi menggelengkan kepalanya, kembali duduk.
"Jennie, Chichu, aku tahu bahwa aku harus mengucapkan selamat pada kalian berdua dan berbahagia untuk pernikahanmu tapi kenyataannya— Jisoo, aku membencimu, aku benar-benar sangat membencimu. Kau berhasil, kau mengambil satu-satunya wanita yang ku cintai. Apa yang dia punya sehingga kau sangat mencintainya? Hah, Jennie, apa?" Ucapnya sambil menatap langsung ke arah Jennie.
"Aku sangat membencimu karena aku dapat melihat bahwa kau bisa membuat Jennie bahagia dan aku yakin aku tidak akan pernah bisa melakukan hal itu. Dan seolah-olah itu belum cukup, kau bahkan membuatnya hamil juga. Apa kau tahu betapa sakitnya yang kurasakan saat ini saat melihat wanita yang kucintai sedang jatuh cinta tapi tidak denganku?" Irene kembali duduk di kursinya. "Jika kau tidak tahu, tanya Seulgi, dia sudah jatuh cinta padaku selama bertahun-tahun, kan?" Irene menatap Seulgi.
"Kau benar-benar brengsek Irene, aku membencimu." Ujar Seulgi dan melangkah keluar dengan mata berkaca-kaca.
"Oh, sekarang aku tahu kenapa kau memilih Jisoo daripada aku, karena aku brengsek..." Irene tiba-tiba pingsan, kepala jatuh ke atas meja dengan suara keras. Mereka hanya diam menatap ke arahnya.
"Cara yang bagus untuk menutup perayaan pernikahan, kan?" Ucap Appa Kim sambil tertawa.
Jennie menoleh ke arah Jisoo dan dia bisa melihat mata itu menyala-nyala dengan campuran rasa cemburu, marah, dan simpati terhadap kakaknya. Dia tiba-tiba bangkit berdiri dan melangkah masuk ke dalam rumah.
tbc...