37✓

143 14 3
                                    

Setelah merasa tenang. Sandrina mengurai pelukan dan menatap roti yang ada di tangannya dengan penuh makna. Bohong jika dia tidak rindu dengan Liyan. Dulu mereka pernah bahagia bersama. Kenangan mereka begitu banyak untuk di lupakan.

Sandrina begitu menyayangi Liyan. Bahkan sudah menganggapnya seperti saudara sendiri. Tapi ketika pengkhianatan itu terjadi, ia sudah tidak lagi mengenalnya. Bahkan untuk mengingatnya lagi pun ia enggan.

Sandrina kecewa pada Clay, tapi ia lebih kecewa pada Liyan. Jika di ibaratkan dengan sesuatu, Liyan seperti menjebloskannya ke dalam lubang jurang, yang jika terjatuh ke sana akan merasakan sakit yang luar biasa.

Tapi, rasa kecewanya tidak sampai membenci gadis itu. Mau bagaimanapun Liyan tetaplah seseorang yang pernah menjadi sebagian dari kebahagiaannya, dulu.

"Hei,"
Sadar dari keterdiamannya. Gadis itu menoleh mendapati Reyhan yang menatapnya teduh dan tersenyum lembut.

"Kamu gak papa?,"

Sandrina tersenyum tipis. Kepalanya kembali menoleh lurus menatap roti di tangannya.

"Kamu pasti penasaran 'kan sama cerita aku dan mereka," Reyhan terkejut ketika Sandrina mengatakannya. Tapi mulutnya terdiam tidak mengucapkan apapun dan itu menjadi jawaban bagi Sandrina, bahwa Reyhan memang ingin tau apa yang terjadi di masa lalu antara mereka.

"Rey.."

"Ya?," Jawab Reyhan cepat. Sandrina menundukkan kepalanya sebelum berkata.

"Kalau aku ceritain semuanya ke kamu," Gadis itu mendongak menatap Reyhan. Matanya sudah berkaca-kaca. "Apa kamu bakal ninggalin aku?,"

Reyhan menatap mata Sandrina. Mata itu penuh dengan kesedihan, ketakutan dan rasa trauma besar di dalamnya.

Perlahan kepalanya menggeleng. "Aku janji gak akan ninggalin kamu. Aku disini buat kamu Sandrina,"

Sandrina tersenyum menatap tangannya yang di genggam lembut oleh Reyhan. Diapun ikut mengeratkan genggaman tangan mereka.

"Aku.."
Bibir Sandrina bergetar menahan isak tangis. Rasanya susah sekali untuk mengatakannya. Hatinya masih merasakan takut. Takut Reyhan kecewa dan meninggalkannya.

"Gak apa-apa kalau kamu belum bisa cerita. Lain kali aja ya," Sandrina menggeleng pelan.

"Gak, ini waktunya kamu tau Rey,"

"Ya udah kamu tenang dulu. Pelan-pelan aja ya,"

Sandrina menghembuskan nafasnya pelan.
"Waktu itu, aku di ajak Liyan kumpul sama yang lain malem hari. Aku pikir bakal kumpul di basecamp kita atau ketemuan di kafe. Tapi.."

"Tapi ternyata Liyan bawa aku ke Club.." Kedua mata Reyhan melebar mendengarnya.

"Aku nolak dan mau pulang aja, karena mamah sama papah juga larang aku untuk dateng ke tempat kayak gitu. Tapi Liyan maksa aku dan aku gak punya pilihan lain karena anak-anak udah liat kedatangan aku,"

"Awalnya masih baik-baik aja. Aku berusaha menyamankan diri. Tapi tiba-tiba aku kaget liat Clay udah duduk di samping aku. Aku liat Liyan yang ternyata udah pindah tempat duduk,"

"Liyan kok lo tiba-tiba pindah sih?," Tanya Sandrina yang mulai merasa tidak nyaman dengan Clay di sampingnya.

"Udah lo duduk di situ aja. Clay mau ngomong sama lo katanya,"

Sandrina diam dan melirik Clay di sampingnya. Secara perlahan gadis itu mundur ke belakang, berusaha menjauh. Tapi tak lama Sandrina tersentak ketika Clay malah maju mendekatinya.

"Clay lo apaan sih. Jangan deket-deket gue,"

Ia cukup mengenal Clay. Tapi untuk yang ini, dia bukan seperti Clay. Tatapannya pun berbeda dari sebelumnya. Matanya terlihat sayu dan terlihat seperti.. orang mabuk.

FAKE PERSON [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang