28 ~ RAHIM

1.5K 163 17
                                    

HI para pembaca, maaf baru bisa up hari ini, di karenakan keyboard wirles/bluetooth aku rusak gak tau kenapa, jadi aku coba pake komputer sekolah ku tapi banyak adkel aku yang masih polos pada kepo pegen baca jadi gak bisa di lanjut

Kenapa aku gak pake ketikan hp aja?

Ya kerana jari aku besar-besar kaya sosis, sekali tekan bakalan dua huruf yang kena dan itu nimbulin banyak banget typo, males banget kalo harus benerin dari awal

Apa lagi klo typo semua

dan lagi ternyata namanya Dirgantara itu Tara bukan Tama

Ok! Silahkan lanjut membaca

>>>...<<<

Timin membawa Tara ke rumah para para sesepuh yakni rumah utama yang terletak di tengah desa, ternyata bukan  hanya Lintang yang mengalami kesakitan tapi beberapa istri yang ternyata tidak pulang dan masih menetap di desa bersama suaminya

Banyak yang di rawat  di rumah utama, terlihat beberapa orang paruh baya suku air yang mondar mandir meracik dan merawat para istri dengan sesuatu yang terlihat seperti jamu

Timin mencarikan tempat paling bagus untuk Lintang, tapi sudah habis, terpaksa Lintang di taruh ke bagian paling ujung di samping tembok 

Timin beranjak pergi menuju tetua dan meminta Tara untuk diam di tempat menemani Lintang yang merintih kesakitan tak berselng lama seorang nenek datang dan mengecek Lintang, Tara agak hawatir

Tapi beberapa saat Tara kaget nenek itu menyingkap pakaian dan membuka kaki Lintang melihat apa yang ada di dalam sana

Hampir saja Tara mencekik leher si nenek jika tak di tahan oleh Timin

"hei tenang memang seperti itu cara memeriksanya, jika tak di periksa bagaimana kami tau penyebabnya"

Tara mencoba tenang dengn melihat si nenek yang terus melihat selangka milik istrinya, lalu kejadian mengejutkan berikutnya terjadi lagi, si nenek memasukan tangannya ke dalam sampai Lintang mendesah

AH!

para pejantang menatap si nenek dengan ganas, sedangkan si nenek hanya menjawab dengan judes

"opo? ojo nesu, ancen iku carane di preksa" (apa? jangan marah, memang itu caranya memeriksa)

"mbah iso gwo boso seng gampang?, wong iki kyo e gak mudeng" (mbah bisa pakai bahasa yang mudah orang ini kayanya gak paham)

Tara melihatdua orang itu, sebenarnya mengerti hanya saja dia diam, Lintang lebih penting, pipinya terlihat memerah menahan malu karena di colek tadi lagi pula dia dia tak bisa berontak karena tubuhnya kesakitan, tapi yang lebih penting adalah buwungnya dan Timin bangun itu terlihat sangat jelas di rok kulit yang mereka pakai

sang nenek mendengus dan melempar pertanyaan kepada Tara

"kau! siapa namamu?!"

"Dirgantara"

"hmm, Dirgantara jawab dengan jujur, di mana kau menemukannya?"

"dia tenggelam di sungai"

"tunggu kau bisa bicara?" Timin berbicara begitu karena karena si Tara ini lebih terlihat seperti orang asing yang tak bisa berkomunikasi

Tara menjawab dengan menganguk 

"kembalikan dia!" si nenek berbicara dengan nada sinis dan matanya menajam menatap Tara

Tara yang mendengar itu mengertakkan giginya, mirip seperti hewan buas yang menantang musuhnya

"dengar dia bukanlah dari ras pulau kita"

"apa maksud nenek!" Timin ikut mengertak, dia tak akan membiarkan Lintangnya pergi

"kulit putih, mata kecoklatan, dan kecerdasan yang bisa menciptakan sesuatu. beberapa bulan lalu nenek mendengar kabar kalau ada seseorang yang menciptakan minyak. itu pasti dia, sudah jelas dia bukan dari pulau ini"

"There's no way I'd find it in a river, not the sea!!"

"pakai bahasa yang jelas!! aku tak mengerti ucapan mu!!"

"aku menemukannya di sungai bukan laut!!"

"anak muda kau tau konsekuensinya?! bagaimana kalau ada rasnya yang mencarinya?! bagaimana jika terjadi perang, tak ingatkah kau beberapa ras kita di bantai habis sampai hanya menyisaka beberapa orang saja?!!"

"aaaa aa a" lidah Tara kelu tak bisa berkata lagi, mengingat kejadian dulu yang menimpanya

Lintang yang melihat Tara tak sanggup lagi menjawab mengenggam tangan si nenek dan dengan tatapan teduhnya menatap sang nenek

"nek jangan hawatir aku sebatang kara, aku juga adalah sebuah kegagalan, jadi tak mungkin ada yang mencariku

selain itu aku tak akan pernah pergi meninggalakan Tara....

di sini aku merasa bahagia... kaena semua orang sangat baik padaku"

si nenek menghela nafas melihat senyuman teduh Lintang yang berusaha menahan tangis

"huuh ku pengang janjimu, aku akan meracik jamu untuk mu tunggu sebentar lagi" si nenek berdiri dari sana dan meracik beberapa jenis rempah untuk Lintang

Lintang menoleh ke samping dan melihat kalau Tara menunduk membuat Lintang tak bisa melihat ekspresinya, tangannya terulur menuju kepala Tara dan menepuknya, Tara melihat Lintang dan memeluknya 

rasa sakit di bawah perutnya sudah tidak terlalu terasa juga darahnya tak mengalir lagi, mungkin si nenek tadi mengoleskan sesuatu di selangkanya

rasanya Timin seperti terbakar di tempat melihat Tara yang bermanja di pelukan Lintang merasakan elusan lembut dari tangan halusnya Lintang, tapi dia harus bersabar mungkin bukan sekarang tapi saat ada kesempatan nanti dia akan mengambil Lintang dari Tara tak peduli jika Lintang sudah melahirkan, Timin akan menunggu Lintang menjadi janda

beberapa saat kemudian si nenek datang membawa jamu di dalam batook kelapa yang terlihat hitam ke hijauan, baunya sungguh memuakan seperti ingin muntah

saat menyerahkannya ke Lintang dia ingin menolak tapi melihat alis si nenek di tekuk marah dia dengan terpaksa menelan habis seluruh cairan itu bahkan ada beberapa yang berceceran 

"a apa ada air? ini sangat pahit"

"jangan minum dulu, jamunya tidak berfungsi nanti"

mendengar jawaban si nenek lagi-lagi Lintang hanya bisa pasrah rasanya dia ingin menangis merasakan lidahnya seperti mati rasa

sesaat rasa kantuk menguasai diri Lintang dan dia pun tertidur dengan lelap di pelukan Tara

"sekarang dia sudah tidur kau bisa membawanya pulang"

Tara melihat ke arah si nenek dan mengangguk, lalu segera mengangkat Lintang untuk di gendong ala bridal membawanya pulang

"nak Dirgantara satu lagi"

Tara menoleh lagi ke arah si nenek dengan wajah bingung

"jangan pernah datang lagi ke sini, aku tak bisa percaya sepenuhnya pada perkataan bocah itu"

Tara mengangguk dan pergi meninggalkan tempat itu

setelah Tara tak terlihat lagi, Timin meraih tangan si nenek dan menggeram marah

"mbah opo maksudte iku mau!!!" (nek apa maksudnya itu tadi!!)

"kwe iku putuku sakjane kwe reti kadadean ndek iko!! kene ra mungkin iso menang karo ras iku" (kau itu cucuku kau seharusnya tau kejadian dulu!! kita tidak mungkin bisa menang dari ras itu)

Timin menunduk lemah mendengar neneknya, tapi dia tak bisa melepaskan Lintang begitu saja

Terjebak di Waktu yang berbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang