15. Onward & Back Down

133 23 2
                                    

----------Catatan: apa pun yang kalian temukan di chapter ini, saya akan sangat berterima kasih kalau kalian tidak menyebutkannya dalam komentar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

----------
Catatan: apa pun yang kalian temukan di chapter ini, saya akan sangat berterima kasih kalau kalian tidak menyebutkannya dalam komentar. 🙏
----------
Ferdi terdiam setelah mendengar penjelasan Dmitri. Entah apa maksud pria di hadapannya ini. Datang-datang bukannya hendak memperbaiki mobil, tapi malah ingin bicara empat mata dengannya--si pemilik bengkel. Terlebih saat ia mendengar rencananya yang menurutnya absurd.

Merusakkan mobil seseorang? Hei, ia membuka usaha bengkel ini untuk memperbaiki kendaraan bermotor, bukan merusaknya. Sekecil apa pun itu.

"Cuma sedikit aja kok, Mas. Paling baret. Paling parah penyok sedikit," bujuk Dmitri saat lelaki yang usianya sebaya dengannya itu tak juga membuat keputusan setelah sekian lama.

Klien aneh ini tak mengerti. Bukan tingkat kesulitannya yang menjadi masalah, tapi reputasinya.

"Kenapa saya, Bang? Kenapa Abang gak suruh pemilik bengkel lainnya aja?" Ia mencoba mengulur waktu.

"Pertama, posisi bengkel ini sejalur dengan rute sehari-harinya. Kedua ...." Alih-alih menyelesaikan kalimatnya, Dmitri meraih secarik kertas dari tumpukan kertas memo dan bolpoin yang ada di meja. Ia lalu menyodorkan kedua benda itu pada Ferdi. "Tulis nomor rekening Mas di sini," suruhnya.

Ferdi tak langsung menuruti kemauan Dmitri. Ditatapnya kertas dan bolpoin itu lama. Apa begini ya, kerjaan orang kaya? Uangnya sudah terlalu banyak sampai tak tahu bagaimana memanfaatkannya hingga rela membayar orang lain untuk melakukan kejahatan.

Ah, persetan! Siapa yang gak butuh uang?

Tanpa ragu lagi, ia menarik bolpoin dan kertas itu dan menuliskan nomor rekeningnya di sana sebelum mengembalikannya pada Dmitri.

Dmitri merogoh ponselnya dan mengetuk-ngetuk layarnya beberapa kali sambil sesekali melirik kertas berisi nomor rekening Ferdi. Bersamaan dengan kembalinya ponsel itu dalam saku celana, ponsel Ferdi berdenting.

Sebaris notifikasi dari aplikasi mobile banking muncul dalam layar ponsel si pemilik bengkel. Namun nominal yang tertera di situ sontak membuat rahangnya melorot.

"Serius, Bang? Sebanyak ini?" Tatapannya pada Dmitri mengandung sorot tak percaya. Nominal sejumlah delapan digit itu tak pernah didapatnya dari seorang klien saja, hingga ia merasa perlu mengonfirmasinya. "Ngedempul sama cat doang gak sampe segini, Bang."

Dmitri tersenyum miring. "Kalau gitu, sisanya Mas beliin perhiasan buat istri Mas."

Ferdi mengembuskan napasnya keras. Pelan, ia mengangguk.

Dmitri lalu membalik kertas yang sebelumnya ditulisi Ferdi dan menulisinya. Saat mendorong kertas itu kembali pada lawan bicaranya, ia menjelaskan, "Ini alamat apartemennya, kendaraan, nomor polisi, jam berapa dia pulang dan pergi, dan jalur yang biasa dia lewatin. Saya tunggu kabar dari Mas."

✔A Shelter by the LakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang