34. Loss & Wound

121 22 1
                                    

Waktu seakan berjalan mundur bagi Adel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu seakan berjalan mundur bagi Adel. Gambar-gambar di sekelilingnya pun bergerak mundur, seperti video yang di-rewind. Lalu semua berhenti pada malam itu, malam pelariannya, di mana Dmitri mendesis di telinganya, "I want you, Adel."

Gadis itu tersentak dan seketika membeliak. Tanpa mengenali di mana keberadaannya dan siapa yang sedang ia hadapi, ia melompat turun dari meja dan segera mencari pintu keluar.

"Eve!"

Langkah gegas Adel tak berhenti. Namanya bukan Eve. Ia merasa panggilan itu bukan ditujukan padanya.

Ia pun tak melambatkan laju kakinya saat berada di luar. Ia ingin segera menjauh dari tempat itu, tempat apa pun itu. Ia bahkan tak berusaha mengenali di mana ia berada. Dengan kepala tertunduk dan lengan menyilang di dada--memeluk diri sendiri--ia terus berlari.

"Eve?"

Kenapa hari ini semua orang memanggilku 'Eve'?! jeritnya dalam hati.

Langkah Adel akhirnya terhenti kala ia menemukan pengadang di depannya. Ia ingin menghindar, tapi ia urungkan saat merasakan pundaknya disentuh.

"Eve, kamu gak apa-apa?" Suara seorang wanita lanjut usia. Nadanya sungguh menenangkan dan serta merta menyurutkan ketakutan Adel. Ia pun memberanikan diri mendongak.

"Kamu pucat sekali, Eve." Wanita dengan rambut pendek bergelombang yang memutih itu tampak terkejut melihat wajah Adel. Tangannya tetap bertengger di pundak gadis itu, seakan sedang menenangkannya.

Namun Adel tak mengindahkan. Penglihatannya beredar, mencoba mengenali lingkungannya. Danau, di sebelah kanannya. Lalu berjarak beberapa bangunan dari tempatnya berdiri adalah vila Zayn. Saat tatapan Adel menghadap lawan bicaranya, ia akhirnya mengenali, wanita ini adalah tetangganya. Sisa tabir pun ikut terkuak, Eve adalah nama yang dibuatnya sendiri.

Jadi yang pertama kali memanggilku adalah ....

"Saya lihat kamu buru-buru keluar dari rumah Jared. Kamu diapain sama dia?"

Mendengar nama Jared disebut, Adel memutar kepalanya, menghadap rumah pria itu. Didapatinya Jared berdiri di teras, menatap lurus-lurus padanya. Dalam sorot matanya, ia seolah memohon, "Jangan pergi."

"Apa perlu saya telepon polisi?"

"Jangan," rintih Adel sambil menggeleng.

"Atau kamu sakit? Mau saya antar ke klinik?"

Adel menggeleng lagi. "Saya cuma agak gak enak badan. Saya mau istirahat aja di rumah. Permisi." Ia berpamitan. Lalu sebelum beranjak, ia sempat memutar kepalanya lagi ke arah Jared.

Lelaki itu masih di sana, memohon Adel untuk kembali dengan tatapannya yang sarat ... luka?

Maaf. Adel membatin. Kali ini ia tak bisa mengabulkan harapan Jared. Percumbuan mereka tadi seperti mengingatkannya pada satu masalah yang belum usai, yang sekaligus menyadarkannya, ia sendiri masih punya ketakutan pada masa lalu. Bagaimana bisa ia minta Jared untuk move on, sementara ia sendiri belum?

✔A Shelter by the LakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang