37. The Storm & the Shelter

129 25 3
                                    

Catatan: chapter ini mengandung adegan kekerasan yang mungkin bisa menimbulkan ketidaknyamanan.
----------

Ini terlalu dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini terlalu dingin.

Daerah itu memang dingin pada malam hari. Namun tidak, bila berada dalam rumah. Hanya saja malam ini Adel merasa temperatur di rumah itu lebih dingin daripada biasanya. Seingatnya ia tak pernah lupa menutup jendela sebelum pergi.

Ia memijit sakelar dan menyapukan penglihatannya ke penjuru ruangan begitu lampu menyala. Tak ada yang berubah. Semua masih seperti ketika ia tinggalkan. Kecuali ....

Tirai yang menutupi pintu kaca ke arah teras belakang melambai-lambai, pertanda pintunya terbuka.

Gadis itu mengernyit. Seingatnya hari ini ia tak ke teras belakang sama sekali. Atau ia lupa?

Ia beranjak ke sana. Namun langkahnya membeku seiring jaraknya dengan pintu itu menipis. Sesuatu di bawah alas kakinya terasa kasar dipijak. Serakan beling tampak olehnya kala ia arahkan netranya ke sana.

Adel menyibak tirai untuk memastikan dan .... Benar. Bukan ia yang lalai menutup pintu, melainkan seseorang menerobos masuk dengan memecahkan kaca.

Dikuasai panik, ia berusaha tetap berpikir jernih. Hal pertama yang terlintas di benaknya adalah memeriksa rekaman CCTV. Sejalan dengan irama jantungnya yang mengencang, dilajukannya langkahnya menuju walk-in pantry.

Sayangnya, ia masih kalah cepat.

"Hai, Del. Miss me?" Tiba-tiba saja Dmitri sudah berdiri mengadang. Entah di mana tadi ia bersembunyi. "Maaf, aku butuh waktu lama untuk menemukan kamu."

Rautnya saat itu tak menunjukkan intimidasi, mengingatkan Adel pada pertemuan pertama mereka kala dikenalkan oleh opa. Namun .... Tidak. Ia tak boleh lengah. Benih Dmitri-akan-melakukan-apa-saja-untuk-mendapatkan-keinginannya sudah mengakar kuat dalam benak dan tak akan goyah.

Melihat sikap tenang pria itu seharusnya rasa panik Adel berkurang. Kenyataannya, ia tak bisa menyembunyikan rona pucatnya. "Kok ... kamu tau aku di sini?" Tanpa sadar ia mundur perlahan.

Dmitri bukannya tak melihat gestur itu. Setiap Adel mundur selangkah, tungkainya pun maju selangkah. "Kenapa, Del? Please, jangan takut. Aku gak akan ngapa-ngapain kamu. Aku cuma mau bawa kamu pulang. Semua orang nanyain kamu. Mama, Zayn, Danira ...."

Tawa Adel nyaris meledak mendengar nama kedua sahabatnya disebut. Lelaki ini memang sedang menggunakan segala cara untuk mendapatkan keinginannya.

Satu tangan Dmitri terulur. "Ayo, Del, kita pulang. Pernikahan kita tinggal lima bulan lagi. Banyak yang harus kita persiapkan."

Adel tak menggubris. Ia terus melangkah mundur hingga dinding di belakang menghentikan langkahnya.

"Del ...."

✔A Shelter by the LakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang