16. Forward & Forgive

141 21 1
                                    

Telunjuk Ferdi mengetuk-ngetuk kemudi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Telunjuk Ferdi mengetuk-ngetuk kemudi. Sesekali ia melirik jam tangannya, bergantian dengan menatap gedung berlantai 20 di sebelah kanan. Ia masih punya waktu sekitar 20 menit sebelum targetnya muncul--bila sesuai dengan keterangan Dmitri. Namun bagi seseorang yang baru kali ini melakukan kejahatan, ia senewen. Bagaimana kalau ada yang curiga melihatnya parkir di tepi jalan dan hanya berdiam di dalam mobil?

Rasa senewennya semakin menjadi kala jarum jam bergulir semakin mendekati waktu yang ditentukan. Perutnya mulas dan ia merasa keringat yang semula mengalir karena kepanasan, mulai mendingin.

Dua menit menjelang waktu yang ditentukan, Ferdi menengok lagi ke arah apartemen itu. Pada saat yang sama, sebuah SUV perak muncul dari basement. Alih-alih ikut bergerak, ia mengecek nomor polisinya. Siapa pun bisa memiliki SUV perak, tapi nomor polisi hanya satu-satunya.

Itu memang dia.

Perlahan, pria itu mulai menjalankan jipnya sambil memperhitungkan, butuh berapa lama hingga kedua mobil ini sama-sama tiba di gerbang keluar apartemen.

Pengemudi SUV itu berhenti sejenak di pos keluar untuk menyapa penjaga. Ferdi juga berhenti. Dan begitu targetnya bergerak lagi, ia juga melajukan kendaraannya. Lebih kencang daripada sebelumnya.

Brak!

Tubuh Ferdi di balik kemudi berguncang pelan bersamaan dengan hantaman mobilnya terhadap SUV itu. Pura-pura panik, ia langsung menepi dan bergegas ke luar.

Targetnya juga ke luar, hendak menengok sisi mobilnya yang terserempet. Dan sebelum laki-laki itu itu memprotes, Ferdi buru-buru mendului bicara.

"Bang, maaf banget, Bang. Saya gak sengaja, Bang. Saya lagi panik, ibu saya masuk rumah sakit," kilahnya seraya menangkup kedua tangannya.

Lelaki itu berdecak. Ia tampak kesal, tapi tak terlihat hendak mengamuk. "Panik ya panik. Tapi jangan ngorbanin orang lain dong, Mas," protesnya sembari mengusap baret dan penyok pada bagian pintu penumpang.

"Iya, Bang. Maaf, Bang," sahut Ferdi gemetar.

"Sekarang pertanggungjawabannya gimana, nih?"

"Eng .... Kebetulan saya punya bengkel, Bang. Gak jauh dari sini. Untuk biayanya, Abang gak usah khawatir. Saya yang cover semuanya."

"Gitu?"

"Iya. Abang ikutin saya aja, ya. Tempatnya ada di depan sana," tunjuk Ferdi.

Sejenak lelaki itu melihat jam tangannya, seolah sedang terburu-buru. "Oke." Ia mengiakan.

Napas Ferdi terembus lega. Sejauh ini rencana jahatnya bersama Dmitri berjalan mulus. Ia dan targetnya lalu sama-sama memasuki mobil masing-masing.

Jip Ferdi mulai melaju. Sementara di belakangnya, SUV perak itu mengikuti. Sesekali ia melirik kaca spion, berjaga-jaga bila pria itu urung mengekor.

✔A Shelter by the LakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang