"Hai, Jess. Ini tahun kedua aku ngerayain ulang tahunku tanpa kamu. Kamu ingat gimana terakhir kali kita ngerayainnya? Waktu itu kamu bangunin aku jam 12 malam dan kasih aku kejutan. Kamu bawa coffee cake favoritku dengan lilin yang menyala." Jared terkekeh.
"Aku juga masih ingat apa yang aku bilang ke kamu waktu itu. Aku bilang, kamu lebay harus nunggu sampai jam 12 malam cuma untuk ngerayain ulang tahunku. Padahal biasanya kita cuma candle light dinner di restoran. Itu pun tanpa kue ulang tahun."
Laki-laki itu mendesah berat. Raut mukanya lalu berubah muram. "Ketika ulang tahunku setahun yang lalu, aku mengingatkan diri, mulai tahun itu aku akan merayakannya sendiri. Gak akan ada kue ulang tahun dan candle light dinner lagi. Bahkan Mama, Papa dan Arlene cuma menelepon untuk mengucapkan selamat. Kemarin juga begitu. Aku bangun dan mencoba menyugesti diri, ini hari biasa, bukan hari istimewa, gak akan ada perayaan selain ucapan selamat lewat telepon.
"Tapi begitu aku keluar dari kamar, Eve nyanyi 'Happy Birthday' sambil bawa kue ulang tahun. Kamu tau kue apa itu? Coffee cake, Jess, seperti buatanmu.
"Jess, kamu tau gimana rasanya ketika orang-orang udah gak peduli sama kamu, tapi ternyata masih ada satu yang gak ninggalin kamu? Itu yang aku rasakan kemarin, Jess. Dia bikin aku berharap lagi. Dengan dia, masih akan ada perayaan-perayaan ulang tahun lagi." Senyum Jared mengurai lebar seiring penglihatannya yang menerawang, seakan mencoba mengenang setiap detik perayaan kecil kemarin.
Namun senyum itu kemudian meredup seiring meluncurnya cerita berikut. "Tapi aku gak tau dia tau dari mana soal ulang tahunku dan coffee cake itu. Arlene gak pernah bahas itu sama dia. Dia juga gak ngaku dari mana dia tau. Aku jadi mikir, dia penguntit yang sedang nyamar jadi asistenku karena punya misi tertentu.
"Waktu itu aku langsung usir dia, Jess, karena aku takut .... Aku takut dia akan melakukan sesuatu ke aku. Aku parno."
Sebuah desahan kembali lolos dari mulut pria itu. Saat ia bersuara lagi, ada emosi yang terselip dalam ucapannya. "Aku jahat, Jess. Aku gak peduli dengan tatapan sendunya. Aku gak peduli dengan rasa kecewanya. Padahal aku tau dia pasti punya alasan. Aku bahkan diam aja waktu dia pergi."
Jeda panjang Jared ambil setelahnya, sekaligus untuk meredakan emosi yang sempat membuncah. Dan seakan mengingat sesuatu, ia meraih ponselnya yang ia letakkan di samping foto Jess. "Omong-omong, kamu belum pernah lihat dia, ya?" katanya sambil menggulirkan ikon-ikon aplikasi dalam ponsel hingga ia menemukan aplikasi album foto. Ia mengetuk aplikasi itu dan foto Eve bergaun bridesmaid warna lilac langsung memenuhi layar. Dihadapkannya foto itu pada foto Jess.
"Dia lagi pake seragam bridesmaid. Temannya mau nikah dan seragamnya dikirim ke sini. Terus dia minta tolong difotoin supaya bisa nunjukkin ke temannya. Tapi dia gak tau, diam-diam aku kirim foto ini ke HP-ku," kekehnya.
"Gimana menurut kamu, Jess? Dia cantik, gak?"
Lelaki itu menggelapkan layar ponsel lalu menaruhnya di meja. Jeda beberapa saat kembali ia ambil. Senyumnya pun pupus.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔A Shelter by the Lake
Romance[Romance/Mystery/Thriller] (Judul sebelumnya: The Lake House) "Jangan berurusan dengan Jared." Begitu pesan setiap orang yang Adel temui ketika baru pindah ke kota kecil itu untuk melarikan diri dari mimpi buruk. Ia baru mengerti maksudnya ketika be...