Sejak Galen dan Agam memutuskan untuk membuat gedung ini sebgai tempat huni, Galen selalu bilang kalau, “Ini adalah rumah bagi mereka yang tidak punya tempat pulang.”
Begitu juga dengan Agam, mungkin karena dia terlahir sebagai orang dengan tutur kata yang cukup menyayat hati, Agam selalu bilang kalau tempat ini adalah tempat sampah, dan mereka yang datang adalah orang-orang kotor yang tak diterima lagi diluar sana.
Agam berani jamin kalau semua orang disini itu adalah sekumpulan manusia yang menunda masuk neraka karena masih berkesempatan untuk memperbaiki diri.
Pahitnya kenyataan, perihnya atas cinta, kecewanya pada manusia, dendam yang tak terbalasakan menumbuhkan naluri saudara bagi mereka sendiri. Mereka jadi tahu apa itu keluarga tanpa hubungan darah. Mereka jadi tahu rasanya berdiri dengan orang yang sama, yang membuat mereka pantas untuk bersanding sejajar.
Sama seperti sekarang, Galen dan Agam bingung harus bagaimana melihat Aji yang tengah malam datang ke ruangan mereka dan membawa bayi kecil dipelukannya. Wajah Aji memelas untuk tidak menolak kehadiran bayi perempuan didekepannya itu, sebab Aji sendiri yang bilang, “Ini salahku, jadi aku juga yang harus tanggung jawab.”
Namun Agam kini mengerutkan alisnya tak suka bahkan terlihat begitu marah memandang bayi cantik dipelukan Aji, “Istrimu juga harus tanggung jawab! Kalau istrimu milih selingkuh gak seharusnya dia hamil dan ngelahirin anak ini! Harusnya dia gugurin aja waktu itu! Kalau kaya gini siapa yang susah! Kamu sendiri!”
Aji mengambil napas dalam. Kalimat itu nyata sakitnya menembus relung hati Aji. Ia tahu betul dengan reaksi Agam kali ini. Ia hanya bisa menenangkan bayi ditangannya itu yang sedikit kaget karena suara Agam, “Aku gak pernah ngerasa susah lo Mas. Lagipun, kalau bukan aku siapa lagi yang harus ngerawat dia? Lala gak mau ngerawat dia Mas. Dia milih buat hidup sama cowo barunya. Aku gak mau kalau anak ini aku titipin di panti asuhan.”
“ITU BERARTI LO YANG GOBLOK! MAU AJA DIGOBLOKIN SAMA CEWEK!”
Sontak bayi itu kini semakin menangis kaget sebab suara Agam. Aji bahkan sampai tak tega melihat bayi itu menangis sesenggukan dipelukannya, ia hanya bisa menimang-nimang bayi itu sambil menenenangkannya, “Sssssss…cup-cup sayang…”
Aji mengusap kepala anaknya itu karena tangisnya mulai pecah mendengar suara Agam. Sadar akan kemarahan Agam itu juga karena kesalahannya sendiri yang tidak bisa mengontrol nafsu hingga membuat Agam marah besar. Tapi demi Tuhan, Agam itu baik, sangat baik. Laki-laki itu hanya bodoh menunjukan rasa kasih sayangnya pada para manusia yang sudah ia anggap adiknya disini. Walau dikata sangat kasar, Agam hanya tidak ingin adik-adiknya itu terluka untuk kesekian kalinya. Agam begitu tahu kalau dunia ini cukup jahat untuk Aji dan teman-temannya.
Sampai datanglah Galen. Laki-laki itu berkacak pinggang menatap Aji dengan rambut basah karena baru saja mandi. Begitu juga ketika melihat bayi dipelukan Aji, Galen merasa resah juga tak tega, “Disini bahaya Aji. Kamu harus tau itu. Kamu lupa kalau Hema itu buronan dari dua tahun lalu? Lupa kalau Umar itu mantan pecandu bahkan sampe gak diterima sama keluarganya lagi? Lupa kamu kalau Kanda pernah bilang dia bunuh ayahnya? Lupa kamu kalau Afsel penderita alter ego? Lupa kamu kalau Bisma itu perampok? Apa lagi Gangga sama Lintang, hidup dipinggir jalan bertahun-tahun. Bayangin anak kamu besar dilingkungan kaya gini. Mau jadi cewek apa anak kamu nanti Aji?”
Sempat mengiyakan tutur panjang Galen kalau tempat ini bahaya, tapi Aji masih berisi keras menyanggah, “Tapi dia gak punya rumah buat tempat pulang selain aku. Aku satu-satunya rumah buat dia tinggal disini. Mas Galeng sendiri yang bilang, ini rumah buat tempat yang gak punya tempat pulang.”
Barulah disitu Galen terdiam. Bagaimana bisa kalimat yang ia lontarkan pada Aji dulu itu kini berbalik menyerangnya. Galen membuang napas panjang sambil melihat Agam yang masih begitu marah.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE TIM
FanfictionGangga itu tidak pernah percaya dengan namanya takdir baik. Kalaupun ia mendapatkan hal itu, akan ia anggap itu kebetulan, bukan keberuntungan. Namun apa jadinya jika memang ia ditakdirkan memiliki takdir indah namun hanya Gangganya saja yang belum...