24% Just go home

135 14 5
                                    

Ruangan itu tiba-tiba saja hening, menyisakan suara napas yang memburu ketika  mereka menghentikan pertarungan. Suara jarum jam itu menjadi saksi bagaimana perasaan yakin akan kemenangan itu berubah menjadi ketakutan tak terbayangankan.
Tama memandang bagaimana orang-orang disana langsung mematung. Mengancam keselamatan Galen benar-benar membuat waktu seolah berhenti saat itu juga. Bahkan tak ada satupun yang berani berkutik.

Padahal, Tama sendiri juga tidak tahu apa kelemahan Galen. Ini benar-benar diluar prediksinya. Ia tidak pernah memabayangkan mengancam Galen bisa membuat mereka tunduk tak berani melakukan apapun. Ia pikir, menjadi anak buah seorang Galen dan Agam akan sulit dikalahkan dan tidak memiliki kelemahan apapun. Walaupun nyatanya memang sedikit kewalahan tapi nyatanya Galenlah kelemahan mereka.

Dibawah sana, Galen hanya bisa menelan teguknya paksa. Matanya yang belum tertusuk pisau itu ia sempatkan melirik kesamping, ada Afsel yang lengannya sudah berlumuran darah tapi masih menodongkan pistol. Lalu tak jauh dari sana ada Aji yang memandangnya dengan wajah pucat dan tangan yang bergetar entah karena apa, lalu ia melihat disebrang sana, wajah Hema sudah babak belur, namun masih berusaha mengencangkan lengannya untuk mencekik Alex. Lalu contoh jelasnya, Agam yang berada disebrangnya, ia tidak pernah melihat Agam meringis kesakitan seperti itu.

Dan kini Tama ada diatasnya. Menodongkan mata pisau runcing yang hanya berjarak 2 cm dari matanya. Entah bagaimana tiba-tiba Galen merasa tubuhnya dan jiwanya tak punya tenaga apapun. Selama ini ia berusaha mencari alasan untuk tetap hidup setelah ia pernah merasa kehilangan segalanya. Hal itu membuatnya berkelana jauh, mengarungi batas-batas yang tak seharusnya demi menemukan alasan sederhana untuk tetap bertahan. Namun sayangnya Galen hanya mendapatkan lelah karena terlalu mengejar sesuatu yang seharusnya tidak perlu ia kejar. Apakah malam ini Galen merasakan apa itu, menyerah?

“Gue –gue nyerah…”

Setelah mendengar suara itu diear monitor mereka masing-masing, akhirnyapun terdiam. Mas Galen, yang mereka kenal sebagai laki-laki paling tampan seantero rumah, yang kalau ngomel persis burung love bird, yang kalau mereka minta seratus tapi dikasih sejuta, yang mereka anggap kakak dengan tiang paling kokoh untuk tempat mereka bersandar tiba-tiba saja melemas. Bahu mereka meorosot bersamaan bara api dalam jiwa mereka untuk berjuang perlahan meredam.

Gutama yang mendengar itu lantas tersenyum puas. Merasa Galen benar-benar kelemahan mereka. Sementara dibelakangnya, ia sudah melihat Bisma kembali meletakan tombol itu kelantai. Dirinya benar-benar puas melihat pasukan mereka yang lebih mementingkan kekeluargaan ketimbang harta.

Sementara itu dimobil, Gangga tidak percaya dengan apa yang Galen bicarakan lewat ear monitornya. Apa itu tadi? Menyerah? Sementara sebelum ini Galen begitu meyakinkan dirinya untuk tetap bertahan demi Tirta. Padahal waktu itu Gangga benar-benar tidak memiliki harapan apapun. Dan sekarang Galen mengatakan ia menyerah? Setelah semua rencana yang telah diatur? Ini tidak adil!

Untuk itu Gangga langsung mengambil alih tempat duduk Kanda. Ia mengambil headphone dari kepala Kanda yang suaranya bisa menyebar keseluruh anggota. Gangga lantas memandang layar computer dimana ia melihat jelas keadaan Galen dengan tatapan lurus, “Enggak Mas! Mas Galen gak boleh nyerah! Mas Galen sendiri yang bilang kalau kita mau bertahan kita gak tau apa yang terjadi didetik berikutnya! Kita belum kalah Mas! Kita masih punya keberuntungan!”

Sementara itu, alih-alih menarik mengusir Gangga dari tempat duduk, Lintang malah berteriak diheadphone yang masih Gangga pakai dan berteriak disana, “Bener mas! Lo gak boleh nyerah! Lo lupa kalo gue nyelipin dua pisau dijas lo hah?! Tusuk Gutama Mas!”

Begitu juga Umar, demi apapun kalau bukan Agam yang memberikannya perintah untuk tetap disini, ia pasti sudah menghabisi mereka tanpa ampun. Apalagi melihat Agam yang tengah kesakitan itu. Jiwanya itu telah menggebu-gebu memandang layar computer Kanda, napasnya memburu memberikan semangat untuk orang-orang disana, “Kalaupun kita gak dapet emasnya, seenggaknya kalian pulang dengan keadaan hidup! Ayo keluar dan kita pulang sekarang!”

THE TIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang