33% Sunset

89 13 3
                                    

Kanda, Afsel dan Lintang tidak tahu apa yang sebenarnya tejadi pada mereka sekarang. Tubuh mereka sontak tak bisa bergerak seolah ada bius dengan dosis tinggi yang membuat mereka mematung dan tak dapat berlari.

Siapa sangka kalau ide Lintang yang katanya lewat pintu utara itu malah membuka pintu ruangan yang isinya full petarung Jaguar Camp? Entahlah untuk apa mereka disembunyikan disini, atau memang sengaja bersembunyi untuk menghabisi pasuka Agam diakhir nanti mereka juga tidak tahu. Yang pasti, idenya Lintang ini buruk! Buruk sekali!
Bagaimana bisa tiga orang ini nekat membuka ruangan yang isinya lebih dari lima belas orang pria bertubuh kekar disana? Kanda dan Afsel bersumpah kalau penyesalan terbesar mereka selama hidup ini tak lain dan tidak bukan hanyalah, manut idenya Lintang.

Begitu juga dengan Lintang. Laki-laki itu juga tidak paham apa yang membuatnya ngide membawa dirinya dan dua orang ini kesini. Jujur dia juga tidak menyangka akan bertemu dengan segerombolan pria bertubuh besar itu. Lintang hanya berusaha mencari cara agar mempermudah misi ini dengan berharap tidak menemukan musuh untuk ia lawan.
Dengan tubuh yang bergetar itu, Lintang yang berada dikat pintu langsung memundurkan langkahnya. Ia mendorong Kanda dan Afsel sambil menggeleng, "Kalian berdua aja. Gue nggak berani!"

Mendengar suara Lintang yang ketakutan itu, juga setelah mendorong tubuhnya, membuat Afsel reflek menoleh ke Lintang dengan tatapan intimidasi, "Jangan bilang lu mau lari Mas..."

Lintang benar-benar tak punya nyali. Ia tetap menggelengkan kepalanya dengan wajah pucat dan terus berjalan mundur, "Gue yakin kalian berdua bisa, tapi gue? Gue sama sekali nggak bisa! Gue gak mau mati konyol disini!"

"Mas!"

BLAMMM!!!

Belum sampai Kanda mencekal tangan Lintang yang hendak kabur, bisa kalian tebak, dengan egoisnya Lintang menutup pintu itu dan meninggalkan Kanda dan Afsel didalamnya.

Kini yang tersisa hanyalah Kanda dan Afsel beserta para pria-pria bertubuh kekar itu. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan setelah ini. Yang pasti mereka tidak akan bisa kabur. Pintu itu terkunci rapat ketika Afsel coba buka. Dalam arti, Lintang mengunci mereka dari luar.

Kanda kini merasa kalau lututnya lemas. Ia berharap akan pingsan saat ini juga. Ya memang siapa yang nggak kaget kalau tiba-tiba ketemu orang segini banyak? Jangankan ini, dia bertemu orang saja jarang. Ini juga pertama kalinya Kanda ikut langsung ke lapangan kalau sebelumnya Kanda hanya menjadi mentor dimobil. Ya wajar kalau rasanya ia akan mati berdiri melihat orang-orang ini. Ini bukan lagi ketakutan, tapi juga gangguan kecemasan dalam dirinya yang tidak biasa bertemu orang.

"Apsel..."

"Mas...." Afsel menyela suara Kanda yang bergetar disebelahnya, napasnya tak stabil melihat orang-orang didepannya, "Jangan kira gue ngga takut ya. Ini kalo gue bisa ngompol, gue ngompol sekarang juga."

Jangan kira Afsel yang sudah terbiasa diatas ring, atau bahkan sulit terkalahkan oleh para petarung disini tidak akan terkejut dengan mereka. Jumlah merekalah yang membuat Afsel menelan teguknya.

Namun apa boleh buat? Pintu itu tidak bisa dibuka dan sengaja dikunci dari luar. Mereka ditinggalkan untuk melawan orang-orang ini sendirian. Mereka tidak tau apa yang tengah mereka rasakan dengan sikap Lintang yang meninggalkan mereka. Rasanya terlalu berlebihan jika mereka bilang Lintang mengkhianati mereka. Tapi sungguh, mereka tidak kaget kalau mereka akan mati disini.

Hanya dengan bermodalkan nekat,  Afsel membuang napas kasar dengan sekali hembusan.  Jujur saja dia tidak punya harapan apapun diakhirnya. Tapi jika ia masih berkesempatan hidup, Afsel bersumpah akan memiting leher Lintang Sahasika setelah ini.

"Gak ada cara lain Mas. Anggap aja lu lagi main game di komputer lu."

"Matamu! Game mati masih bisa mulai lagi, gue mati bisa hidup lagi?!"

THE TIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang