27% Bapak.

149 10 8
                                    

Hari itu langit nampak temaram, hanya tersisa awan gelap serta hembusan angin dingin yang menusuk kulitnya. Kicauan burung gagak yang entah dari mana datangnya membuat Tama menatap langit itu dan menyadari betapa suramnya tempat yang akan ia datangi itu. Ia bahkan tidak paham mengapa bisa ada pasar yang dibangun ditempat seperti ini.

Kedua lengannya itu masih dalam masa pemulihan. Ia tidak bisa banyak gerak karena tusukan belati yang cukup parah melukainya. Tama datang tak sendiri, melainkan bersama Alex dan Jack yang ikut menemani. Walaupun Gerry juga masih hidup, Tama sadar kalau Anjani, Heri, telah terbunuh pada malam itu.

Sedikit sisi terang seorang Indra Gutama Sanghaji, sejujurnya, Tama bukanlah orang pendendam. Ia tak akan membuat perlakuan orang padanya menjadi rumit apalagi membalasnya. Jika memang ia harus kehilangan maka biarlah. Laki-laki itu hanya cenderung gila dengan apa yang ia inginkan. Ia akan menumpas habis apapun yang menghalangi tujuannya. Dan bagi Gutama, Agam dan Galenlah penghalang tujuannya.

Kini kakinya itu berjalan menelusuri jalan-jalan basah. Aroma khas pasar itu kuat ia rasakan saat memasuki pemukiman itu. Bau amis ikan, bau segar buah, bau busuk sampah bersatu dan cukup menganggunya. Namun hal itu tidak menghentikan langkahnya untuk mencari seseorang di tempat ini untuk ia temui.

Namanya Prabu Sanjaya. Laki-laki itu biasa Tama panggil dengan sebutan “Bapak.” Bukan hanya Tama namun juga dengan Agam dan Galen. Itu karena Prabu merawat mereka seperti anak mereka sendiri, atau Prabu adalah ayah angkat dari tiga orang ini.

Tama tidak pernah lupa kalau Prabu membangun rumah besar hanya untuk merawat mereka dulu –sama seperti yang dilakukan Agam dan Galen sekarang. Tama juga tidak akan pernah lupa bahwa dari banyaknya anak angkat Prabu Sanjaya, hanya tiga orang inilah yang menjadi anak kepercayaan Prabu.

Kini, bagaimana mereka sekarang itu adalah hasil dari cara didik seorang Prabu Sanjaya. Prabu memang tidak pernah mendidik keras mereka, namun ia cenderung mempengaruhi pikiran mereka. Setiap kalimat yang keluar dari mulut Prabu memang halus, namun halusnya itu membuat siapapun tergelincir. Pria itu menghasut secara mulus untuk menjadikan anak-anaknya orang jahat –sama seperti dirinya untuk ia manfaatkan.

Ia mengamati beberapa anak yang ia adopsi untuk dilihat potensinya apakah dapat menguntungkan dirinya atau tidak. Karena kalimat itulah, anak-anak itu tumbuh menjadi pria yang seolah tidak memiliki batas atau kepuasan seperti Agam, Galen dan Gutama.

Kini Tama, Alex dan Jack sudah sampai di depan tampat itu. Sebuah ruko kecil dengan penerangan minim dan hanya tersisa lampu kemuning didepannya. Ratusan atau bahkan ribuan buku yang ada didepan ruko itu seolah menjadi jawaban kenapa buku itu berada diluar, tidak lain dan tidak bukan karena memang sudah tak cukup lagi untuk diletakkan didalam. 

Tama tidak bisa membayangkan ada berapa banyak buku yang ada didalam sana kalau didepannya saja sudah sebanyak ini. Lalu tampak seorang pria pemilik ruko itu juga tengah membaca buku dengan hikmat didalam sana dibantu dengan lampu pijar sebagai penerangan tambahan.

Kini Tama hanya bertanya-tanya, kemana tiga perempat dari emas yang sudah Prabu miliki itu, atau rumah besar yang pernah mereka tinggali dulu. Kenapa ia memilih tempat seperti ini untuk ditinggali?

Iya, ini adalah rumah Prabu bukan toko buku ataupun perpustakaan. Tumpukan buku disekeliling pria itu adalah murni koleksinya bukan barang dagangan. Dan itu cukup sumpek bagi Tama. Padahal kalau Prabu mau, Prabu bisa meratakan pasar ini dan menjadikannya rumah mewah seperti rumahnya. Namun apa yang bisa ia harapkan dari pria seperti Prabu yang masih jadi pertanyaan pintar atau bodohnya.

Akhirnya Tama, Alex dan Jack pun masuk kedalam sana. Membuat laki-laki itu mengalihkan pandangannya dari lembaran yang tengah ia baca. Untuk sekian detik ia terdiam menadang orang didepannya, memastikan apakah matanya ini salah lihat atau memang ada orang yang mirip dengan anak angkatnya dulu, Gutama.

THE TIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang