3% Bad Brother

289 29 5
                                    

Sore itu nampak temaram, untuk hal paling jarang ia dapatkan, Gangga pulang lebih sore. Ia tak perlu berjalan ditemani suara truk tebu dengan perasaan was-was karena jalanan yang sepi ditengah malam. Ia juga tidak perlu bingung mencari toko buka untuk membeli beberapa makanan untuk dimakan saat ia sudah sampai rumah, walaupun akhirnya ia makanan seorang diri karena Tirta pasti sudah terlelap.

Hari ini simple saja, telor dadar sama kecap. Gangga tau kalau dirinya dan Tirta tak mungkin makan berdua satu meja, itu juga sedikit mustahil. Tapi setidaknya ia bisa menggorengkan satu telur untuk Tirta bukan? Gangga tau kalau Tirta agak trauma terkena percikan minyak panas.

Sambil mengunyah makanan dimulutnya, dia menghela napas panjang. Agaknya hari ini ia sedikit beruntung, ia tak perlu bertarung dengan keras untuk menjatuhkan lawan. Mengingat lawannya tadi sudah tumbang begitu saja saat diring tadi. hitung-hitung lukanya kali ini bisa mengering.

Tidak ada yang special sejujurnya, ia hanya akan pulang lebih awal, mandi lebih awal dengan air yang tak begitu dingin, memakan makanan yang belum basi, istirahat lebih awal juga dan…menunggu Tirta pulang sekolah.

Kriett….

Akhirnya pintu lapuk itu terbuka membuat Gangga menoleh kearah pintu.

Untuk beberapa detik Gangga berhenti mengunyah nasi dimulutnya melihat siapa yang datang. Mengamati siapa yang datang seperti korban begal ini?  Dari ujung kaki hingga ujung kepala, hanya perawakan yang berantakan dan kotor. Sebentar kerahnya juga ada noda darah? Siapa dia ini, apa ini Tirta adiknya? Dia beneran dibegal?

“Heh!”

Tirta belum memberikan respon.

“Heh.”

“Tirta!”

Anak itu terlalu menunduk bahkan tidak sadar kalau ada Gangga yang tiba-tiba bersuara dan bermaksud memanggilnya dari meja makan. Saat itu ia juga kaget namun…

“Dari mana lo kek begini?” lalu Gangga melihat amplop putih ditangan Tirta dan mengambilnya, “Amplop apa ini?”

Namun belum selesai Gangga membuka amplop itu Tirta lebih dulu bersuara, “Gue discors.”

Pergerakan tangannya itu berhenti lalu memandang Tirta yang sedang menunduk itu perlahan. Hingga ia melempar dengan kasar amplop itu  kemuka Tirta, “Kenapa gak sekalian dikeluarin? Hah?”

“KENAPA GUE TANYA!!”

Tirta hanya menutup matanya sejenak saat suara itu lagi-lagi menyebar di ruangan sempit ini. Hingga tak lama tubuhnya yang lagi-lagi dihempaskan keras di tembok dan semakin membuat badannya bertambah linu.

Ia juga hanya mampu memegang pipinya yang panas saat Gangga menampar pipi kanannya itu sebanyak dua kali dengan kekuatan yang keras. Sampai akhirnya ia pasrah begitu saja saat suara serak milik Gangga itu lagi-lagi memenuhi rumah kecil ini.

“Lo pikir nyekolahin lo murah? Buat wujudin mimpi sampah lo yang bahkan gak ada untungnya buat gue itu gampang?!” Dengan otot rahang yang mengeras Gangga menonyor jidat Tirta dengan telunjuknya, “Sekolah goblok aja akal-akal bikin masalah!

“Emang salah kalo gue babak belur begini karena nyelamatin orang yang dibully?” ucapnya pelan sambil memandang Gangga perlahan, “Lo pikir gue sejahat itu hah? Ada bocah yang hampir ditelanjangin sama adiknya guru asal lo tau! Terus gue harus diem aja hah?"

“ITU BUKAN URUSAN LO!”

“Mau ditelanjangin, mau dilempar meja, mau dibunuh sekalipun, gue gak pernah ngajarin lo buat ikut campur urusan orang lain!”

Namun hal iu langsung membuat Tirta menyungging ujung bibirnya yang terluka itu, “Apa lo bilang? Ngajarin? Seolah-olah lo adalah kakak paling baiiik sedunia dan pantas dijadiin suri tauladan buat adiknya, gitu?” Tirta lalu memandang Gangga dengan tajam sambil menunjuk dada Gangga, “Inget ya lo itu mantan narapidana. Gak ada yang bisa gue contoh dari manusia kaya lo!”

THE TIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang