41% House on the Mountain

103 9 4
                                    

Andaikan....

Ini hanya andaikan....

Andaikan ada kata umpatan yang paling tidak beradab selain anjing, babi, bangsat, keparat, bajingan, asu dan kawan-kawan seperjuangannya, Nora mungkin sudah berteriak dengan kata-kata itu diujung jurang untuk laki-laki bernama Gustian Tirta Elmahera.

Demi Tuhan, Denora Isyana tidak pernah membayangkan ia akan bangun dipagi hari sambil menerima pesan tolol dari laki-laki sialan itu.

"No, kita putus ya. Aku udah gak ada rasa lagi sama kamu. Maaf kalau tiba-tiba aku bilang gini. Setelah ini jangan pernah cari aku."

Satu kata yang keluar dari mulutnya pagi itu, "Dih?"

Ini bagaimana bisa Nora yang tidur tapi Tirta yang mengigau? Tirta habis makan pasir kucing setai-tainya apa bagaimana? Pesan bodoh macam apa yang Tirta berikan pada Nora pada hari itu? Tidak ada rasa lagi? Jadi selama hampir dua tahun itu mereka pacaran atas dasar apa?

Apa Tirta tidak sadar bahwa Nora adalah garda terdepan untuk mempertahankan hubungan mereka? Membela Tirta layaknya pejuang demi hubungan mereka? Yang juga sering kena getahnya disaat orang lain selalu menjelek-jelekan Tirta?

Ini serius Nora diginiin?

Padahal Nora pernah bilang kalau, Tirta akan selalu menjadi yang terbaik. Pandangan orang lain terhadap Tirta dengan padangannya itu sangat berbeda. Untuk nyata, Tirta tidak pernah membuatnya merasa kecewa selama mereka menjalin hubungan.

Tapi sejak hari itu, Nora sadar bahwa Tirta sudah berhasil membuatnya terluka.

Rasanya aneh jika harus terluka karena laki-laki itu. Nora merasa kalau lukanya ini tak seharusnya ia dapatkan. Itu seperti hanya Nora yang terjatuh pada lubang yang mereka gali berdua. Ia butuh penjelasan baru ia bisa dengan lega menerima luka ini. Tidak ada hujan petir tiba-tiba Tirta memutuskan Nora?

Brengseknya lagi, laki-laki itu juga tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tiba-tiba ia tidak masuk sekolah, seluruh media sosialnya menghilang, dan laki-laki itu tidak Nora temukan dimanapun ketika Nora berusaha mencarinya. Seolah laki-laki itu sudah mati ditelan bumi.

Ini sudah tahun kelima Nora mencari Tirta. Bohong kalau kecewanya tak disertai perasaan lainnya. Rasanya tidak adil jika hanya Nora yang tersakiti disini. Setidaknya Tirta harus minta maaf karena itu, dan kabar tentang laki-laki itu.

Kalaupun nanti ia akan mendapatkan kabar buruk tentang laki-laki itu, tak apa. Setidaknya Nora tau kemana perginya Tirta. Kalau memang mati, tinggal taburin aja bawang goreng kuburannya.

Pada Minggu pagi yang cerah ini, Nora mendatangi sebuah bangunan terbengkalai dengan alamat yang ia cari-cari bersama teman SMA dulu, yaitu Asoka.

Iya, laki-laki itu juga masih berhubungan baik dengan Nora. Alasannya simple aja, dia juga bertanya-tanya kenapa dua temannya itu alias Tirta dan Khanza bisa hilang tiba-tiba secara bersamaan. Alasan lainnya juga Ican dan Gutama. Kenapa bisa dua orang itu juga menghilang bersamaan dengan hilangnya Tirta dan Khanza?

Mengingat mereka semua saling berhubungan, ia jadi penasaran sebenarnya apa yang tengah terjadi pada mereka hingga menghilang secara bersamaan seperti itu.

Kini keduanya berdiri didepan sebuh gerbang berkarat itu, memandang bangunan lawas yang nampak mengerikan sebab sudah banyak akar yang merambat di tembok-tembok bangunan itu. Bahkan bau debu bangunannya pun bisa mereka cium dari luar saja. Barang-barang disana juga nampak berserakan seolah telah terjadi keributan besar. Terlebih ada pohon mangga besar beserta daun-daun kering yang tidak pernah dibersihkan. Membuktikan kalau bangunan dengan dua lantai itu memang sudah lama tidak dihuni.

THE TIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang