“Lo nyadar gak sih kalo tingkah mereka tu akhir-akhir ini aneh banget. Mereka jadi jarang nongkkrong diatap. Padahal kalo dikamar gak ada, satu-satunya tempat orang itu ketemu pasti diatap. Tapi akhir-akhir in tu enggak.”
“Anehnya lagi, mereka ngilang gak cuma satu atau dua orang. Pasti bareng-bareng.”
“Giliran ketemu, bilangnya habis dari kamarnya Mas Kanda.”
“Yakin sih mereka nyembunyiin sesuatu dari kita. Yakan Za?”
…..Pada akhirnya mereka sampai pada sebuah rumah megah yang membuat mereka terperangah bukan main. Lampu-lampu kemuning itu menghiasi setiap sudut rumah desain ala-ala Italia yang semakin membuat rumah itu terasa sangat mewah dan elegant. Seharusnya mereka tidak kaget kalau tiba-tiba Vincenzo tiba-tiba keluar dari sana.
“Lo yakin bisa masuk kesana?” tanya Bisma melihat ada empat penjaga yang tengah berdiri didepan gerbang rumah itu.
Sementara Hema hanya melipat bibirnya kebelakang sambil membuang napas panjang, “Diem ini gue juga lagi mikir gimana caranya.”
Lalu Afsel menoleh kebelakang pada dua orang yang sejatinya, sesungguhnya, sepatutnya memegang tanggung jawab besar pada misi ini tengah asik memiringkan ponselnya. Gangga yang tengah bermai game, dan Lintang yang kecerahan ponselnya seterang cahil (Cahaya Ilahi.) sedang main candy crush.
Demi Tuhan Afsel ingin sekali saja memukul kepala dua orang itu dengan botol minum kosong miliknya. Afsel tahu kalau keduanya ini memang pernah terlibat konflik besar hingga membuat mereka pastinya merasa canggung. Tapi bagaimana bisa mereka bersantai padahal berhasil tidaknya rencana ini tergantung dua manusia ini!?
“HEH! KALIAN SANTAI BANGET SIH! UDAH SAMPE NIH!”
Lintang dan Gangga yang terkejut itu langsung saja menurunkan ponselnya. Menatap satu sama lain dengan pandangan yang juga bingung.
Gangga langsung menekan gambar rumah dilayar ponselnya, “Oh udah sampe?”
Begitu juga Lintang yang juga langsung menyimpan ponselnya ke saku celana, “Jadi gimana cara masuknya?”
Dari wajah dua orang cengo itu, nampak sekali kalau sepanjang jalan mereka tidak memperhatikan jalan menuju kesini dan tidak berbicara sama sekali, minimal rundingan agar waktu masuk kedalam rumah lebih mudah?
Ketiganya itu hanya membuang napas panjang. Pasrah juga kalau semisalnya dua orang ini malah cek-cok ditengah-tengah misi lalu gagal. Tapi mau bagaimana lagi, Agam sendiri yang memilih mereka.
“Oke, Tes Gangga Tirta?” Suara Kanda itu bersuara lewat earpiece yang tersambung pada seluruh tim, “Mic kalian berfungsi gaksih! Perasaan diem-diem bae! Ngomong anjir ngomong! Gue biar tau kondisi kalian!”
Lintang dan Gangga yang mendengar itu langsung membenarkan posisi earpeace mereka ketika nama mereka disebut.
"Iya iya ini berfungsi.”
“Berfungsi.”
Kanda mendengus kesal dimobil Agam dan Galen yang berhenti tak jauh dari mereka, “Nah gitu dong ngomong! Dari berangkat sampe udah nyampe gak denger suara kalian sama sekali! Kalian harus kompak!”
Mendengar itu Gangga dan Lintang tak sengaja saling menatap dengan mata yang canggung. Jangankan berbicara rencana agar misi ini berhasil, mereka jadi satu tim saja tidak ada yang menyangka. Dari diri masing-masing mereka hanya percaya pada kemampuan diri mereka sendiri, bahkan tak terbesit untuk bekerja sama apalagi komunikasi dalam misi ini.
Disitu Hema hanya menghela napas lelah sambil berdecak, “Lagian ide siapa yang nyatuin dua manusia aneh ini. Ngomong satu sama lain aja gak pernah malah dijadiin patner.”

KAMU SEDANG MEMBACA
THE TIM
FanfictionGangga itu tidak pernah percaya dengan namanya takdir baik. Kalaupun ia mendapatkan hal itu, akan ia anggap itu kebetulan, bukan keberuntungan. Namun apa jadinya jika memang ia ditakdirkan memiliki takdir indah namun hanya Gangganya saja yang belum...