12% Me and My Brother

178 14 0
                                    


Sore yang indah berlalu begitu saja. Tirta mengambil tasnya dan menuju mobil yang kini tengah menunggunya itu. Rasanya senang bisa punya waktu lebih lama dengan Nora. Gadis itu tahu bagaimana cara menghargai Tirta yang sekarang ini, ia tidak protes sama sekali dengan kelakuan Tirta yang -pura-pura gagar otak itu.

"Tirta."

Langkahnya itu berhenti dan menoleh kebelakang saat Nora memanggilnya, "Belum juga pulang udah kangen aja. Kenapa?"

Terlihat tangan gadis itu sudah mengepal diudara dan siap memukul Tirta, "Sekali lagi lo kaya gitu, gue pukul kepala lo sampe bunyi trang tang tang tang tang!"

Tirtapun hanya terkekeh kecil lalu menganggukkan kepalanya, "Iya iya kenapa?"

"Besok waktu istirahat pengen makan berdua di kantin. Boleh?"

"Mau lo ajak makan dipuncak Everest juga gue mau. Yang penting sama lo."

"Beneran minta dipukul kepalanya ni bocah."

"Udah gitu aja? Gak pengen kiss?"

Pertanyaan itu hampir saja membuat Nora melempar ponsel ditangannya ke kepala Tirta, "Botakmu! Udah pulang sana. Ati-ati."

Tirta hanya tersenyum sebelum ia berlari kecil menuju mobil yang tengah menunggu didepan taman. Ia hanya takut kalau Umar akan menunggu lama, terlebih melihat dirinya berduaan saja tadi bersama Nora.

Namun, betapa kaget dirinya saat kaca kemudi mobil itu terbuka. Bukan Umar yang tengah menjemputnya seperti yang dikatakan oleh Agam tadi. Melainkan...

"Gangga?! Ngapain lo disini!?"

Laki-laki pemilik senyum kotak itu hanya mengedikan bahunya sambil menurunkan kaca mata hitamnya. Tanpa berbicara apapun Gangga langsung memberi isyarat Tirta untuk masuk ke dalam mobil. Ia sempatkan memandang gadis yang masih ada di taman sana dari balik kacamata hitamnya itu. Hingga kaca mobil itu terutup dan mulai melaju meninggalkan taman itu.

Hingga dalam hening itu Gangga berucap tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan, "Udah inget kalau dia pacar lo?"

Tirta terdiam sejenak, sampai ia menggeleng bohong, "Belum."

Namun Gangga hanya menyungging bibirnya, "Halah boong! Tadi yang kejar-kejaran dipinggir air mancur siapa? Udah kaya drakor india aja. Giliran pacarnya aja inget. Gue enggak."

Tirta tak mampu memberikan respon apapun. Laki-laki itu hanya memalingkan wajahnya ke kaca untuk melihat jalan dari dalam mobil. Kalau boleh jujur sebenarnya Tirta tidak gagar otak sama sekali sejak awal, bahkan saat ia sudah sadar dari komanya. Ia juga masih ingat kalau ia adalah korban kecelakaan pada malam hujan lebat itu.

Tirta masih ingat segalanya, termasuk Nora, Asoka, dan Gangga.

Sayangnya, Tirta tak ingin menjadi dirinya yang dulu. Tirta nyaman dengan dirinya yang sekarang. Dengan menjadi pura-pura amnesia Tirta merasa seperti terlahir kembali, ia menjadi Gustian Tirta dengan kondisi yang lebih baik dari segi apapun.

Bahkan ketika ia tidak gagar otak sekalipun, Tirta enggan mengingat apapun sebelum kecelakaan itu terjadi. Biarkan semua yang terjadi sebelum ini hilang begitu saja dalam otaknya. Bagaimana Gangga yang selalu membencinya, bagaimana ia hidup sengsara bersama Gangga, bagaimana buruknya citranya ia di sekolah, bagaimana ia memperlakukan Nora, Tirta ingin memperbaiki segalanya dengan Tirta yang sekarang.

Lagipun, setelah semua itu terjadi, sedikit demi sedikit Tirta mendapatkannya. Gangga kini berubah, laki-laki itu tak sekeras batu seperti sebelum ia kecelakaan. Mungkin kasarannya, Gangga ini menyesal? Dan juga ternyata...menyayanginya.

THE TIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang