45% Tirta Mana?!

89 8 0
                                    

Selasa pagi itu Bu Asih tengah menyapu teras tokonya, menata dagangan untuk ia letakan dimeja depan dan menggantung beberapa kerupuk. Sesekali matanya itu melirik rumah besar peninggalan Bu Petra yang sudah hampir dua minggu ini terlihat sepi. Rokok favorit kedua langganannya itu jadi tidak restock karena tidak ada yang beli.

Ia pun menghela napas sambil meletakan sapunya memandang rumah itu, "Anak-anak pada kemana sih? Kok dua minggu ini nggak keliatan. Apa mereka pindah rumah ya? Tapi kok gak bilang sama aku?"

Hingga datang mobil hitam yang berhenti didepan warungnya. Ketika kaca kemudi itu turun, Bu Asih melihat seorang pria berkaca mata hitam dengan raut wajah dingin disana. Hingga pintu belakangnya itu terbuka dan membuat Bu Asih terkejut karena manusia yang baru saja ia batin itu turun dari mobil itu.

Ya, Lintang menghampiri Bu Asih dengan senyuman manisnya itu lengkap dengan setelan kemeja rapih yang biasa Bu Asih lihat selama ini.

Seperti lima tahun lalu ketika Bu Asih bertemu Lintang setelah menghilang, wanita paruh baya itu memukul bahu Lintang dengan keras, "Kamu kemana aja! Dua minggu nggak keliatan! Hema sama Bisma juga kenapa nggak pernah beli rokok kesini lagi? Kalian pergi kemana?"

Lintang hanya terkekeh, "Ibu kangen ya?"

"Kangen kangen! Bisma sama Hema tuh punya utang rokok. Ibu takut mereka kabur ninggal utang. Mana tu anak hah?!"

Lintang lalu meletakan telunjuk didepan mulutnya sambil mendesis, "Shhhhh. Ibu tenang dulu. Utang rokok Hema sama Bisma bakal aku lunasin. Bahkan bakal aku bayar sepuluh kali lipat. Tapi..."

"Tapi apa?"

"Aku mau minta tolong sama Ibu."

"Minta tolong apa? Jangan aneh-aneh kamu Lin!"

Lintang menutup matanya sambil menggeleng. Ia lalu menunjuk gadis kecil yang tau-tau sudah digendong Bisma tak jauh dari mobil, "Aku minta tolong sama Bu Asih buat jagain anak itu selama aku pergi."

Bu Asih membelalakan matanya sambil menutup mulut, "Ya Ampun Lintang. Jadi selama ini kamu punya anak? Kapan nikahnya Lintang? Astaga kamu sama aja sama ibukmu!"

Lintangpun berdecak sambil membuang napas kesal, "Ihhh Ibu...itu bukan anakku...itu anaknya Mas Agam."

"Mas Agam siapa?"

Lalu Bu Asih melirik laki-laki yang tadinya tengah mengemudi mobil itu kini sudah bersandar dibagian depan mobil. Dengan kaca mata hitamnya, ia menghisap sebatang tembakau sambil memandang Ratu yang masih digendong Bisma yang mengajaknya bercanda.

Hanya dengan begitu, Bu Asih menelan ludah ketakutan, "Ya Ampun Lintang...itu siapa? Kamu kenal orang kaya gitu dari mana? Kok serem banget."

Lintang lagi-lagi menggeleng. Ia mengusap bahu Bu Asih perlahan, "Ibu gak usah takut. Mas Agam baik kok. Emang setelan mukanya aja begitu. Aslinya mah....hehe. Sebentar aku panggilin.."

"HEH!"

"Mas Agam! Sini!"

Agam membuka kaca mata hitamnya ketika Lintang memanggilnya. Ia menghembuskan asap rokok terakhirnya hingga akhirnya ia injak dengan sepatu mewahnya untuk mematkan api rokok itu. Dengan langkah tegasnya itu, Agam menghampiri Lintang dan ibu-ibu pemilik warung ini. "Gimana? Bisa?"

Dengan semangatnya Lintang memberikan seribu anggukan, "Bisa Mas. Bu Asih mau jagain Ratu. Tenang aja Bu Asih bisa dipercaya kok. Aku udah kenal dia dari kecil."

Bu Asih ingin sekali memukuli paha Lintang dengan gagang sapunya sampi biru karena seenak jidat membuat keputusan. Bu Asih belum menyetujui penawaran itu, tapi Lintang sudah mengatakan kalau Bu Asih mau. Padahal Bu Asih masih ingin menimang, tapi apa boleh buat? Ketika Bu Asih dihadapkan dengan seorang Agam, Bu Asih benar-benar tidak bisa berkutik dan reflek mengangguk.

THE TIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang