"Bangun! Bangun! Bangun!"
Sayup-sayup matanya itu perlahan terbuka saat seseorang menampar pipinya. Dengan sisa pening yang masih meremas kepalanya. Saat matanya itu terbuka, ia melihat laki-laki dengan tudung jaket yang baru saja menamparnya itu pergi menjauh. Ia tidak tahu siapa, tapi seseorang tak jauh disana memanggilnya Alex.Tirta masih mendesis ketika merasakan perih pada sekujur tubuhnya terutama pada punggung. Ia bersimpuh dengan dua tangannya yang merentang pada dua tiang yang ada di kanan kirinya menggunakan rantai. Ia jadi heran, sebenarnya apa yang telah mereka lakukan pada badannya ini hingga ia tak sadarkan diri?
Hingga matanya itu benar-benar terbuka, ia melihat ada Khanza yang tengah diikat pada sebuah tiang dengan tiga orang yang ada disana. Gayanya seperti para perundung yang telah melakukan aksinya. Mereka memukul Khanza sesuka hati lalu tertawa. Mungkin ia terkejut, tapi matanya tidak salah kalau tiga orang itu adalah, Noah, Dilan dan Dandi. Tak hanya itu, ia juga melihat Gutama, Jack, dan juga Mang Cecep. Untuk apa mereka disini?
Sebenarnya Tirta sendiri juga tidak tahu apa alasan mereka melakukan itu. Mereka salah apa hingga harus disekap disini. Hingga mereka dibawa pada sebuah tempat luas yang dipenuhi laki-laki berbadan besar disana. Tirta yakin kalau orang yang ada disini bukan hanya anak buah Gutama tapi juga para petarung Jaguar camp.
Sampai seorang laki-laki bertubuh tegap itu datang. Wajahnya tenang dengan aura wibawanya yang kuat, senyum tipisnya itu tak lepas bersama tatapannya yang hangat. Tapi ketika ia melihat sebuah cambuk panjang yang mengalung lehernya, ia baru ingat kalau cambuk itulah yang membuatnya tak sadarkan diri barusan.
Saat itu juga laki-laki itu berlutut didepan Tirta. Ia tesenyum tipis sambil menyisihkan rambut Tirta yang sempat menutupi matanya. Dan ketika rambut itu disisihkan, Prabu terpana melihat sorot mata bocah ini yang begitu tajam, "Ya Tuhan...seperti ini wajah keturunan Elmahera sekarang. Ternyata seperti ini bentuk matanya."
Saat itu juga Tirta jelas memberontak sambil menjauhkan wajahnya dari Prabu, menimbulkan suara gemerincing rantai yang ada dikanan kirinya, "Apa yang lo mau hah! Lepasin gue!"
Namun hal itu hanya membuat Prabu lagi-lagi menyungging bibirnya, hingga menimbulkan dua lubang dipipinya, "Orang tua kamu itu orang tua yang luar biasa. Dia mewariskan banyak hal sama kalian untuk masa depan ketika mereka sudah tidak ada. Tapi sayangnya hal itu tetap disadari oleh orang-orang seperti kami. Pantas saja kamu dibiarkan hidup sama anak saya hingga dewasa, karena didalam badanmu ini saja juga sangat berharga."
Tirta tau kalau dulu keluarganya memang keluarga yang kaya raya. Tirta bahkan tak bisa menjelaskan betapa banyaknya harta yang dimiliki oleh keluarganya itu. Tirta juga ingat dia terpaksa lari dari rumah itu karena ada pembantaian oleh seseorang pada orang tuanya. Sampai sekarang Tirta tidak tau siapa pelakunya. Apakah orang didepannya ini pelakunya? Tirta tidak tahu.
Tapi dari pada memikirkan siapa pelakunya, Tirta lebih tidak paham dengan sebutan anak yang dikatakan laki-laki ini. Saat itu juga Tirta mengeyitkan alisnya tak paham. "Anak?"
Prabu langsung memasang wajah yang pura-pura kaget sambil menutup mulutnya, "Astaga? Kalian tidak tau apa-apa? Wah hebat sekali Agam dan Galen menyembunyikan ini."
Laki-laki itu lalu berdiri dihadapan Tirta. Ia merentangkan kedua tangannya, "Panggil saya Prabu Sanjaya! Saya ini yang membesarkan Galen, Agam dan Gutama dari kecil! Walaupun tidak ada hubungan darah sedikitpun dari kami. Saya orangtua mereka!"
Beberapa detik Tirta mungkin sempat mematung. Mendengar sebuah fakta bahwa Galen, Agam dan Tama dirawat oleh orang yang sama? Maksudnya mereka adalah saudara angkat? Tapi kenapa mereka terlihat seperti musuh berbuyutan?
Sampai laki-laki itu tertawa lagi melihat raut wajah Tirta yang kebingungan. Ia lagi-lagi mendekat dan berlutut lalu menarik rahang Tirta dengan kasar untuk mendongak menatapnya, "Kamu ingat beberapa tahun lalu kamu pernah kabur dari rumah karena ada dua orang yang menyerang orang tuamu? Kamu ingat? Orang itu Agam dan Galen! Mereka yang bunuh orangtua kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TIM
Fiksi PenggemarGangga itu tidak pernah percaya dengan namanya takdir baik. Kalaupun ia mendapatkan hal itu, akan ia anggap itu kebetulan, bukan keberuntungan. Namun apa jadinya jika memang ia ditakdirkan memiliki takdir indah namun hanya Gangganya saja yang belum...