Mengapa ada banyak burung gagak yang bertengger di pohon ketika mereka datang adalah satu dari sekian banyaknya pertanyaan mereka dimalam ini. Suaranya saling bersahutan ketika mobil itu terparkir di dekat gerbang. Juga hawa yang seketika menjadi dingin dan menusuk kulit ketika mereka keluar dari mobil.
Ketika mereka mendongak ke langit, ada dua pertanyaan yang ada di kepala mereka. Pertama kenapa sinar bulan itu begitu terang malam ini? Bahkan cahayanya mampu menyinari halaman rumah yang nampak padam itu. Kedua, apakah teman-temannya yang tidak ikut pulang itu tengah melihat mereka dari atas sana bersama bulan?Mereka curiga kalau semua ini adalah sambutan atas kehilangan. Semesta ingin menyaksikan wajah-wajah orang yang tengah merasakan duka mendalam lewat sorotan cahaya bulan itu. Bernyanyi bersama kicauan gagak yang mengiringi tangis mereka. Bersama jiwa-jiwa yang menjelma sebagai angin dingin untuk memeluk mereka.
Kini suara jarum jam adalah satu-satunya suara yang terdengar ketika mereka sudah menurunkan jasad Afsel dan Kanda.
Sama ketika mereka melihat jasad Umar dulu, mereka hanya terpekur disekitar jasad dengan tatapan kosong. Entahlah apa yang ada dipikiran mereka, yang pasti mereka tak berhasil membawa jasad lainnya kemari karena sudah hangus terbakar.Ya, mereka tidak bisa membawa pulang jasad Galen, Agam dan Gangga. Padahal seharusnya mereka harus tetap pulang kemari entah dalam kondisi bernyawa atau tidak.
Pada keheningan itu Tirta bersandar dipintu dapur dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang entah kemana yang justru membawa bayangan tawa Gangga. Kehilangan Gangga membuatnya seperti melebur bersama debu. Membuat dirinya turut merasakan mati tanpa harus menikam nadi. Bayangan kehancuran hidupnya setelah ditinggal Ganggapun tak terelakkan dari otaknya.
Disisi lainnya, ada Aji yang duduk di kursi yang biasa Galen duduki sambil menimang-nimang Ratu. Melihat bagaimana wajah-wajah sayu orang-orang yang tengah kehilangan. Rasanya seperti hanyut dilautan yang dalam hingga ia tak bisa muncul lagi kepermukaan. Bahkan menjerit meminta tolong saja Aji sudah tidak sanggup lagi karena tidak kuasa melihat wajah-wajah itu. Mungkinkah ini yang dirasakan Agam dan Galen ketika melihat adik-adiknya terluka? Sekarang ia benar-benar berharap untuk bisa hidup lebih lama.
Tak jauh disana, ada Hema dan Khanza yang tak kalah hampa. Ia bersyukur masih bisa memeluk Khanza sekarang. Tapi ia tidak menyangka kalau akan kehilangan temannya. Matanya Hema terpaku pada jasad Afsel, merasakan dadanya yang sesak. Demi Tuhan, bermimpi Afsel pergi saja Hema tidak pernah. Namun kini ia dihadapkan dengan kenyataan kalau Afsel benar-benar meninggalkannya.
Lalu Lintang. Laki-laki itu mendadak merasa kalau semua ini lucu. Terlebih ketika ia melihat dua jasad didepannya. Ia ingin tertawa terbahak-bahak sekarang, persetan tawanya itu keluar bersama deraian air mata. Lintang tau kalau dia hidup dunia yang kaya tai, tapi Lintang berusaha keras untuk tidak menjadi tai juga. Tapi benar, walaupun dia nggak jadi tai, dia tetap hidup menjadi sampah yang sama-sama kotor.
Sementara itu ada Bisma yang duduk terdiam tak jauh dari jasad dua orang itu. Matanya lurus menatap mereka dengan air mata yang masih mengalir deras. Bibir bawahnya ia gigit sekuat mungkin agar tidak terisak. Telapak tangannya mengepal kuat hingga membuatnya terlitka.
Hingga suara rusuh terjadi tiba-tiba saat Bisma bangkit dan langsung menarik kerah baju Lintang. Semua yang ada disana jelas kaget saat Bisma membating tubuh Lintang pada dinding yang tak jauh darinya. Mereka melihat bagaimana Bisma mencekik leher Lintang secara tiba-tiba.
"GUE GAK BAKAL MAAFIN LO LINTANG!!! LO MATI SEKARANG JUGA!!! GARA-GARA LO APSEL TEWAS!!!"
Dan siapapun tau alasan kenapa Bisma tiba-tiba meledak. Sedari tadi hanya laki-laki itu yang tak bersuara. Entah apa yang menekannya, tapi rasanya semuanya sangat tertahan. Mungkin disaat hening menghanyutkannya, amarah Bisma tiba-tiba meledak begitu saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE TIM
FanfictionGangga itu tidak pernah percaya dengan namanya takdir baik. Kalaupun ia mendapatkan hal itu, akan ia anggap itu kebetulan, bukan keberuntungan. Namun apa jadinya jika memang ia ditakdirkan memiliki takdir indah namun hanya Gangganya saja yang belum...