5% New World

277 27 1
                                    

“WELCOME TO OUR HOME!!”

Galen merentangkan tangannya pada sebuah gedung susun yang nampak begitu banyak kamar didalamnya, “Kamu tinggal disini aja dulu sama adik kamu. Tempatnya gak kaya hotel bintang lima, tapi ya semoga aja kamu betah disini. Lagian disini penghuninya cowok semua kok, pasti kalian langsung akrab.”

Disitu Gangga hanya menghela napas panjang dengan tas besar yang masih ia tenteng ditangannya. Rumah susun yang dibangun disebuah tanah kosong ini jauh lebih baik dari pada rumah reyot yang ia tinggali hampir tujuh tahun lamanya itu. Banyaknya lampu dan udara yang segar seperti membuat dirinya menemukan suasana baru disini.

“Ini udah jauh lebih baik kok Mas.”

Galen tersenyum lalu memandang Tirta, “Kamu udah sembuh Ta? Katannya gagar otak. Kamu inget dia siapa?”

Tirta mengedikan bahunya saat Galen menunjuk Gangga, “Gatau juga saya tiba-tiba bangun dirumah sakit, katanya saya gagar otak. Terus waktu saya tanya dimana keluarga saya dokter bilang dia keluarga saya. Yaudah sih, walaupun sebenernya saya gak percaya punya keluarga modelan kaya dia.”

Disitu Galen hanya terkikik melihat Gangga yang sudah menyerah dengan Tirta yang enggan mengakui kalau ia kakaknya. Galen hanya menyuruh Gangga dan Tirta untuk masuk kesebuah ruangan yang merupakan kamar khusus yang tempatnya sengaja lebih lebar karena ada sebuah ruangan khusus untuk penghuni baru.

“Duduk aja.” ucapnya pada Gangga dan Tirta lalu berjalan masuk kedalam.

Tak lama Galen keluar dengan membawa seorang pria yang langsung membuat Gangga mengulum bibirnya karena ketar-ketir sendiri. Laki-laki itu tak terlalu tinggi. Kulitnya pucat dengan wajah dingin serta pandangan mematikan. Lalu bekas luka apa yang ada dimatanya itu? Luka yang terlihat dari dahi hingga turun kepipinya seperti membuktikan kalau orang ini adalah orang yang sangat mengerikan. Apakah ini yang paling ditakuti oleh satu rumah susun ini? Apakah ini yang namanya Agam Sudrajat?

“Kenalin ini Mas Agam. Gak usah takut wajahnya emang gitu.”

“Anak mana lo? Jago berantem sampe bonyok begitu? No bocah kenapa jidatnya diperban gitu? Kejatuhan duren?”

Sebuah permulaan yang tak menyenangkan dari Agam untuk dirinya yang datang baik-baik kesini.

Namun hal itu langsung saja membuat Galen memukul lengan laki-laki yang lebih pendek darinya itu, “Gak usah galak-galak. Wajah lu udah kek anjing pelacak aja. Gue ketemu mereka ditengah jalan pas hujan-hujan. Tuh adiknya ketabrak mobil sampe gagar otak gak kenal Abangnya. Namanya Adipati Gangga Elmahera sama Gustian Tirta Elmahera.”

Pupil mata Agam mendadak melebar mendengar itu dan langsung menoleh pada Galen. Ia lantas duduk didepan Gangga dan Tirta sambil duduk menumpuk lututnya. “Gue cuma pengen ngasih tau kalian aja, hidup disini itu gratis tanpa dipungut biaya. Minusnya emang diisi sama orang-orang rusak aja. Ada banyak orang dengan latar belakang berbeda disini, gue harap lo bisa rukun satu sama lain. Kalian semua saudara, gue sama mas Galen yang paling tua. Kalau salah ya tetep gue sabet pake selang. Kita semua keluarga disini.”

Disitu Gangga sedikit tak suka dengan cara bicara Agam. Setidaknya memberikan sambutan dengan ramah? Mentang-mentang nggak dibayar. Lagipun, Gangga memang paling anti dengan orang belagu seperti ini, yang semena-mena mengatakan kalau hidupnya rusak. Toh kalau memang satu rumah ini isinya orang-orang rusak berarti dua orang didepannya juga begitu kan? Aneh!

Hingga datang laki-laki tinggi dengan kaos tanpa lengan dan celana colornya itu. Niatnya mau minta tolong Agam untuk membenarkan kran kamar mandinya yang patah, tapi matanya malah melirik Tirta disana. Anak itu menatap Tirta dengan pandangan yang tidak bisa diartikan sampai Galen merangkul pundaknya, “Ini Khanza Dawandaru. Dia penghuni paling kecil disini. Dia kelas 12 di sekolah Satria Mandala.”

THE TIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang