11% Tirta selalu yang terbaik.

175 18 3
                                    

Sang surya hari itu perlahan mulai turun, hawanyapun mulai menjadi sejuk sebab jam tiga sore angin mulai semilir meniup wajahnya. Para siswa sudah mulai keluar dari pintu gerbang. Hari ini mungkin bisa dibilang Agam telah buang-buang waktu. Bertemu dengan guru BK yang tak berguna sama sekali, juga bertemu dengan Gutama yang mukanya masih saja membuat perutnya mulas ketika melihatnya. Juga menunggu Tirta sekolah dari pagi hingga sore karena takut Tirta kenapa-napa.

Hampir sekitar lima belas menit Agam menunggu didepan gerbang namun Tirta belum kelihatan batang hidungnya semenjak bel pulang. Padahal Khanza sudah nyelonong saja dengan motor merahnya tanpa menyadari kalau Agam juga ada disana.

“Ini bocah kemana sih?”

Sampai tak berselang lama, akhirnya Tirta nampak juga hilalnya. Bocah tinggi itu akhirnya keluar dari gerbang, tapi tunggu –bersama seorang gadis? Saat Tirta berjalan mendekatinya bersama gadis itu, Agam tak mau bertanya karena itu juga bukan urusannya. Ia hanya memasang wajah kesal karena Tirta telah membuatnya menunggu, 

“Loh Mas Agam? Udah jemput aja?”

Agam hampir saja menjitak bocah itu kalau saja Tirta tidak langsung menghindar, “Jemput gundulmu! Aku nungguuuin dari pagi ini.”

Tirta langsung saja membelalakkan matanya saat Agam berbicara seperti itu, terlebih didepan Nora, “Lah berarti Mas Agam gak pulang dan nungguin aku dari pagi? Ngapain Mas! Aku bukan anak TK. Nanti aku pulang sendiri!”

Disitu Agam langsung saja menggeleng, “Jangan. Kamu gak boleh pulang sendiri. Udah sekarang pulang.” Namun Agam dibuat gagal fokus dengan gadis berwajah polos disebelah Tirta. Ia memandang gadis itu dari ujung kaki sampai ujung kepala, “Ini siapa? Pacar kamu?”

Tirta mengulum bibirnya sejenak sambil memandang Nora. Ia lalu menggandeng tangan Nora dengan cepat dan membuat Nora sedikit kaget, “Iya pacar aku.”

Agam berdecak, ia tidak heran kalau anak SMA jaman sekarang sudah punya pacar saja sementara ia saja belum. Ia hanya membuka pintu mobilnya untuk Tirta masuk, “Udah sekarang masuk deh. Aku capek pengen pulang, ini udah ditelponin terus sama Gangga.”

Norapun sempat memandang Tirta lagi, bingung apa yang harus ia perbuat saat Tirta dipaksa pulang sementara Tirta sendiri ingin mengajaknya pergi, “Tapi Aku entar mau main ke taman bentar sama dia. Boleh ya Mas? Sebentar aja, aku udah lama gak ngobrol sama dia.”

Melihat wajah dua bocah yang seolah-olah tengah memohon itu hanya membuat Agam menghela napas dan mendengus, “YAUDAH IYA! Tahu gini gue udah molor dari tadi siang Ta! Intinya nanti jam lima dijemput Umar di Taman Sukarni. Gak ada tawar menawar. Paham?”

Tirta tersenyum puas saat Agam mengijinkan dirinya. Tirta sudah bilang, manusia-manusia dirumah itu sangat baik, kecuali Gangga. Coba bandingkan, memang Gangga mau menunggu dirinya dai pagi sampai sore karena ia masih masa pemulihan? Apalagi datang untuk menjadi walinya seperti Agam? Mau sampai Diego makan lodehpun Gangga pasti ogah melakukan hal itu.

Saat Agam sudah menaiki mobilnya, ia menurunkan kaca sedikit untuk berbicara dengan Tirta. Ia melambaikan tangannya pada Tirta untuk mendekat dan berbisik, “Kalo pacaran jangan sampe kaya Aji. Paham?”

Tirta sedikit melirik ke arah Nora, lalu ia memberikan jempol pada Agam, “Siap Mas. Tirta gak macem-macem. Nanti kalo pacar Tirta hamil ya tinggal Tirta rawat anaknya kaya Mas Aji ngerawat anaknya, Ratu hehe.”

“HEH!!”

Agam hampir saja mau memukul kepala Tirta namun bocah itu kabur sambil menarik tangan gadis itu. Bisa Agam lihat dari spion mobilnya bahwa mereka berlari sambil tertawa dibelakang sana. Disitu Agam hanya tersenyum tipis, ia merasa hangat saja ketika melihat Tirta bahagia. Tak hanya Tirta tapi semua adik-adiknya dirumah.

THE TIM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang