40. Kembali terlibat

914 97 18
                                    


Note: maafin typo yang menyakiti mata

***

Kini Winter dan Nara duduk bersebelahan di kursi taman. Keduanya diam setelah sebelumnya sempat merasakan canggung kala kesadaran kembali menarik mereka berdua untuk saling melepaskan pelukan.

Angin yang berembus membuat Winter sedikit merapatkan jaket yang dia pakai. Matanya dengan ragu melirik Nara yang sejak tadi tak kunjung membuka suara.

"Elo udah ngerasa lebih baik sekarang?" tanyanya ragu, berharap Nara menjawab dengan segera.

Namun, sayang. Remaja itu terus diam dengan jemari yang mulai memucat karena udara dingin kian menusuk.

"Nara?"

"Mami gue masih belum sadar, Win. Sejak keluar dari ruang operasi mami cuma diem aja. Dokter bilang, jika sampai malam ini mami enggak juga sadar maka kami semua harus siap untuk kemungkinan terburuknya."

"Kemungkinan terburuk, maksudnya?"

"Koma."

Kembali, Winter tertegun dan tak mampu berucap sedikit pun. Dia tak menyangka jika akan separah itu.

"Tapi tadi pagi, bukannya elo bilang ke anak-anak Tante Indri udah baik-baik aja ya. Tinggal nunggu sadar doang kan?"

Nara menatap Winter perlahan. Raut wajah itu sendu dan terlihat begitu lelah. Entah sudah berapa banyak air mata yang Nara keluarkan sampai matanya begitu sembab Winter lihat.

"Itu emang yang gue denger tadi pagi. Tapi ternyata semua orang bohong, mereka cuma enggak mau gue sedih."

"Jadi maksudnya sejak awal Tante Indri emang udah ..."

"Hm. Operasinya mungkin lancar, tapi keadaan mami sama sekali belum stabil."

Winter hanya mampu untuk menghela napas, tanpa sanggup menjawab ucapan Nara. Sosok itu kini tertunduk di hadapannya dengan air mata yang kembali menetes.

"Gue takut, Win. Gue takut mami enggak bisa bangun lagi dan gue, gue enggak mau itu terjadi."

"Nar, jangan ngomong gitu ya. Tante Indri pasti sembuh kok, kita berdoa sama-sama ya biar Tuhan denger doa kita."

Nara hanya mampu mengangguk dengan jemari yang perlahan menggenggam tangan Winter. Untuk saat ini, sang gadis tak peduli akan rasa gengsi atau apapun itu. Dia hanya bersikap selayaknya sandaran yang saat ini Nara butuhkan.

.

.

Winter kini kembali pulang ke rumahnya. Dia yang baru saja masuk menemukan sosok sang ayah kini duduk di sofa dengan kaca mata yang bertengger di pangkal hidungnya.

"Assalamualaikum, Pa."

"Wa'alaikumssalam. Baru pulang, Nak."

"Iya, Pa."

Winter mendekat dan tanpa menunggu mencium punggung tangan sang papa yang terulur seperti biasa.

Gadis itu mengambil tempat di sebelah Leo tanpa ragu. Matanya melirik berkas-berkas yang sejak tadi menjadi fokus sang ayah.

"Kasusnya Tante Indri ya, Pa?"

Utopia ( Aespa x Nct Dream )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang