18. Kegalauan Jeno

1.3K 153 5
                                    

***

"Aduh Ren, tau gini sering-sering aja si Tante Indri Ulang tahun," bisik Candra pelan membuat Rensyah yang duduk di sebelahnya melirik cepat.

"Eh kardus, gue tau kalo kita seneng karena makan gratis. Tapi jangan jujur banget, nanti kalo yang lain denger kita juga yang malu."

Candra tersenyum memperlihatkan deretan giginya, "iya iya, gue diem." Jemarinya kembali bergerak memegang garpu guna menyantap steik yang memang disiapkan untuk ketiga sahabat Nara itu.

Ya, setelah pulang. Indri yang diberikan kejutan oleh sang putra berinisiatif untuk mengundang Jeno dan kedua sahabatnya untuk makan malam di rumah.

Kabar baik itu tentunya membuat Candra dan Rensyah semangat, namun tidak dengan Jeno. Berbeda dari keduanya, kini remaja bermata sipit itu malah menatap tak minat makanannya.

"Sayang, kenapa? Kamu enggak suka ya sama rasanya?"

Suara lembut Indri memecah lamunan Jeno, dengan segera mata itu beralih menatap sang empunya rumah. "Enggak kok Tan, aku suka," jawabnya disertai senyum manis yang terlihat.

Mendengar itu, Indri lega. Sebenarnya bukan hanya dia yang menyiapkan makanan malam ini, namun ada juga beberapa pelayan yang membantu.

Tapi tetap saja, Indri akan merasa kecewa jika ada yang tidak menyukai rasa masakannya itu mengingat bagaimana usahanya dalam menyelesaikan masakan setelah kembali dari panti.

"Syukur deh kalau begitu, sekarang kalian habiskan makanannya  ya. Tante mau ke depan dulu, kayaknya Om udah pulang."

Keempatnya, termasuk Nara mengangguk menjawab wanita cantik yang baru saja bertambah usia itu. Indri dengan segera bangkit dan undur diri dari meja makan, berjalan cepat menuju ruang tamu guna menyambut sang suami.

Sepeninggalan Indri, kini hanya ada empat remaja yang asik makan di kursinya masing-masing.

"Oh ya Nar, gimana tadi? Elo beneran dateng ke tokonya Winter?"

Pertanyaan Rensyah membuat Nara menghentikan gerakan tangannya, tak terkecuali Candra. Meski tidak sepenuhnya berhenti makan, laki-laki itu kini beralih menatap wajah Nara.

"Elo ke tokonya Winter? Ngapain?" tanyanya penasaran.

Mendapatkan dua pertanyaan sekaligus, Nara pun meletakan garpu juga pisaunya. "Jadi," hanya itu yang keluar dari bibirnya, membuat Candra makin bingung saja.

"Jadi itu kue dari tokonya Winter? Cantik juga ya, enggak salah pilih tempat emang." Rensyah melirik singkat cake bertingkat yang ada di ujung meja, tempat sang mama tadi duduk. Laki-laki dengan kaos putih itu tersenyum singkat dan kembali memotong dagingnya.

Candra dengan segera meletakan garpu juga pisaunya, entah mengapa ada emosi yang tersulut. "Ini pertanyaan gue enggak mau dijawab? Ren? Nar?" ucapnya dengan raut kesal, namun detik kemudian berubah memelas sembari cemberut bak anak kecil yang kehilangan mainan. "Gue penasaran, ada apa sih?"

Tentu saja hal itu membuat Rensyah dan Nara tersenyum. Mereka sih tidak heran lagi dengan kelakuan randomnya Candra yang sudah bawaan dari lahir.

"Jadi gini, si Nara itu lupa pesen cake buat Maminya. Karena tempat lain biasanya harus pesen dari jauh-jauh hari, dia coba ke tokonya Winter, eh ternyata bisa. Jadilah itu cake yang tadi elo puji-puji rasanya."

Utopia ( Aespa x Nct Dream )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang