"Bibi tidak paham maksudmu," ujar Bibi Maya sambil memandang sinis keponakannya.
"Aku dengar kalau Roran masih hidup dan mengirimkan surat untukku, benarkah?" ujar Sophie dengan raut wajah tegang.
Dia biasanya enggan bicara dengan bibinya. Interaksinya hanya seperlunya saja. Tapi kali ini dia harus bertanya langsung. Sophie mungkin akan kena masalah atau dihukum karena membuat bibinya kesal. Tapi surat-surat itu adalah haknya.
"Bibi tidak pernah bilang kalau Roran sudah mati," kata Bibi Maya santai.
Sophie merasa kelegaan melanda hatinya. Rasa haru menguasainya. Selama ini dia selalu bersikap seolah tegar tapi kalimat pendek dari bibinya telah melunakkan hatinya. Selama ini dia percaya kalau Roran tidak akan pernah pulang.
"La-lalu dimana suratnya? Kenapa kau tidak berikan kepadaku?"
Bibi Maya mengernyitkan dahi, seolah-olah Sophie baru saja meminta sesuatu yang bukan haknya.
"Untuk apa? Roran tidak akan pulang,"
"Apa? Kenapa kau bisa bilang begitu?!"
"Kecilkan suaramu! Gadis kurang ajar tidak tahu sopan santun!" Bibi Maya berubah murka.
"Maaf, tapi-" Sophie mulai terisak, dia nyaris memohon.
"Roran sendiri yang bilang tidak akan pulang,"
"Bohong!"
"Beraninya kau-"
Dengan kesal, Bibi may membuka kunci laci dapurnya dan mengeluarkan selembar kertas.
"Ini surat terakhirnya, baca saja sendiri!" Katanya ketus.
Dengan gemetar, Sophie membaca isinya. Dia segera mengenali tulisan tangan itu. Itu benar Roran. Mereka belajar bersama dan Roran suka membacakan puisi untuknya. Sophie tidak mungkin salah.
Dear Sophie,
Aku sudah melalui empat musim panas tanpamu. Kau juga tidak pernah membalas suratku. Wajib militerku hampir selesai dan aku memutuskan tidak akan pulang ke Summerville. Entah kau baca surat ini atau tidak tapi kuharap kau bahagia dan baik-baik saja.
Ps: Apakah pohon wysteria yang ada di bukit belakang rumah paman sudah berbunga? Kau harus melihatnya. Berikan pupuk dan air agar dia kuat sampai musim dingin berakhir.
Sophie melipat surat itu dan memasukkannya ke lipatan kain di bajunya. Ada rasa sedih sekaligus bahagia. Tentu dia senang karena Roran masih hidup, tapi dia sedih karena kakaknya tidak akan kembali. Meskipun begitu, masih ada yang mengganjal di hatinya. Roran mungkin berusaha mengatakan sesuatu kepadanya. Sesuatu yang tidak dipahami oleh bibinya.
Tidak pernah ada pohon wysteria di bukit belakang rumahnya. Tapi kenapa Roran menanyakannya?
"Mereka bilang, Roran mengirimkan uang," kata Sophie lagi pelan. Dia tidak terlalu naif, dia harus tahu kebenarannya.
"Uang apa?"
"Uang yang dihasilkan Roran selama dia menjadi prajurit kerajaan! Kau yang menyimpannya!"
Plak!
Tidak perlu waktu lama, Bibi Maya melayangkan tangan ke pipi Sophie kuat-kuat.
"Itu bukan uangmu! Kau kira biaya hidupmu di sini murah?! Darimana aku memberimu makan kalau bukan dari uang kakakmu?"
"Aku bekerja keras di sini!" Sophie nyaris menangis.
"Karena aku menampungmu! Aku dan pamanmu memberikan tempat tinggal dan makanan tentu saja kau harus bekerja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Taming The Villain Duke
RomanceWarning Red Flag ML Slow Burn 18+ Sophie pikir, dia akan mendapatkan akhir bahagia. Setelah belasan tahun hidup layaknya pelayan di rumah bibinya, sophie menerima kejutan kalau dirinya adalah seorang putri. Kakaknya menjadi putra mahkota dan dirinya...