Bab 66 - Bitter Reunion

1.9K 367 63
                                    

Kenapa Sophie harus mengajak bertemu di kafe grandital? Itu kafe yang biasa dikunjungi mahasiswa. Tempat para akademisi sesekali bertukar ide sambil berkelakar dan minum kopi. Sophie bisa bicara di istana atau menyewa restoran. Thaddeus mungkin terlalu berpikir berlebihan. Tapi, apa yang akan mereka bicarakan mungkin tidak sebaiknya didengar orang lain.

Thaddeus merasa jarinya gemetar. Tapi bukan karena dingin, melainkan karena emosi yang membuncah. Rasa marah, kerinduan yang tidak bisa dia jelaskan, kekecewaan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Thaddeus benci perasaan itu. Dia terbiasa menjalani hidup dengan membuang empatinya. Dia selalu berpikir kalau itu hanya menahan produktifitasnya.

Itu terbukti benar selama beberapa minggu ini. Thaddeus terbiasa berkepala dingin dalam situasi apapun. Dia bahkan tetap tenang ketika menghadapi masalah mengancam nyawa di Aqua Portia. Tapi soal Sophie berbeda. Pekerjaan dan hidupnya berantakan.

Thaddeus sejak lama sudah menerima sophie sebagai duchess. Dia mengaktifkan kembali emosi dan empatinya ketika bersama sophie. Dia pikir, itu tidak akan berbahaya baginya. Sophie adalah istrinya. Wajar kalau dia berusaha nyaman bersamanya.

Thaddeus mengenakan setelan abu-abu. Dia terlihat gagah dan tetap rupawan. Walaupun ada cekung kebiruan di sekitar matanya saat ini, karena dia sulit tidur dan terlalu banyak minum.

Berita antara pasangan duke dan duchess caleigh sama sekali belum reda. Tentunya, pertemuan mereka hari ini pasti akan menimbulkan rumor baru. Mereka akan memberitakan Duchess yang dikira meninggal atau kabur tiba-tiba muncul di depan umum. Lalu minum kopi bersama suaminya seolah tidak terjadi apapun.

Tapi thaddeus tidak yakin bisa menahan diri. Ketika ada kesempatan dia mungkin akan menarik tangan sophie. Memaksanya masuk ke kereta kuda. Untuk apa dia mendengar penjelasannya. Akhirnya sudah jelas. Sophie akan kembali ke rumah, menjadi duchessnya dan tidak akan lagi pernah keluar dari rumah caleigh.

Tring!

Pintu membuka. Situasi kafe tiba-tiba hening. Sophie, mengenakan gaun putih gading beranda dan mantel abu-abu. Dia terlihat pucat dan sedikit kurus. Apakah dia tidak makan dengan baik selama dia menghilang?

Roran dan sophie adalah mahasiswa grandital, mereka terbiasa bersikap sebagai orang normal di sana. Para akademisi tidak selalu membungkuk atau memberi hormat kepadanya. Malah kebanyakan cenderung tidak peduli. Mungkin, ini juga alasan kenapa sophie meminta bertemu di sini. Karena kebanyakan tidak peduli soal gosip. Otak mereka sudah cukup sibuk memikirkan tugas kuliah dan penelitian.

"Your grace," sophie membungkuk. Suaranya lembut, tanpa ada tekanan. Thaddeus terenyuh. Dia sudah berhari-hari tidak mendengarnya dan itu membuatnya gila.

Tapi, sepertinya sophie lebih dulu menjadi gila ketimbang dirinya.

"Bisakah anda menyingkir, yang mulia?" Kata thaddeus menahan diri.

"Baiklah, aku akan ke bar. Kalian silahkan duduk dan bicara," Roran menanggapi santai dan pergi. Thaddeus merasa muak. Dia menyadari gestur tubuh sang pangeran. Dia senang sophie mengajukan perpisahan dengan sang duke.

"Jadi, apa yang terjadi?" Thaddeus mengumpulkan seluruh sisa kewarasannya untuk melontarkan kalimat itu. Dia berhasil menghindari opsi kekerasan atau pemaksaan atau teriakan kasar akibat rasa frustasi.

"Sudah pesan minum?"

"Aku tidak ingin minum apapun," tanggap thaddeus geram.

"Maaf," Sophie menundukkan kepalanya seolah menyesal.

"Untuk apa?"

"Karena tindakan mendadak ini. Tentang kenapa aku harus kabur dan segalanya,"

"Kau membuat masalah. Masalah yang sangat besar,"

Taming The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang