Sophie sadar kalau dia lebih banyak menahan nafas sejak memasuki aula makan. Dia belum paham kenapa harus berada di sini. Di sebuah ruangan yang bahkan tidak semua bangsawan Anatoille pernah menginjaknya. Terlebih lagi, dia duduk hanya berjarak beberapa kursi dengan pemimpin agung Anatoille.
Ruangan sangat hening, karena itulah Sophie cemas nafasnya terdengar dan akan menyinggung raja. Sophie memberanikan melirik ke arahnya. Dia sama sekali tidak berpakaian formal. Malah dia terlalu santai. Raja Anatoille memakai jubah tidur longgar dengan sulaman emas mewah. Dia bersandar di kursinya, tidak menegakkan punggung atau berusaha terlihat berwibawa. Sejujurnya, sophie merasa sang raja mengingatkannya dengan pamannya ketika dia baru saja sadar dari mabuknya dan hendak sarapan.
Berbeda dengan tampilan santainya, Sophie didandani cantik, dengan gaun biru yang belum pernah dipakai siapapun. Walaupun gaun itu terlihat mewah dan berat, kenyataannya cukup ringan dan tidak panas. Gaun itu bahkan lebih mewah daripada gaun yang pernah dia lihat di pesta pernikahan tetangganya dulu, padahal mereka cukup kaya. Namun gaun itu berbeda dengan yang biasa dipakai bangsawan ke pesta. Gaun itu tidak banyak hiasan atau renda serta tidak ada perhiasan apapun yang dia pakai selain seuntai kalung emas bermata berlian mungil berbentuk tetesan air.
Raja tidak memedulikan sophie sama sekali. Dia juga tidak mempersilahkannya makan atau sekedar menegurnya sebelum menyuap sup labu ke mulutnya dan mengunyah roti baguette yang dioles mentega bawang putih.
Situasi ini mungkin lebih menyiksa dari apapun. Hanya ada dia dan sang raja di meja marmer panjang itu. Selain itu ada beberapa penjaga berpakaian lengkap tapi mereka hanya berdiri seperti patung. Sophie tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak berani bicara atau pun berani mengambil sendok ikut makan.
Lady Emery tidak menyiapkannya untuk ini sama sekali. Dia mengajari cara makan, cara bersikap dan mengambil sendok garpu tapi bagaimana Sophie harus memulainya tanpa menyinggung raja?
Sophie kini berharap semoga ada gempa bumi atau sambaran petir ke istana sehingga dia bisa lepas dari segala ketegangan itu.
"Sir Roran memasuki ruangan!" Salah satu penjaga, yang awalnya sophie kira benar-benar sebuah patung, tiba-tiba bersuara sambil menghentakkan tombak ke lantai.
Roran sama sekali tidak diperlakukan seperti kriminal. Apa yang sebenarnya terjadi?
Sophie dan Roran saling bertatapan. Lengannya dibalut perban, dia mengenakan rompi tanpa lengan serta celana kulit yang tidak terlalu longgar. Dia memasuki ruangan dengan tergesa dan segera menunjukkan ekspresi lega begitu melihat Sophie.
"Sophie! Kau di sini?" Roran segera menghampiri, melewati raja begitu saja seolah-olah dia tidak ada.
Sophie buru-buru menggeleng. Cemas kalau mereka akan dapat hukuman karena sudah tidak sopan. Roran mungkin tidak tahu kalau dia adalah seorang raja.
"Duduk," Raja Anatoille bersuara sambil memandang mereka berdua tajam.
"Ma-maafkan kakak saya," sophie segera berdiri dan menundukkan kepala.
"Sophie, dia siapa?"
"Apa penjaga tidak memberitahumu? Dia—" Sophie berbisik dengan perasaan tegang.
"Aku Phillip Amadeus Antouirre, seorang raja," Katanya santai sambil membersihkan mulutnya dengan selembar serbet.
Roran membelalakkan mata sebagai reaksi terkejutnya, kemudian dengan patuh duduk di kursi terdekat dengan sophie.
"Ma-Maafkan saya, saya memang dibantu kaum Navaran untuk menjemput adik saya, termasuk soal Wyvern dan aksi merepotkan saya di kota Wysterina. Tapi Sophie tidak—"
"Aku tidak peduli soal itu," Raja Phillip memotong kalimatnya.
"Aku memang tidak terlalu ketat soal protokol kerajaan tapi kurasa kau tidak cukup dididik oleh ibu kalian. Apa yang membuatmu berpikir kalau kau boleh bicara denganku sebelum aku mengizinkanmu?"
Baik sophie maupun roran merasa ada hawa dingin menusuk sekitar pundak mereka.
"Ma-maafkan saya Yang Mulia,"
"Cukup, aku akan segera kembali ke kamarku, jadi aku tidak akan berlama-lama mengasuh kalian. Roran, kenapa kau begitu sulit untuk dicari? Sudah berbulan-bulan pasukan kerajaan berusaha menghubungi tapi kau selalu kabur,"
"Itu," Roran merasa ragu.
"Aku memberimu izin untuk bicara,"
"Aku tidak tahu kalau mereka dari Istana dan ada yang mencoba membunuhku,"
"Membunuhmu?"
"Kurasa begitu, terakhir seseorang menjatuhkanku dari jurang dan kakiku nyaris patah, dan aku diselamatkan kaum Navaran yang—"
"Kita akan mengurus soal itu nanti, sekarang kau sudah berada di istana. Tidak akan ada yang berani secara terang-terangan menyerangmu. Tugasmu sekarang adalah menjalankan tugasmu dengan sempurna sebagai pewarisku,"
"Pewaris?!"
"Ah ya, apa aku melewatkan beberapa informasi yang penting? Ah, Roran apa kau tidak ingat aku?"
"Saya tidak pernah bertemu dengan anda, yang mulia. Saya hanya keponakan baron dan bekerja sebagai petani di Summerville dan–"
"Tidak, tidak. Kau seharusnya ingat, usiamu sudah tiga tahun ketika aku pergi. Ketika itu aku sering mengajakmu memancing bahkan mengajarimu berkuda," kali ini raja Phillip tersenyum kepadanya.
"Itu, aku ingat itu kulakukan bersama ayahku yang sudah gugur dalam perang,"
"Ya, tapi dia tidak mati. Aku pergi untuk melindungimu dan benar-benar melupakanmu dan ibumu selama lebih dari lima belas tahun. Kini, aku merasa posisiku sudah cukup kuat dan aku mencari,"
"Apa maksud yang mulia??"
"Roran, kau putraku,"
Baik sophie maupun roran tidak bisa merespon. Raja Phillip kini untuk pertama kalinya melihat ke arah Sophie dan bicara padanya.
"Lalu kau, gadis kecil. Ketika aku meninggalkan ibumu, aku tidak tahu kalau dia hamil. Jadi aku tidak yakin kalau kau juga putriku," Katanya dengan ekspresi datar dan sedikit rasa tidak suka.
***
Makasih sudah membaca dan kasih vote serta komen ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Taming The Villain Duke
RomanceWarning Red Flag ML Slow Burn 18+ Sophie pikir, dia akan mendapatkan akhir bahagia. Setelah belasan tahun hidup layaknya pelayan di rumah bibinya, sophie menerima kejutan kalau dirinya adalah seorang putri. Kakaknya menjadi putra mahkota dan dirinya...