Bab 81 - The King

2K 299 45
                                    

"Sigmar belum kembali?" Sophie bertanya, sengaja mendatangi ruang kerja suaminya yang tentu saja juga punya kesibukan lain selain mengurus keluarga istrinya.

Thaddeus berhenti menulis, menutup jurnalnya dan memandang istrinya yang belia itu serius.

"Tidak, dia belum mengabariku," Thaddeus menggeleng.

"Apakah dia berpikir dia tidak perlu lagi mencari penawar untuk Roran sejak insiden kebakaran itu?" Sophie menerka.

Sudah seminggu berlalu sejak tragedi kebakaran di gedung kejaksaan. Rasanya baru sebentar sibuk dengan banyak hal sehingga waktu seolah berjalan begitu cepat. Mereka mengabaikan banyak hal termasuk sigmar karena kesibukan mereka.

Ksatria yang bersumpah setia dengan keluarga Caleigh, serta kesatria kerajaan telah melakukan investigasi. Kebakaran itu belum diketahui apa penyebabnya. Ada tiga tawanan yang tewas dan Phillip termasuk di dalamnya. Jasadnya sudah kering dan menghitam. Nyaris tidak bisa dikenali selain cincin bermata rubi hitam yang selalu dikenakannya. Mantan raja itu telah dimakamkan dalam upacara sederhana di lingkungan istana. Tidak banyak yang hadir. Sophie dan Thaddeus menghadiri pemakaman, tapi Roran— tidak terlihat di manapun.

Belakangan Sophie tidak bisa lagi mudah menemuinya. Para pelayan tidak bersedia membantunya dan memilih untuk bungkam. Roran katanya tidak terlalu sehat dan tidak ingin dijenguk oleh siapapun. Sophie tahu, mantra kaum gipsi telah mengikat lidahnya, menyandera jiwanya dan bisa dibilang dia tidak berdaya.

Tapi phillip sudah meninggal. Katanya, sihir itu akan menghilang sendiri jika pembuat kontraknya meninggal dunia. Apakah Roran sedang memulihkan dirinya?

Sophie dengan gelisah berjalan di atas permadani ruang kerja suaminya. Thaddeus bersikap seolah tak acuh walaupun sesekali meliriknya. Menerka apa lagi yang dia rencanakan.

"Aku harus bertemu Roran, kau harus membantuku,"

"Tidak bisa, dia sendiri yang tidak mau bertemu," Thaddeus langsung menanggapi.

"Menjadi seorang raja artinya dia bisa menolak bertemu siapapun dan melakukan apapun. Kau harus menunggu sampai dia siap bertemu. Selain itu, kau merasakannya juga kan? Ketika aku mengangkat mantra kaum gipsi itu dari lidahmu, rasanya tidak nyaman dan kau pun mengurung diri selama berhari-hari. Roran, mungkin mengalami hal serupa," Thaddeus berkomentar.

"Itu terlalu lama! Roran tidak selemah itu!"

"Ingat, raja phillip mungkin memantrainya lebih dari yang aku lakukan terhadapmu. Seorang laki-laki akan merasa tidak nyaman dan percaya diri ketika dia sedang lemah. Dia hanya butuh waktu," kata Thaddeus yakin.

"Aku adiknya, kita tidak pernah menyembunyikan apapun,"

"Kau tidak bisa membuktikan apapun. Yang bisa kau lakukan hanya menunggu,"

"Kau kan seorang duke yang berpengaruh. Dia tidak akan menolak kedatanganmu.  Lakukan untukku. Pastikan kalau dia baik-baik saja maka aku akan berhenti mengeluh," Sophie menutup lembar dokumen yang sedang dibaca oleh Thaddeus demi mendapatkan perhatiannya.

"Aku sibuk, sophia,"

"Bahkan demi diriku?" Kata Sophie setengah bergurau.

"Menjadi seorang duchess bukan berarti kau spesial dan bisa memerintahku,"

Sophie menegakkan punggungnya, mengayunkan rambut cokelat indahnya ke belakang dan bersikap sedikit angkuh.

"Kalau aku sedang kesal, aku bisa saja tidak sengaja mengeluh pada teman-temanku tentang suamiku dan kehidupan pernikahanku. Kau tahu, aku masih sangat populer di Anatoille walau sebagian besar mereka kini membenciku. Mereka menunggu klarifikasi dariku. Apa kau siap membaca artikel konyol tentang dirimu di surat kabar besok pagi?" Kata Sophie.

Taming The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang