Memohon? Sophie nyaris tidak pernah memohon seumur hidupnya. Kecuali kalau hal itu mungkin akan mengancam jiwanya seperti ketika bibi Maya mencoba melukai wajahnya dengan garpu perapian. Tapi posisinya saat ini berbeda. Dia seorang putri, dengan gelar tinggi dan terhormat. Walau raja mengikatnya dengan Kontrak boneka atau apapun itu, dia bukannya sama sekali tidak berdaya.
Dengan rasa kesal yang membuncah, sophie melihat ke mata duke tampan itu berani.
"Bagaimana kalau aku tidak mau, your grace?" Tantangnya.
"Astaga, kau benar-benar tidak pernah bersikap manis ya? Apa kau tidak pernah memohon sesuatu dengan ibumu atau kakakmu?" Thaddeus menghela nafas, menikmati reaksi mawar liarnya.
"Apa yang kau inginkan? Apa kau memintaku membungkuk, mencium tanganmu atau menyembah?" Sophie memastikan. Itu memang berlebihan. Tapi thaddeus adalah pria dengan karakter membingungkan.
"Kau dengar yang aku bilang tadi? Memohonlah. Apakah itu konsep yang asing bagimu? Lalu bagaimana caramu mendapatkan sesuatu selama ini?"
"Aku? Aku mengusahakannya sendiri, your grace. Aku tidak bersedia menerima sesuatu yang bukan hakku. Memohon adalah hal yang terlalu mewah bagiku. Dan itu–memalukan," Sophie menggeleng.
"Itu masalahnya, tuan putri. Aku perlu membawamu kembali menapak ke tanah. Kau, memperlakukanku sebagai musuhmu. Tapi kenyataannya, kau adalah milikku. Dan aku tidak suka ketika mawar liarku menggigit dan mendesis. Bisakah kau setidaknya seperti gadis bangsawan lain?" Thaddeus menjelaskan.
Baiklah, kontrak boneka itu telah mengikatnya. Thaddeus adalah pemiliknya, tuannya, calon suaminya. Thaddeus sebagai pria, pastinya punya preferensi tertentu terkait wanita yang mendampinginya. Dia bukan bujangan yang tidak tahu apa-apa soal asmara. Thaddeus punya Reputasi soal itu.
Dia mengencani banyak gadis semasa hidupnya. Bedanya, dia hanya berkencan dengan gadis-gadis terhormat. Semua keluarga bangsawan mengizinkan sang duke menggandeng putri mereka ke acara sosialisasi kerajaan dan juga berkencan. Para keluarga itu berharap putri mereka cukup disukai sang duke dan dipertimbangkan menjadi calon duchess. Sayangnya, tidak pernah ada yang naik tingkat menjadi tunangannya. Selain sophie, itupun karena kontrak dengan raja Anatoille.
"Seperti gadis bangsawan yang lain?" Sophie merasa bingung.
"Ah ya, kau baru menjadi putri. Kau tidak punya teman, selama ini kudengar kau hanya bergaul dengan wanita-wanita bergelar tinggi dengan usia paruh baya. Pantas saja kau begitu kaku, tidak menarik minatku dan kurasa tidak bisa membuatku menginginkanmu. Aku menyukai perempuan penurut, yang mulia. Atau gadis-gadis membosankan yang tidak akan membuatku pusing karena mengkhawatirkan mereka,"
"Aku tidak ingin punya pasangan yang membuatku cemas kalau-kalau dia akan membuat berita, skandal dan terlibat dengan hal-hal yang menyita waktuku,"
"Aku tidak akan melakukannya, aku tahu kewajibanku sebagai calon duchess,"
"Apa? Memohon saja kau tidak mau,"
"Ya, aku tidak mau. Aku meminta izinmu, bukan berarti aku harus memohon," sophie bersikap keras kepala, dia memalingkan wajahnya sambil melipat tangannya.
Biar saja duke itu menganggap sophie menyebalkan. Kalau dia begitu muak dengan sophie, semoga dia akan membatalkan kontrak dan pertunangan mereka. Sophie juga tidak butuh suami seorang duke angkuh yang suatu saat nanti akan mencoba membunuh Roran. Itu adalah rencana yang tiba-tiba berubah menarik di kepalanya. Sophie hanya akan menjadi dirinya sendiri dan membiarkan duke egois dan perfeksionis itu tidak tahan dan meninggalkannya.
"Tidak, kau tetap harus memohon. Bersyukurlah Sophia. Aku pria sederhana, kalau kau memohon dan bersikap manis, aku bisa memberikanmu apa saja," Thaddeus tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taming The Villain Duke
RomanceWarning Red Flag ML Slow Burn 18+ Sophie pikir, dia akan mendapatkan akhir bahagia. Setelah belasan tahun hidup layaknya pelayan di rumah bibinya, sophie menerima kejutan kalau dirinya adalah seorang putri. Kakaknya menjadi putra mahkota dan dirinya...