"Kapan kau akan mengajari Jay tentang bisnis keluarga Daniel? Sudah waktunya bagi dia belajar bisnis sebagai satu satunya ahli waris keluarga Pratama." Ucapan yang terasa dingin itu keluar mulut seorang pria paruh baya.
Namun tidak di pungkiri, meski umurnya sudah kepala enam, pria itu tetap memiliki badan tegab dan gagah, penuh dengan aura intimidasi. Dia adalah Tuan Besar Pratama, Ouranos Harry Pratama.
"Daniel sudah menyuruh Jay untuk belajar bisnis tapi dia terus menolak. Dia baru mau belajar kalau Gema tidak ada di keluarga Pratama. Daniel-"
"Kalau begitu usir saja." Ucap Ranos santai.
Daniel tentu saja kaget mendengar ucapan kelewat santai dari Daddy nya itu, "Dad?"
"Kenapa? Ada yang salah? Lagi pula dia hanya anak pungut di keluarga ini. Bodoh, fisik lemah, belum lagi trauma yang di milikinya itu, benar benar anak yang merepotkan. Memang sepantasnya kau membuang dia sejak dulu."
"Tapi Daniel enggak mungkin ngusir dia gitu aja. Mau bagaimana pun, Gema tetap anak Daniel, dan trauma itu juga karna Daniel. Setidaknya tunggu sampai dia lulus sma dulu." Daniel mencoba memberi pengertian pada Ranos.
Ranos berdecih, "kalau begitu biar Daddy yang ngusir dia. Kau tau apa yang terjadi kalau Daddy yang turun tangan sendiri bukan? Jangan harap anak itu bisa melihat matahari lagi besoknya."
Daniel diam seribu bahasa. Tidak, itu tidak boleh terjadi. Gema harus tetap hidup bagaimanapun caranya. Dia tau kalau Ranos sudah berbicara seperti itu, maka hal itu akan benar benar terjadi. Sebagai seorang pemimpin kasino dengan jaringan yang luas di negara ini maupun di luar, pasti sangat mudah baginya untuk menghabisi satu bocah kecil seperti Gema tanpa jejak sedikitpun.
"Da-daniel yang akan mengusir Gema sendiri." Lidah Daniel kelu setelah mengatakan hal itu. Dia benci menjadi lemah seperti ini. Kapan dia bisa berada di atas Daddynya.
"Bagus, Daddy kasih kamu waktu sampai malam ini. Dan Cctv itu yang akan menjadi saksinya." Tunjuk Ranos pada Cctv di sudut ruang tamu dimana mereka berada sekarang.
Ranos berdiri dari duduknya, menepuk nepuk bahu Daniel beberapa kali, "Jangan berpikir bodoh hanya karna anak yang tidak ada hubungan darah dengan mu itu."
Setelahnya Ranos pergi meninggalkan mansion. Suasana hatinya cukup bagus malam ini, karna anak pembawa sial di keluarganya akan hilang.
Jay yang berada di tangga menuju lantai dua tentu saja bisa mendengar semua pembicaraan Papa dan Kakeknya tadi. Saat akan naik kembali ke kamarnya, Daniel lebih dulu mengatakan sesuatu pada Jay. Ya Daniel memang menyadari kalau Jay berada di sana sejak tadi.
"Jangan berani berani membuka mulut mu tentang hal tadi Jay. Atau Papa tidak akan memaafkan mu kali ini." Jay tidak menanggapi apapun dan melanjutkan langkahnya.
Daniel melempar semua barang barang yang ada di depannya. Suara suara barang jatuh dan pecahan kaca bergema di seluruh penjuru ruangan itu.
"Akhhhh sialan!!"
_________________________________
________________________Daniel menghela nafas setelah menceiritakan semua hal tadi. Kepalanya tidak berhenti menunduk sejak tadi. Rasa bersalah terus menghantuinya.
"Maaf, maafin Papa karna nggak bisa ngelawan Kakek kamu. Papa masih belum punya kuasa apapun buat ngelawan dia. Kamu tau semua yang Papa punya sekarang itu masih atas nama Kakek mu bukan? Papa bingung harus gimana lagi waktu itu. Kalau aja mama mu masih ada sampai sekarang, mungkin Papa bisa mengambil keputusan yang lebih baik. Papa yang tidak berguna selama ini Gema bukan kamu." Gema hanya diam mendengarkan semua yang di ucapkan Daniel, dia sedang menahan sesuatu di dadanya.
"Semua perlakuan Papa ke kamu selama ini juga bukan atas keingina papa. Kakek sangat membenci diri mu, kalau Papa memberimu sedikit saja perhatian dan dia tau akan hal itu, Papa nggak tau hal apa yang bakal di buat orang tua itu ke kamu Gema. Kakek mu itu orang yang sangat nekat Gema, dia bisa melakukan apapun untuk mencapai keinginannya."
Daniel mengangkat kepalanya menatap lurus ke mata Gema, "Papa orang yang bodoh bukan? Bahkan untuk membela anaknya sendiri tidak bisa."
Daniel hendak meraih tangan Gema, namun Gema menghindar. Daniel yang melihat hal itu hanya dapat tersenyum miris.
Gema mengatur napasnya sebelum berbicara, "Gema ngerti kok, papa nggak perlu khawatir sama gema lagi sekarang. Gema hidup dengan baik sama Relci. Gema juga nggak nyalahin papa yang udah ngusir Gema atau perlakuan Papa selama ini ke Gema. Jadi tugas papa sekarang cuma fokus buat Jay dan habisin waktu lebih banya sama dia. didik dia biar jadi anak yang lebih baik. Gema tau Jay sebenarnya anak baik, Dia nakal supaya dapat perhatian sama dari Papa."
"Tapi Gema-"
"Satu hal dari Gema, semoga Papa hidup bahagia terus sama Jay. Papa nggak perlu mikirin Gema lagi." Gema berusaha tersenyum pada Daniel. Dia sudah tidak bisa menahannya lebih lagi, dadanya sangat sesak.
"Waktunya habis Tuan Pratama, anda dapat meninggalkan ruangan ini sekarang." Relci masuk dan mendekati Gema. Tangannya menggenggam tangan milik Gema.
"Dan maaf saya tidak bisa mengantar anda sampai ke bawah. Asisten saya yang akan mengantar anda nanti." Sambung Relci.
Daniel hanya bisa pasrah dan bangun dari duduknya. Dia masih belum puas dengan pembicaraan ini.
"Tidak apa apa." Daniel beralih memerhatikan Relci, "tolong jaga Gema dengan baik." Ucap Daniel serius.
"Tanpa anda minta saya pasti akan melakukannya, anda tidak perlu khawatir."
Daniel mengangguk, "jaga dirimu baik baik Gema." Dia pun keluar dari ruangan itu.
Saat Daniel sudah keluar, Gema meremas dadanya kuat. Sesak, dia sangat sesak sekarang. Relci yang melihat itu langsung saja duduk bersimpuh di depan Gema, sebelah tangannya mengelus pipi Gema.
"Hey... gapapa, ada aku disini. Bernapaslah perlahan lahan hmm?" Gema mencoba melakukan apa yang Relci suruh. Dia berusaha mengatur napasnya sebaik mungkin.
"Se-sesak." Ucap Gema pelan.
Relci membawa Gema ke dalam pelukannya, "gapapa, semua baik baik aja, nggak akan ada hal yang terjadi. Gapapa...."
Relci terus memberikan kata kata penenang pada Gema sambil mengelus punggung Gema. Perlahan, Gema kembali tenang. Napasnya juga sudah tidak memburu seperti tadi.
Tak lama kemudian Relci bisa merasakan deru napas teratur di ceruk lehernya, Gema tertidur.
Relci mendongakkan kepala ke atas, menatap langit langit ruangan itu. Melihat Gema seperti ini membuat dadanya juga ikut sesak.
Bunganya.... kapan bunganya bisa mekar dengan baik.
'Para tua bangka sialan!'
_________________________________
________________________Empat hari berturut turut aku update, bosan nggak kalian?
Makasih sama yang udah Vote, komen, and follow selama ini
Bye all.....
Senin, 16 oktober 2023
Ig : huswarelci
Ttk : huswarelci
KAMU SEDANG MEMBACA
Gema Relci (End)
Teen Fiction#FOLLOW DULU SEBELUM BACA! #MASA REVISI Biasanya di dalam sebuah hubungan, cowo lah yang akan memegang kendalinya. Namun, Bagaimana jika yang terjadi adalah kebalikannya? sifat yang mendominasi, obsesi, dan yang memegang kendali dalam hubungan malah...